Kesetiaan bukanlah seonggok barang yang dapat dilihat dan disentuh. Setia adalah perkara apa yang ada dalam hati. Keterikatan dan kepatuhan tanpa pengkhianatan. Tak terlihat, hanya mampu dirasakan.
Paman Wu selalu menyinggung dan menegaskan tentang bagaimana Liu Lian harus setia mengabdi pada Jonathan Li. Selama beberapa hari di rumah sakit, Liu Lian juga harus menghafal hal-hal yang disukai dan tidak disukai oleh Jonathan Li. Meski belum paham benar kepada dia harus melakukan semua itu, tetapi dia tidak memiliki pilihan lain.
Setiap hari, Jonathan Li mengunjungi Liu Lian dalam beberapa menit. Jonathan hanya melihatnya sebentar dengan tatapan dingin. Sangat jarang dia mau berbicara. Tatapan dinginnya penuh selidik dan menikam. Selalu membuat Liu Lian merasa takut dan terintimidasi.
Liu Lian mulai merasa bosan berhari-hari berbaring di tempat tidur. Ingin rasanya dia berjalan-jalan menghirup udara luar. Sayangnya, itu tidak bisa dia lakukan meski kondisi sudah membaik, bahkan hampir pulih. Kamarnya dijaga ketat oleh anak buah Jonathan Li selama 24 jam.
"Nona Liu, sebaiknya Anda patuh. Jangan berbuat macam-macam. Tuan Muda tidak akan senang melihat Anda, jika Anda bersikap sesuka hati," tegas Paman Wu.
"Paman Wu, saya hanya ingin berjalan-jalan sebentar. Saya tidak akan kabur kemana pun."
"Orang-orang yang mengejar Anda malam itu belum menyerah untuk menemukan Anda. Jika Anda mau tertangkap mereka, silahkan Anda berbuat sesuka hati. Tetapi Anda harus ingat, Anda berhutang nyawa hanya pada Tuan Muda Li. Lebih baik Anda memikirkan cara terbaik untuk membayar hutang tersebut. Selain itu, bukankah Anda tidak memiliki tempat tinggal lagi? Anda tentu tidak ingin kembali pada keluarga Anda, bukan?"
"Apakah Anda telah menyelidiki saya?" Liu Lian ingin memastikan.
"Apakah Anda masih memiliki pilihan lain selain setia pada Tuan Muda Li?" Paman Wu balik bertanya.
"Anda benar, saat ini saya tidak memiliki hak dan pilihan apapun, bahkan atas kehidupan saya sendiri." Lilian menyadari keadaannya.
"Itu lebih baik jika Anda tahu kondisi Anda sekarang."
"Tuan Wu, semua sudah kami selesaikan." Seorang pengawal memberi laporan. Entah tugas apa yang telah dia selesaikan.
"Bagus, siapkan mobilnya!"
"Baik, Tuan," ucap sang pengawal lalu beranjak pergi.
"Nona Liu, bersiaplah. Sekarang Anda bisa meninggalkan rumah sakit. Anda bisa mengikuti saya."
"Baik, Tuan. Tetapi kemana kita akan pergi? Apakah ke tempat Tuan Muda Li?"
"Anda akan tahu nanti, Nona Liu."
Akhirnya Liu Lian hanya bisa patuh. Dia menyadari, tak ada tempat lain baginya untuk berpijak. Pulang ke rumahnya sudah tidak mungkin. Ayah dan ibu tirinya pasti akan menyerahkannya pada Cong He. Pergi ke tempat lain, Liu Lian tidak memiliki tujuan. Selain itu, dia tidak memiliki uang sepeserpun.
Hutang Liu Lian pada Jonathan Li juga tidak terhingga. Bukan hanya nyawanya yang telah dia tolong malam itu, biaya rumah sakit pasti juga tidak sedikit. Semua itu pasti Jonathan Li yang melunasinya.
\*
Paman Wu membawa Liu Lian ke sebuah vila besar dan megah. Ada banyak pengawal yang menjaga vila itu. Liu Lian memperkirakan bahwa itu pasti kediaman Jonathan Li.
"Silahkan, Nona Liu. Anda bisa beristirahat di kamar ini. Tuan Muda masih ada urusan di luar kota. Nanti malam baru kembali," papar Paman Wu.
"Terima kasih Paman Wu."
"Apa Anda membutuhkan sesuatu?"
"Tidak, Paman."
"Baiklah, Nona. Saya permisi dulu. Jika Anda butuh sesuatu, Anda bisa memanggil saya. Saya ada di ruang baca. Ada di sebelah kamar ini."
"Saya mengerti. Sekali lagi, terima kasih, Paman Wu."
Paman Wu meninggalkan Liu Lian sendirian di kamarnya. Sebuah kamar besar yang nyaman. Liu Lian memeriksa kamar tersebut. Semua keperluannya sudah disediakan. Pakaian yang memenuhi almari, aksesoris dan alat rias, sepatu yang pas dengan ukurannya, juga tas-tas branded dengan harga yang tentu tidak murah.
Liu Lian membuka jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Udara sore yang segar menerpanya disertai lambai angin semilir. Dari tempatnya berdiri, Liu Lian bisa melihat indahnya taman di depan vila yang luas dan indah. Liu Lian terpesona dengan keindahan taman tersebut. Sejenak, dia lupa akan semua derita hidup yang dia jalani.
Terkadang, keindahan kecil memang mampu memberi perasaan besar. Seperti yang dialami Liu Lian saat ini. Merasakan terpaan angin dan melihat bunga yang bermekaran dari jarak cukup jauh sudah membuatnya bahagia. Sangat sederhana. Sayangnya, kebahagiaan yang sederhana ini, dulu tidak pernah bisa Liu Lian nikmati. Hidupnya sudah seperti di neraka semenjak ibunya meninggal dan dia harus tinggal bersama sang ayah. Artinya, dia juga harus hidup seatap dengan ibu dan saudara tirinya yang kejam.
Pada akhirnya, Liu Lian kembali disergap rasa bosan. Dia mencoba menemui Paman Wu dan meminta izin untuk berkeliling vila. Melihat-lihat keindahan vila milik Jonathan Li.
"Paman Wu, saya hanya bosan berada di kamar. Saya tidak akan kabur kemanapun. Saya tahu diri dan tahu balas budi pada orang yang menolong saya. Saya hanya ingin melihat-lihat vila ini. Bisakah Paman Wu mengizinkan saya?" pinta Liu Lian dengan hati-hati menyusun kalimat.
"Nona Liu, apa Anda masih berpikir bahwa Tuan Muda tidak mengizinkanmu keluar kamar waktu di rumah sakit karena takut Anda akan kabur? Hahaha ...." tawa Paman Wu mengudara. Liu Lian hanya bisa mengerutkan dahi.
"Nona, Tuan Muda Li bukan takut jika Anda kabur. Tetapi, Tuan muda lebih mencemaskan jika anak buah Cong He menemukan Anda dan mencelakai Anda. Vila ini dijaga ketat, jika Anda ingin melihat-lihat, Anda bisa melakukannya. Lagi pula, jika Anda ingin kabur dari tempat ini, mungkin hanya nyawa Anda yang bisa. Tubuh Anda tidak akan bisa meninggalkan tempat ini tanpa seijin Tuan Muda Li, hahahaha ..." tawa Paman Wu kembali pecah.
"Baiklah, Paman. Saya mengerti. Saya permisi dulu."
Liu Lian segera meninggalkan Paman Wu. Harinya begitu senang saat ini. Dia melangkah kaki menyusuri ruang-ruang dia vila Jonathan Li. Dia juga melihat bagian belakang vila. Ada kolam renang dan sepetak taman bunga yang tak kalah indah dari taman di depan. Seperti menghirup kebebasan, Liu Lian berlarian diantara bunga. Menari bersama kupu-kupu. Lalu mencumbui wangi bunga yang ada di depannya.
Perasaan bebas yang dimiliki Liu Lian membuatnya lupa waktu. Sore telah tergelincir. Kini, petang bersiap bertukar pekat malam. Liu Lian bergegas masuk ke vila. Dia tentu tidak akan menyangka, perasaan bebas nya akan segera berakhir. Hidupnya tidak akan seindah kepak sayap kupu-kupu yang bermain dengannya barusan.
Langkah kaki Liu Lian terhenti ketika secara tidak sengaja dia melihat sesosok patung di sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Dengan ragu, Liu Lian memasuki ruangan itu.
Liu Lian terperangah mana kala melihat sesosok patung tersebut dari dekat. Dia membekap mulutnya dengan mata melotot hendak meloncat dari kelopaknya. Wajah patung di depannya, sangat mirip dengan dirinya.
"Lancang sekali! Beraninya kau memasuki ruangan ini!" hardik Jonathan Li yang sudah berdiri di belakang Liu Lian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Udah Rehat
sak bab Yo dowo yuk
2020-12-29
0
Rahmat Soiku
Galak nyooo
2020-12-05
0
Nia
hayolohhh
2020-12-04
0