Lelaki Terhebat

Adam segera melajukan motornya ke kosan Andien. Dulu, beberapa kali Lisa mengajaknya ke tempat Andien. Walaupun banyak pembangunan yang membuatnya agak bingung, tapi Adam yakin jalan yang kini tengah disusurinya, benar menuju ke kosan Andien. Berhenti tepat di seberang bangunan yang di bangun memanjang dengan beberapa pintu, Adam yakin ini adalah kosan yang dulu pernah didatanginya bersama Lisa.

Adam membelokkan motornya memasuki tempat tersebut. Ragu Adam melangkah mendekati salah satu pintu yang dia ingat tempat kos Andien. Berdiri di depan pintu, Adam pun mengetuk benda persegi panjang dari kayu itu perlahan sambil mengucap salam.

Lamat, Adam dapat mendengar seseorang menjawab salamnya dan suara kunci yang diputar. Perlahan pintu bergerak terbuka.

"Waalaikumussalam... Adam?!" seraut wajah muncul dan langsung memekik saat mengenali siapa yang berdiri di depan pintu kosannya. Adam merasa senang ternyata Andien masih mengenalnya.

"Iya, Dien. Apa kabar?" sapa Adam. Andien membuka lebar pintu lalu menatap Adam tak percaya. Sungguh Andien tak menyangka, akan mendapati lelaki yang sangat dicintai sahabatnya berdiri di depannya.

"Ba--baik. Di depan aja, ya?! Ngga enak sama penghuni kos yang lain kalau ngajak cowok masuk."

"Iya, Dien. Kalau bisa kita cari tempat lain untuk ngobrol, bisa?"

"Misalnya?"

"Cafe?" ragu Andien untuk meng-iyakan permintaan Adam. Tapi rasa penasaran membuatnya menganggukkan kepala.

"Boleh. Tapi, aku ganti baju dulu. Cafe yang di depan aja ya? Kamu pergi duluan aja. Aku nyusul." Adam senang Andien tidak menolak ajakannya. Dia tersenyum lebar.

"Makasih, Andien. Aku tunggu."

Setelah memastikan Adam pergi, Andien menutup pintu dan mencari ponselnya. Dengan cepat dicarinya nomor Lisa.

"Tidak. Lebih baik aku tidak mengatakan pada Lisa sebelum tahu apa yang akan Adam sampaikan." Andien pun mengganti bajunya dengan cepat, tak ingin membuat Adam menunggu terlalu lama.

Sepuluh menit kemudian, Andien sudah sampai di cafe yang sudah disepakati. Suasana cafe yang sepi membuat Andien dengan mudah menemukan Adam.

Melihat Andien, Adam langsung melambaikan tangan.

"Maaf lama." kata Andien setelah nyaman duduk.

"Ngga pa-pa, aku yang minta maaf sudah ganggu waktu istirahat kamu. Untung kamu ngga lagi kerja."

"Aku absen hari ini, ngga enak badan." terang Andien yang membuat Adam semakin merasa tidak enak.

"Kamu sakit? Duh, jadi ngga enak. Udah diperiksa?"

"Nyantai aja, Dam. Cuma sakit... Biasa. Siklus bulanan." jawab Andien santai, tak memperdulikan raut sungkan Adam saat mendengar alasan dia sakit.

"Aku sudah pesan roti bakar sama jus jeruk. Kalau kamu tidak suka, bisa pesan sesuai yang kamu mau."

"Cukup itu saja. Bisa langsung kamu katakan apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Andien yang sudah tak ingin berbasa basi lagi.

"Soal Lisa, Dien." Adam sengaja menjeda kalimatnya. Dia ingin tahu respon apa yang akan ditunjukkan oleh Andien. Tapi Andien datar-datar saja. Dan itu membuat Adam melanjutkan maksudnya.

"Bantu aku untuk melamar Lisa!"

"APA?!" tak sadar Andien berteriak. Membuat karyawan cafe yang tengah membersihkan meja di sebelah meja mereka kaget.

"Maaf. Maaf!" Andien menyadari kehebohannya dan meminta maaf sambil nyengir. Sementara Adam terkekeh melihat tingkah Andien.

"Kamu sadarkan yang kamu katakan?" Andien menatap Adam dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin Adam ingin melamar Lisa setelah hampir setahun lebih hubungan mereka berakhir?

"Aku serius, Dien."

"Tapi, kaliankan sudah putus?"

"Itu kata Lisa. Bukan aku." Adam menggeleng meyakinkan Andien. "Saat itu aku menerima keputusan Lisa karena terpaksa."

"Lalu kenapa setelah itu, kamu pergi begitu saja?"

"Ada alasan yang kuat untuk aku pergi saat itu. Dan aku akan menjelaskan itu pada Lisa nanti. Sekarang aku kembali untuk melanjutkan cerita kami yang tertunda." jelas Adam tanpa mengatakan secara rinci alasan kepergiannya pada Andien, karena Adam rasa Lisa-lah yang lebih berhak mendengar penjelasan Adam yang sebenarnya.

"Tapi, Lisa..." ragu Andien berbicara. Adam yang sudah tahu hal sebenarnya hanya mengangguk.

"Kamu hanya tinggal yakinin Lisa aja. Minggu depan keluargaku akan datang untuk lamaran resminya."

"Ap--pa? Kenapa secepat itu? Mendadak sekali. Kamu tidak sedang main-mainkan, Dam?" Andien kaget mendengar penuturan Adam, dan lagi-lagi lelaki di hadapannya hanya mengangguk dan tersenyum.

"Sudah cukup waktu yang aku berikan pada Lisa untuk menjaga jarak. Ya, perpisahan kami kemarin, aku anggap Lisa membutuhkan waktu untuk berpikir dan menjaga jarak saja. Sekarang aku kembali dan tidak ada alasan yang bisa membuat kami terpisah lagi."

"Tapi, kamu kan tidak tahu alasan sebenarnya yang membuat Lisa memutuskan hubungan kalian, Dam?"

"Bukan putus, Dien. Hanya menjaga jarak." Andien mendengus sebal.

"Terserah!" Adam terkekeh melihat itu.

Pesanan yang dipesan Adam menghentikan pembicaraan mereka. Dua porsi roti bakar, jus jeruk dan kopi hitam sudah tersaji di hadapan mereka.

"Silahkan, Dien!" Andien hanya mengangguk dan langsung meneguk jus jeruk dingin itu. Sementara Adam menyesap kopi panas pesanannya pelan. Mencecap penuh kenikmatan pahit yang kini menyentuh lidahnya. Pekat.

"Bisa dilanjut?"

"Tentu."

"Aku tak mau tau alasan apapun yang mendasari Lisa melakukan itu. Jadi bantu aku ya?" Andien mendesah pelan. Kepalanya pusing sekarang. Sedangkan untuk menjelaskan pada Adam keadaan Lisa, bukanlah kapasitasnya.

Tau begini lebih baik aku menolak ajakan Adam tadi.

"Dien!"

"Eh, Apa?" Andien yang kurang fokus kaget saat Adam memanggilnya.

Adam tertawa melihat Andien yang malah melamun. Adam tahu apa yang dipikirkan Andien, karena Adam yakin Andien tahu semua yang terjadi pada Lisa. Dan itu membuatnya merasa tidak berarti sebagai kekasih Lisa saat itu.

Membayangkan Lisa yang terpuruk karena keb**adan Rasya, hati Adam sakit. Di saat wanita yang dicintanya butuh dukungan, dia tidak ada disisi. Walaupun Adam pergi untuk hal yang tidak bisa dia tunda, tetap saja dia merasa sudah membuat Lisa saat itu merasa sendiri dan tak berguna.

Andai... Andai...

"Aku tidak bisa menjanjikan apa pun, Dam. Lebih baik kamu datang saja ke rumahnya. Bicara pada Ayah dan Ibu, sampaikan maksud kamu pada mereka."

"Sudah. Tadi aku ke rumah Lisa." Andien kaget mendengar ucapan Raja.

"Lalu?"

"Ada Rasya di sana." tanpa di sadari Adam mengepalkan tangannya kuat. Kalau saja dia tidak menahan diri tadi, ingin rasanya Adam menonjok wajah Rasya.

"APA! Mau apa lelaki kurang ajar itu?" jelas terlihat kalau Andien sangat marah.

"Entah." Adam memilih berbohong dengan Andien. Dia tidak mau Andien akan menyangka dia melamar Lisa hanya karena kasihan.

"Beneran kamu ngga tahu atau dengar apa pun yang dibicarakan ba***gan itu pada Lisa?" Andien mencoba mencari tahu sampai di mana Adam mengetahui soal Lisa.

Adam menggeleng.

"Tidak. Dan aku tidak mendengar apapun yang mereka bicarakan. Karena posisi aku ada di teras. Dan mendengar kalau mereka tengah bertengkar. Itu aja. Aku langsung balik dan pergi ke kosan kamu."

"Saran ku, kamu temui Ayah dan Ibu, Dam. Sumpah, aku ngga tahu harus ngomong apa. Hari ini tuh, aku dapat kejutan berulang. Kamu yang tiba-tiba datang ke kosan aku setelah setahun ngilang, ya walaupun sebenarnya aku pernah lihat kamu di taman saat mau nyusulin Lisa, lalu katamu yang mau melamar Lisa, terus cerita kamu soal si Rasya baji***. Ah, beneran kepala aku pusing."

"Kamu lihat aku di taman? Kenapa ngga nyapa?"

"Pas Kamu pulang, Dam. Dan aku nemuin Lisa nangis."

"Baiklah akan aku pertimbangan usulan kamu soal mendatangi orangtua Lisa. Tapi kamu jangan cerita apa-apa dulu sama Lisa ya?"

"Loh, kenapa?"

"Buat kejutan aja."

Bukan kejutan, Dam. Yang ada nanti Lisa bisa-bisa kabur.

"Lisa ngga bakalan kabur. Aku jamin."

"Hah!"

Kenapa Adam tahu aku punya pikiran seperti itu?

"Udah, jangan banyak pikiran. Dimakan dulu, dingin ngga enak."

Dan Andien memilih menyantap roti bakar di depannya, dari pada bingung memikirkan Adam yang bisa mengerti bahasa kalbunya.

Mungkinkah Adam pergi setahun lalu untuk belajar ilmu kebathinan?

"Ngga baik berpikiran jelek, Dien."

Tuh kan bener.

Andien bergidik ngeri dan melahap habis roti bakarnya tanpa kata, bahkan dalam hati sekali pun. Adam hanya terkekeh melihat Andien yang tergesa menghabiskan roti bakar.

Adam menatap keluar cafe, tempatnya yang tepat di dekat kaca memudahkan dia melihat hiruk pikuk jalanan yang sore itu ramai dengan kendaraan. Dalam hati Adam meyakinkan dirinya, kalau minggu depan dia akan langsung datang ke rumah Lisa bersama keluarganya tanpa memberi tahu Lisa terlebih dahulu. Dia ingin menjadi obat untuk semua kesakitan Lisa setahun ini, dan juga membuktikan pada Lisa, bahwa cintanya tidak memandang pada keperawanan semata. Baginya Lisa tetap suci, sumber kebahagiaannya yang tak terganti.

Dan dia sangat mencintai Lisa. Apa pun adanya.

Tunggu aku, Sayang.

Tbc

Terpopuler

Comments

🧚‍♀️Dian 🧚‍♀️

🧚‍♀️Dian 🧚‍♀️

hahaha kocak asumsi si andien 🤣🤣

2022-01-09

0

αδIⁿtα♥

αδIⁿtα♥

aku menunggumu Abang Adam🥰

2021-05-04

0

Ratna Utami

Ratna Utami

Adam....


sungguh sweet

2021-03-29

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!