Hari-hari Ki Supa dan istrinya kini dipenuhi dengan kebahagiaan. Sepulang dari ladang, Ki Supa bisa melepas lelah dengan menggendong dan bercanda bersama bayi kecil itu, Antasena.
Nyai Damah, yang dulu merasa gagal sebagai seorang wanita karena tidak bisa memiliki anak, kini tidak lagi merasakan hal itu setelah kehadiran Antasena.
Suatu sore, Nyai Damah melihat Ki Supa, suaminya, sedang menimang-nimang Antasena. Ia hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. Hatinya dipenuhi kebahagiaan melihat suaminya, yang telah lama merindukan seorang anak, kini terlihat begitu gembira.
Saat itu, Nyai Damah sedang merapikan pakaian yang baru saja diangkat dari jemuran. Ia pun bertanya kepada suaminya, "Bagaimana dengan tanaman di ladang kita, Kang?"
"Cukup baik dan subur, Nyai. Mungkin beberapa minggu lagi kita bisa memanen jagung itu," jawab Ki Supa, yang masih asyik menggendong Antasena. "Kau tidak perlu khawatir dengan persediaan makanan kita. Aku jamin, kau dan Antasena tidak akan kelaparan," lanjutnya dengan penuh keyakinan.
"Baguslah kalau begitu. Aku lega mendengarnya," ujar Nyai Damah. "Apakah senjata yang Kang buat sudah selesai?" tanyanya, mengalihkan topik pembicaraan.
"Masih lama, Nyai. Aku masih perlu mencari satu bahan lagi untuk menyempurnakan pedang itu, yaitu batu besi yang ada di lereng Gunung Kemulan," jelas Ki Supa.
Nyai Damah mengangguk-angguk mendengar jawaban suaminya.
"Nyai!" panggil Ki Supa tiba-tiba.
"Ya, Kang," jawab Nyai Damah.
"Sepertinya Antasena mulai mengantuk. Cepat bawa dia masuk ke kamar," ucap Ki Supa.
Nyai Damah, yang kebetulan sudah selesai melipat baju-baju, segera menghampiri suaminya dan membawa Antasena ke dalam kamar.
Karena hari sudah menjelang malam, Ki Supa menutup pintu dan semua jendela rumahnya yang terbuka. Malam itu, ia pergi ke rumah belakang untuk melanjutkan pekerjaannya, yaitu membuat sebuah pedang.
***
Pagi itu, suasana gaduh mewarnai Perguruan Kemuning. Banyak murid dan guru berkumpul di halaman depan, dipanggil oleh ketua perguruan, Jumantara.
Alasan dikumpulkannya mereka tidak lain karena Perguruan Kemuning telah kehilangan kitab pusakanya yang sangat berharga, yaitu Kitab Tapak Dewa Terbalik.
Jumantara, yang mencurigai para murid dan guru di sana, langsung melakukan pengecekan pada mereka semua untuk menemukan siapa pelakunya. Ia sangat yakin bahwa kitab itu dicuri oleh seseorang dari dalam perguruan itu sendiri.
"Dengarkan baik-baik, kalian semua," ucap Jumantara, berhenti sejenak sambil menatap para murid dan guru yang berbaris di depannya. "Aku sengaja mengumpulkan kalian di sini karena perguruan ini telah kehilangan satu barang berharga. Barang yang hilang itu adalah sebuah kitab bernilai sangat tinggi, yaitu Kitab Tapak Dewa Terbalik."
Para murid yang berbaris tampak terkejut mendengar perkataan ketua perguruan itu. Mereka pun bergemuruh, saling bertanya-tanya siapa yang berani mencuri kitab pusaka tersebut.
"Kalian semua nanti akan diminta untuk menyentuh batu kristal hijau yang akan diletakkan di sini. Jika salah satu dari kalian membuat batu kristal hijau itu menyala, berarti dialah pelakunya. Dan pelakunya akan mendapat hukuman berat, yaitu dijemur di bawah terik matahari sampai mati," tegas Jumantara.
Para murid langsung gempar mendengar hukuman yang mengerikan itu. Dijemur di bawah sinar matahari tanpa makan dan minum adalah hukuman yang paling kejam dan menakutkan, bahkan lebih mengerikan daripada kematian itu sendiri.
"Prangesti, cepat keluarkan batu permata hijau itu!" perintah JumantaraJumantara, dengan suara pelan dan terdengar berat.
"Baik, Guru," jawab Prangesti, yang dari tadi berdiri di belakang Jumantara. Ia segera maju ke depan dan meletakkan batu itu di atas meja yang telah disiapkan.
Batu permata hijau adalah batu sakti yang memiliki kekuatan untuk membongkar kebohongan seseorang. Batu ini merupakan benda langka yang hanya dimiliki oleh Perguruan Kemuning.
"Sekarang, kalian berjalan ke arah batu itu satu per satu dan sentuhlah," perintah Jumantara setelah batu itu siap digunakan.
Para murid pun mengikuti perintah ketua perguruan itu. Mereka berjalan ke arah batu hijau sambil menyentuhnya, satu per satu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
anggita
like👍 dukungan+☝☝iklan, buat novel fantasi timur nusantara. moga lancar berkarya tulis.
2025-02-23
0
Gak Tau
seruuuuuuu
2025-02-05
0
prahara
lanjutkan min
2025-01-16
0