Andien menatap Lisa yang duduk bersandar pada kepala ranjang dengan tatapan kosong ke depan. Andien tahu hanya raga Lisa saja ada di depannya, pikiran Lisa pasti sedang mengembara tanpa bisa dimasuki olehnya.
Saat Andien menyentuh jemari Lisa nampak kekagetan di wajah itu, Andien tersenyum saat mata Lisa terfokus padanya, seakan memastikan sahabatnya kalau dia akan selalu ada di sampingnya.
"Jangan melamun. Jangan banyak berfikir yang tidak pasti. Aku tahu kamu bisa melewati semua ini."
"Adam masih seperti yang dulu, Dien. Dia masih mencintai aku."
Andien senang Lisa sudah mau diajak lagi berbicara, itu tandanya Lisa bisa mengalahkan rasa tidak percaya dirinya.
"Adam memang selalu mencintai kamu, Li. Dia memang tulus mencintaimu. Dan kalau pun dia tahu apa yang terjadi padamu, aku yakin dia akan tetap ada di sampingmu."
"Tidak, Dien. Tidak. Aku tidak bisa bersikap egois. Adam berhak mendapatkan yang lebih baik dari aku. Aku tidak pantas mendampingi Adam yang begitu sempurna di mataku." buliran bening luruh kembali dari mata Lisa. Diikuti buliran bening lainnya membasahi pipi yang masih sembab bekas Lisa menangis tadi. Andien mengusap lelehan air mata itu. Entah harus berapa banyak lagi dia melihat kehancuran sahabatnya, karena ulah mantan kekasih Lisa yang meninggalkan noda tak terhapus itu.
Masih segar dalam ingatan Andien saat Lisa datang ke kosannya dengan baju dan rambut kusut, tak sedap dipandang. Mata memerah Lisa, dan cara berjalannya yang terseok, meyakinkan Andien sesuatu yang buruk sudah terjadi pada Lisa.
Lisa yang langsung terjatuh pingsan saat Andien memapahnya memasuki kamar kosnya, membuat Andien berteriak minta tolong di pagi yang kelabu itu setahun yang lalu.
"Apa-- Rasya... Masih mencoba mendekatimu?" ragu Andien menyebut nama seseorang yang sudah membuat Lisa hancur. Nama yang selalu membuat Lisa ketakutan, sekaligus membenci tanpa berkesudahan.
Mendengar nama yang tak ingin dia dengar, membuat Lisa menutup telinganya dengan kedua tangan. Menggelengkan kepalanya kencang, Lisa semakin terisak.
"Ssttt... Maaf. Maafkan aku. Jangan nangis lagi." Andien memeluk Lisa erat, menyesali kebodohannya yang membuat Lisa kembali histeris.
"Jangan. Jangan sebut nama itu lagi. Jangan!"
"Iya. Iya, maafkan aku!"
Sudah setahun terlewat pun, Lisa tetap belum bisa melupakan malam terburuk dalam hidupnya itu. Tidak akan pernah bisa. Malam di mana dia kehilangan sesuatu yang sangat dijaganya. Dan ironisnya Sang Mantan yang sudah dianggap sebagai kakaknya itu, yang tega menghancurkan hidupnya.
Lisa yang ditelepon Rasya saat baru pulang kerja hari itu, diminta Rasya untuk datang ke rumahnya. Walaupun sudah tidak memiliki hubungan spesial dengan Rasya. Lisa tetap menjalin hubungan baik dengan Rasya, apalagi ibu Rasya sangat menyayanginya. Ada pun alasan putusnya hubungan mereka karena Rasya yang terlalu sibuk hingga tak ada lagi waktu untuk Lisa.
Hubungan yang awalnya memang bukan karena cinta, tapi karena keinginan dari orangtua Rasya yang sangat menyukai Lisa itu akhirnya kandas, walaupun tidak sampai membuat keduanya saling benci malah semakin dekat dengan ikatan kakak adik. Tapi, saat Rasya tahu kalau Lisa memiliki kekasih baru, di sanalah awal dari bencana itu. Rasya baru menyadari kalau dia mencintai Lisa bukan sebagai adiknya, melainkan sebagai seorang lelaki pada wanita yang dicintainya.
Rasya cemburu saat melihat Lisa yang tersipu malu ketika menerima panggilan telepon dari Adam, pacar Lisa. Rasya marah saat melihat Lisa tertawa dalam dekapan Adam saat Rasya berkunjung ke rumah Lisa, untuk mengantarkan oleh-oleh yang dibawanya sepulang dari luar kota.
Lalu, dengan kesadaran penuh, setelah berkali-kali mengajak Lisa untuk kembali bersamanya namun dengan tegas ditolak Lisa, Rasya melancarkan aksi bejadnya.
Lisa yang sengaja ditelepon untuk datang ke rumah dengan alasan ibu Rasya ingin bertemu, dia nodai. Padahal saat itu rumah Rasya dalam keadaan kosong, karena orang tua Rasya sedang berkunjung ke rumah saudaranya di kota lain, dan akan kembali dua hari kemudian.
Tanpa curiga sama sekali, Lisa meminum air yang disodorkan Rasya yang ternyata sudah dicampur dengan obat perangsang. Lisa yang dalam pengaruh obat tidak bisa mengontrol dirinya. Dan dalam deraian air mata, pikiran dan tubuhnya melakukan hal berbeda. Dia pasrah saat Rasya menggagahinya entah berapa kali.
Yang pasti saat Lisa tersadar keesokan harinya. Tubuhnya seakan remuk redam dan dalam rengkuhan Rasya, yang tertidur dengan wajah penuh kepuasan. Kaget menyadari dia tertidur dalam dekapan Rasya, Lisa langsung bangun. Tapi nyeri yang menyengat dari bagian sensitifnya, membuat Lisa kembali terbaring tanpa membuat Rasya bangun.
Dibukanya selimut yang menutupi tubuhnya dan Rasya cepat. Pekikan kecil keluar dari mulutnya, saat menemukan tubuh dibalik selimut itu tanpa sehelai benang pun. Hal yang sama berlaku pada Rasya juga. Lelaki yang pernah mengisi harinya itu, juga dalam keadaan tanpa busana. Air mata tanpa bisa dicegah langsung berebut keluar dari netranya. Lisa telah kotor. Tubuhnya sudah ternoda.
Ingin rasanya Lisa memukul wajah tampan Rasya yang tengah terlelap, tapi memilih mengurungkan keinginannya itu, yang dilakukan Lisa justru turun dari tempat tidur. Noda darah yang ada tepat di mana tadi dia berbaring, seakan menjelaskan padanya bahwa dia sudah bukan perawan suci lagi.
Membekap mulutnya agar tidak histeris, Lisa memunguti bajunya yang berserak di lantai dengan langkah menahan perih di bawah sana. Pikirannya mulai merangkai lagi kepingan ingatan yang berserak. Dari dia yang ditelepon Rasya yang mengatakan kalau ibunya ingin bertemu, lalu dia yang datang ke rumah Rasya dan meminum air yang diberikan Rasya tanpa curiga sama sekali. Lalu reaksi tubuhnya tak lama setelah air itu habis tertelan. Lisa yakin, Rasya telah mencampur minuman itu dengan obat. Hingga dia menjadi seseorang yang tidak dia kenal sama sekali, mengharapkan sentuhan Rasya pada tubuhnya yang mendadak panas.
Air mata mengaburkan pandangan Lisa yang dengan tergesa memakai kembali bajunya, melihat ke atas tempat tidur di mana Rasya masih saja terlelap dengan nyamannya. Dengan tertatih, Lisa meninggalkan kamar Rasya. Dia sempat bingung, apa yang akan dia katakan pada ibu Rasya kalau nanti bertemu saat turun dari lantai dua di mana kamar Rasya berada.
Tapi, kembali Lisa dikagetkan dengan tidak adanya orang lain di rumah besar itu. Bahkan Bi Sari, pembantu Rasya pun ternyata tidak ada. Ini benar-benar sudah direncanakan oleh Rasya.
Rasa benci semakin dirasakan Lisa. Dia ingin secepatnya keluar dari rumah terkutuk itu. Dia menemukan tasnya yang ada di sofa ruang tamu, di mana kemarin dia menyimpannya di sana. Diambilnya ponsel untuk memesan ojeg online, tapi kemana dia pulang? Tak mungkin harus pulang ke rumahnya dalam keadaan seperti itu, di pagi yang masih gelap.
Akhirnya nama Andien yang terlintas di benaknya. Setelah beberapa saat menunggu ojeg pesanannya, yang ditunggu pun datang. Driver ojol tampak kaget saat melihat calon penumpangnya yang tampak berantakan. Menutupi apa yang sedang terjadi, Lisa langsung meminta diantar ke alamat kosan Andien. Tak ingin dianggap ikut campur akhirnya driver itu mengantarkan Lisa ke alamat yang disebutkan tadi.
Sesampainya di kosan Andien, Lisa langsung masuk mengabaikan panggilan driver yang ingin memberikan kembalian ongkos Lisa. Dan sang driver lah yang membantu Andien, saat Andien berteriak minta tolong saat Lisa pingsan.
"Dien, kalau nanti kamu ketemu Adam tolong tetap rahasiakan semuanya ya?"
Andien menatap sahabatnya itu. Sampai sekarang dia masih tidak mengerti dengan pikiran Lisa. Kenapa Lisa memilih tidak menuntut tanggung jawab Rasya? Beruntung hasil kebejatan Rasya tidak membuahkan kehamilan. Jadi tidak ada babak selanjutnya yang harus dia tutupi.
"Li, bisa kamu jelaskan apa yang membuat kamu tidak menuntut 'Dia' untuk bertanggung jawab?" hati-hati Andien menanyakan hal yang sangat ingin dia tanyakan.
Lisa mengusap pipinya. Bayangan malam itu selalu menyakitkan buatnya.
"Justru itu yang diinginkan ba***gan itu, Dien. Sebuah pengakuan, kalau dia berhasil dengan rencananya. Aku tak ingin dia merasa menang karena telah merenggut mahkotaku. Aku hanya ingin dua hidup dalam penyesalan yang tidak berkesudahan. Aku tidak sudi kalau harus menghabiskan hidupku dengan menikah dengan dia, lebih baik aku tidak menikah selamanya dari pada memilih dia sebagai Suami."
"Jangan seperti itu, Li. Banyak kok yang sudah tidak suci akhirnya menikah dan bahagia."
"Tapi aku tidak, Dien. Hanya saja, aku tidak tahu kapan bisa melupakan kejadian itu. Aku lelah, Dien, lelah."
**TBC
Tinggalkan jejaknya ya**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
αδIⁿtα♥
aaakkhhh 🤧 Lisa😭
bejadudd Raiysa🔥
2021-05-04
0
Retina Bocahe Klinthink
rasya gila lu
2021-02-26
0
Mamanya Abenk
😭😭sedih banget baca nya,,,di jebak itulah hal yg menyakitkan
2021-02-19
0