“Jika berbicara tentang masalah, sebenarnya ada banyak sekali sampai sampai rasanya kepalaku ingin pecah” ucapku lirih.
Buru buru aku memutar kamera belakang agar tidak tertangkap oleh Rais saat mataku sedang berkaca kaca.
“Kenapa wajahnya tidak terlihat?” Rais menatap layar dengan serius dengan kening berkerut
Aku menyeka mataku yang mulai basah kemudian menghadap kamera yang sudah kembali seperti semula. Aku dan Rais saling tatap terdiam satu sama lain.
“Selagi bukan Masalah pribadi antar suami istri, kak Riya bisa cerita padaku, siapa tau saja ada yang bisa aku bantu” setelah mengatakan itu Rais meninggalkan tempat ia duduk dan melangkah entah kemana, dengan posisi panggilan masih terhubung.
Aku terharu. Bolehkah untuk sementara aku bergantung pada Rais? lalu apa yang akan Rais pikirkan tentangku.
Sudahlah.
“bukan apa apa”
“Sayang...”
Kalimat terakhir dari Rais sebelum panggilan video terputus, membuat hatiku berdesir.
Apakah dia baru saja memanggilku seperti itu? atau pada orang lain.
Aku kembali berbaring dan menutup wajahku dengan bantal. Konyol memang.
°°°°°
Perlahan lahan kelopak mataku terasa berat, aku nyaris tertidur akan tetapi getaran hp kembali menarik kesadaranku.
Rais, Kenapa lagi dia?
“Hum. Ada apa?” jawabku dengan nada ngantuk.
“Belum tidur?” terdengar helaan napas berat diujung sana.
“Baru saja mau tidur”
“Hmm, jadi apakah aku mengganggu?” ujar Rais terdengar gelisah.
“Tidak, apa ada hal serius yang ingin kamu bicarakan?” aku tiduran dengan posisi menyamping dengan mata tertutup, hp aku letakkan di telinga dan pipi.
“Sebenarnya aku agak susah tidur saat malam hari. Itulah sebabnya aku jarang dirumah paling di warkop dan pulangnya paling jam empat subuh”
Mataku membulat dan bibirku terbuka. hah, apa katanya jam empat subuh...? “kenapa begitu?”
“Entahlah..!”
“kak, boleh aku mengatakan sesuatu?” suara Rais mengecil.
“Hum silahkan!”
“Sebenarnya aku sedang naksir seseorang. saat pertama kali bertemu dengannya, aku merasakan getaran aneh dihatiku, menurut kak Riya apakah aku sedang jatuh cinta?”
“Bisa ia bisa juga tidak”
Atas dasar apa dia mengklaim bahwa itu cinta. Dan juga, prihal cinta aku sendiri tidak tahu.
“Ooh begitu yah...!”
“Kalau kak Riya sendiri aku orangnya gimana?”
“......”
“Jawab apa adanya saja kak,” ujar Rais lagi setelah tidak ada tanggapan dariku. bingung juga sebenarnya ingin jawab apa.
“Kak Riya belum tidur, kan?” lagi lagi suara Rais memecah keheningan diantara kami.
“Kalau aku sih... wanita mana yang tidak menyukaimu! Kamu tampan, dewasa dan juga kamu kaya, bisa dikata sempurnalah” Jawabku.
“Kak Riya juga wanita, kalau begitu apa kak Riya juga menyukaiku?”
Aku menggigit bibir bawah dengan mata yang tertutup rapat, lagi lagi dia menyudutkan ku. aku harus mencari jawaban agar aku tidak malu sendiri nantinya.
Terus terang saja aku juga menyukainya tapi terkesan tidak pantas dengan statusku.
“Aku menyukaimu sebagai adik,” semoga saja kalimatku ini tidak menyakiti hatinya.
Dengusan kasar entah kenapa aku merasa dia keberatan dengan ucapanku.
“Jujur saja aku menyukaimu kak, wanita yang aku maksud adalah dirimu” perlahan lahan suara Rais mengecil di telingaku.
°°°°°
“kak, aku berbicara pada teman temanku tentang perasaanku. dan dia mengatakan padaku, Tidak ada yang salah jika wanita itu membalas perasaanmu, jadi intinya atas dasar kita sama sama suka”
Aku tiduran terlentang dengan jantung berdetak kencang. perasaanku bercampur jadi satu, terharu oleh fakta didepan mataku. bahagia karena Rais juga menyukaiku, lalu dibuat gelisah oleh statusku.
“Kak, meski kamu sudah memiliki suami aku tetap menyukaimu, dan sekalipun kamu tidak membalas perasaanku aku juga akan tetap menyukaimu”
“huh.. lagi pula atas dasar apa kak Riya sampai menyukaiku, aku tidak pantas, aku malu sendiri rasanya terlalu percaya diri juga...”
Lagi lagi aku mendengar Rais menghela napas berat di seberang sana, sudah pasti kecewa.
Aku merasa bersalah juga bimbang, bukan maksudku begitu, kenapa dia jadi merendahkan dirinya seperti ini.
Aku melirik layar yang berkedip, ternyata Rais mengalihkan panggilan suara menjadi panggilan video, langsung saja aku jawab.
Didalam layar Rais sandaran dikepala ranjang mengenakan pakaian tidur, wajah tampannya tampak murung.
Aku menatapnya simpatik tentu saja aku kepikiran atas ungkapan perasaannya barusan.
“Tidak apa-apa jangan terlalu dipikirkan, apakah boleh setiap malam kita seperti ini? video call saat akan tidur hingga jelang pagi”
“Boros dikota” Bibirku berkerut dan mataku pun tertutup, sebenarnya aku sudah mengantuk sekali tadi, tapi Rais tiba tiba saja menelpon.
“hehehe”
Rais terkekeh entah lucunya dimana, cepat sekali ekspresinya berubah. sedangkan aku berusaha menstabilkan detak jantungku disini.
“Masalah Kouta biar aku yang tanggung, jangan kan Kouta, barang berhargaku saja akan aku berikan” lagi lagi Rais terkekeh, sepertinya suasana hatinya sedang baik.
“benar yah, awas yah boong..!!” mataku memicing menatapnya. aku merasa tidak perlu lagi sungkan padanya.
“Astaga.. Aku serius...!” ujar Rais bersungguh sungguh dan aku percaya bahwa dia memang serius.
Aku menampilkan senyum terbaikku dan Rais pun juga melakukan hal sama.
“Kak, ponselnya diletakkan disamping saja, Jangan dipegang, nanti tangannya capek” dari waktu ke waktu suara Rais melembut terdengar enak di telingaku, aku seakan terhipnotis.
Aku menurut mengikuti arahannya, lalu mengibas ngibaskan tanganku yang telah mati rasa.
Setalah itu aku kembali tiduran dengan posisi menyamping lalu saling tatap muka dengan Rais dari jarak dekat, walau hanya dibalik layar tapi aku seakan akan merasakan setiap hembusan napasnya.
°°°°
“Rais, boleh aku tahu kamu kelahiran tahun berapa?”
Rais terlihat berpikir dan malah melemparkan pertanyaan balik padaku. “Kak Riya kelahiran berapa memangnya?”
“Sembilan tujuh, kamu?”
Rais tersenyum tipis lagi lagi mengusap dagunya yang ditumbuhi rambut yang agak kasar namun pendek.
Aku masih menunggu jawabannya, dan melirik gerakan tangannya yang mengelus jenggot tipisnya dengan lembut sambil berpikir.
Aku dibuat bingung, saat dia terkekeh seperti digelitik sambil menutup wajahnya dengan lengan atas. Apa yang lucu, pikirku.
Rais berdehem dan kembali menghadap kamera, “aku kelahiran sembilan enam”
Aneh.. Suamiku saja kelahiran delapan puluhan tidak ada ada jenggot putihnya, bukan tidak ada hanya saja mungkin belum.
“kamu tidak jujur” aku cemberut, tentu saja dia berbohong.
“kenapa aku tidak jujur?” ujar Rais alisnya terangkat satu.
“Trus apa alasan warna rambutmu ada dua?” jelas sekali dia berbohong, alasan apalagi kali ini? Rais mendekatkan wajahnya seperti ingin masuk kedalam layar sambil menyisir rambutnya dengan jari jari.
“oh rambut, mungkin saja pengaruh sampo, aku sering gonta ganti sampo jadi...” ujar Rais terlihat yakin dengan jawabannya.
Aku menunjuk daguku sebagai isyarat. “kalau yang itu apakah juga karena sampo?”
“......”
Rais terdiam terlihat berpikir, aku tersenyum tipis, terlintas di kepalaku,
Apakah itu berarti yang dibawah juga...?
Aku mengulum bibir ingin tertawa.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments