Jakarta, tahun 1990
Di suatu rumah gedung bertingkat, sangat mewah dan megah. Tinggal sepasang suami istri yang saling menyayangi, tapi sayang keduanya begitu sibuk dengan urusan masing-masing. Suami sibuk dengan bisnisnya dan sang istri terkadang menemani bisnis suami juga tapi lebih seringnya shopping-shopping dan arisan.
Dirumah yang besar itu, mereka tidak hanya tinggal berdua, ada orang lain asisten rumah tangga dan supir pribadi. Dua tahun menjalin hubungan suami istri, kini sang istri sedang mengandung buah cinta mereka. Tidak ada kebahagiaan lain yang melebihi kebahagiaan mendengar sang istri tercinta hamil. Namun, walaupun sang istri dalam kondisi hamil, suami masih saja sibuk dengan aktivitasnya di kantor tanpa mengurangi waktu sedikitpun untuk istrinya.
Di awal-awal kehamilannya, sang istri masih bisa ikut menemani pekerjaan suaminya. Tapi semenjak kehamilannya semakin membesar, dia lebih memilih untuk berada di rumah saja. Tiba-tiba sang istri yang bernama Wulandari merasakan kontraksi perut yang tidak biasanya.
Hari lahir anaknya sudah di prediksikan oleh dokter, tapi prediksinya masih 2 hari lagi.
Mungkin ini hanya sakit perut biasa, meskipun rasa sakitnya berbeda dari hari-hari biasanya. Dia mulai memegangi perutnya, rasanya sudah tidak karuan. Kepala juga terasa berat dan badan rasanya sakit semua. Wulandari akhirnya menyerah dan keluar dari kamar mencari asisten rumah tangganya, bi Sona. Mula-mula dia mencari bi Sona di dapur, tapi dia tidak menemukannya. Dia masih sanggup berjalan mencari keberadaan bi Sona sambil terus memegangi perut dan kepalanya.
Bi Sona ini kemana ya? di dapur tidak ada, di kamarnya juga tidak ada.
Dia melanjutkan lagi pencariannya ke setiap sudut ruangan itu. Tapi rasa sakit yang menyerangnya kini sudah tidak bisa di tahan lagi. Dia mulai berjalan meraba-raba dan tertatih. Merasa sakitnya semakin bertambah, dia mulai berteriak memanggil asisten rumah tangganya.
"Bi ... bi Sona ... Bibi ...!" teriak Wulandari ibu hamil yang sepertinya sudah waktunya mau melahirkan.
Sambil berjalan tertatih-tatih, Wulandari terus memegang perutnya dan berteriak memanggil pembantunya itu.
Tak lama kemudian Bibi Sona datang.
"Ya Allah Neng, Neng kenapa Neng?" tanya bi Sona.
Bi Sona terlihat panik melihat kejadian itu. Sambil memapah majikannya, Bi Sona terus menyebut nama Tuhannya.
Allahu Akbar ... Allahu Akbar ...
Wulandari semakin merasakan sakit yang luar biasa. Dia mulai susah untuk melangkahkan kakinya tapi tetap mencoba untuk melangkah keluar agar bisa segera ke rumah sakit.
"Cepat Bi, cepat bawa saya ke rumah sakit, sepertinya bayi ini sudah mau keluar, auwh ...." Wulandari memegangi perutnya dengan menahan rasa sakit.
Perjuangan untuk menjadi seorang ibu memang luar biasa, banyak rasa sakit yang harus di tahan demi lahirnya si buah hati. Buah cinta yang akan semakin mempererat hubungan suami istri dalam menjalankan bahtera rumah tangga.
Melihat kondisi majikannya yang semakin tidak berdaya itu, bi Sona memanggil supir pribadi keluar itu, Pakde Slamet. Tadi bi Sona melihat pakde Slamet sedang mencuci mobilnya.
Mungkin sekarang sudah selesai mencucinya, kalau pun belum selesai ya sudah tidak masalah, yang penting Nyonya bisa segera di bawa kerumah sakit.
"Pak Slamet ... Pak ...!" Teriak bi Sona sambil memapah majikannya keluar rumah.
Pak Slamet yang baru saja selesai mencuci mobilnya dan bersantai menikmati kopi, langsung meninggalkan kopinya itu. Pak Slamet dengan segera berlari menghampiri Wulandari dan bi Sona. Kaget bukan main, Pak Slamet langsung balik ke parkiran mobil dan menyalakan mobil. Menyetir mobil mendekati Wulandari dan bi Sona. Mereka membantu Nyonya nya masuk ke dalam mobil. Bi Sona ikut masuk ke dalam.
Kini Wulandari dan Bi Sona sudah di dalam mobil, Pak Slamet dengan gesit menyetater mobilnya dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tidak seperti biasa agar bisa cepat sampai ke rumah sakit.
Dalam keadaan menahan rasa sakit perut yang semakin menjadi-jadi, Wulandari masih bisa mengingat suaminya, Wicaksana. Dia menyuruh bi Sona mengambil ponsel di dalam tasnya dan menyuruh bi Sona untuk menghubungi suaminya.
"Bi, tolong Bibi hubungi suami saya, tolong ya bi cepat." pinta Wulandari.
"Iya, iya baik Neng" jawab Bi Sona.
Bi Sona mulai mencari nama tuannya di ponsel Wulandari. Tidak lama kemudian bi Sona mulai menelpon tuannya, berkali-kali mencoba menghubungi tapi tidak juga di angkat-angkat.
"Tidak ada jawaban." Kata bi Sona.
Wulandari mencoba menenangkan diri. Suaminya memang sangat fokus dalam urusan pekerjaan. Mungkin dia sedang ada rapat penting dan menaruh ponselnya di tempat lain.
"Coba lagi bi, coba bibi hubungi tuan lagi." Pinta Wulandari sekali lagi.
"Baik Bu." Jawab Bi Sona singkat.
Bi Sona mulai menghubungi tuannya lagi, tapi berkali-kali masih tetap sama saja, tidak ada jawaban.
Pakde Slamet berusaha untuk lebih menambah kecepatan, dia tidak ingin Nyonya nya terus merasa kesakitan. Sesekali dia melihatnya dari kaca mobil, melihat Wulandari yang menahan sakit. Wajahnya kini terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Tidak lama kemudian mereka akhirnya sampai di rumah sakit bersalin.
Sesampainya di rumah sakit, Wulandari langsung mendapatkan perawatan medis. Para tenaga medis itu sangat cekatan dalam memberi pelayanan terhadap pasien. Wulandari di baringkan pada tempat tidur beroda empat dan mereka mendorong masuk dengan penuh kehati-hatian menuju ruang bersalin. Tidak ada yang boleh masuk kecuali perawat dan dokter yang menangani.
"Tolong kalian tunggu di luar." pinta seorang perawat sambil menutup pintu ruangan itu.
Bi Sona & Pak Slamet terlihat kebingungan, mereka mondar-mandir di depan pintu ruangan itu. Bi Sona juga masih kebingungan dari tadi tuannya tidak bisa di hubungi. Walaupun dalan keadaan bimbang dan bingung tidak menentu, bi Sona mencoba untuk tenang.
Berbeda dengan bi Sona yang sudah mulai bisa tenang, pakde Slamet justru sebaliknya. Dia terlihat sangat mengkhawatirkan majikannya. Takut kenapa-kenapa karena tadi dia melihatnya begitu pucat dan kesakitan.
"Gimana ini Bi?" Pak Slamet memulai percakapan dengan bi Sona, dengan raut wajah yang sangat kebingungan.
Walaupun mereka hanya sebatas majikan dan asisten, tapi pakde Slamet sudah mengenal Wulandari sejak dia masih gadis. Dulu dia bekerja sebagai supir ayah Wulandari, sebelum kemudian dia di suruh majikan lamanya yang tidak lain adalah ayah Wulandari untuk ikut bersama Wulandari saja. Tetap manjadi supir nya Wulandari.
"Bi, gimana ini?" Pakde Slamet mengulangi pertanyaannya.
"Gimana apanya pak, saya juga bingung, kita do'akan saja Neng Wulan dan bayi nya baik-baik saja." bi Sona mencoba untuk tenang.
"Apa sudah ada kabar dari tuan Wicaksana?" tanya pakde Slamet.
"Belum." Bi Sona menggelengkan kepala.
Mereka terdiam di kursi tunggu, duduk dan menunggu kabar baik dari dokter. Dokter dan perawat masih belum ada juga yang keluar.
Tiba-tiba handphone Wulandari yang ada di genggaman Bi Sona itu berdering. Bi Sona melihat ada panggilan masuk.
"Pak Wicaksana." ucap bi Sona. Bi Sona melihat panggilan masuk di ponsel Nyonya nya bertuliskan suami.
Dengan cepat bi Sona menjawab panggilan masuk itu. Belum sempat mengucapkan salam, Wicaksana sudah lebih dulu menyapa melalui telepon tanpa mengetahui siapa yang mengangkat panggilan teleponnya itu.
"Hallo Sayang, ada apa?" Wicaksana langsung saja berkata seperti itu, dia tidak mengetahui kalau yang menerima dan menjawab telepon adalah pembantunya.
"Maaf tuan, ini saya bi Sona" jawab Bi Sona.
"Oh Bibi, kok handphone Wulan bisa ada sama Bibi? Wulan mana?" Wicaksana mulai bertanya-tanya dan sedikit cemas karena tidak biasanya ponsel istrinya di pegang oleh orang lain.
"Neng Wulan di rumah sakit tuan, Neng ...." bi Sona belum selesai menjawab pertanyaan tuannya, tapi tuannya sudah buru-buru memutuskan pembicaraannya.
"Di rumah sakit mana Bi?" Tanya Wicaksana dengan nada khawatir.
Bi Sona memberikan alamat rumah sakit dan dengan cepat Wicaksana langsung menuju ke alamat rumah sakit yang Bi Sona katakan tadi. Dia buru-buru keluar dari kantor menuju ke parkiran mobilnya, dia biasa menyetir mobilnya ke kantor sendiri. Dalam perjalanan, dia terus memikirkan istrinya, bagaimana kondisi istrinya.
Satu jam kemudian.
Wicaksana sudah sampai di parkiran rumah sakit, segera dia memarkirkan mobilnya dan berlari ke ruangan yang bi Sona katakan tadi di telepon. Wicaksana tidak bisa tenang, dia berlari agar bisa segera bertemu dengan istrinya, akhirnya dia sampai di depan ruang perawatan dan melihat bi Sona sedang duduk di kursi tunggu depan ruangan itu. Bi Sona yang melihat tuannya datang, seketika berdiri. Wicaksana juga berdiri dengab panik.
"Apa yang terjadi Bi?" tanya Wicaksana saat baru sampai di depan ruangan itu.
"Tidak tau tuan, sepertinya Neng Wulan mau melahirkan." jawab Bi Sona dengan nada gugup.
Wicaksana terlihat tidak tenang, dia mondar-mandir dan sesekali duduk.
Beberapa jam kemudian, dokter dari ruang bersalin keluar.
"Siapa keluarga pasien disini?" Tanya dokter berhijab itu.
"Saya suaminya Dok." jawab Wicaksana dengan cepat.
"Selamat Pak, bapak sekarang sudah menjadi seorang ayah." Dokter memberi ucapan selamat.
Bi Sona, Pakde Slamet dan terutama Wicaksana senang mendengar apa yang disampaikan oleh dokter.
"Bayinya perempuan, sehat dan cantik. Ibunya juga alhamdulillah selamat dan sehat, silahkan jika bapak ingin melihatnya." bu dokter mempersilahkan Wicaksana untuk melihat istri dan bayinya lalu pergi meninggalkan ruangan.
Wicaksana masuk ke dalam menemui istri tercintanya. Wulandari menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman penuh cinta dan kebahagiaan.
"Sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Wicaksana dengan lembut sembari mengecup kening istrinya.
"Aku baik-baik saja Sayang, terimakasih kamu sudah datang." jawab sang istri.
"Iya Sayang, aku langsung datang saat Bi Sona memberitahu kalo kamu di rumah sakit." Masih dengan suara lembut dan senyuman mesranya.
Mereka terlihat sangat bahagia dengan kehadiran buah hatinya. Wicaksana menggendong bayi yang baru saja lahir dengan penuh cinta dan kebahagiaan.
Sambil menggendong bayinya, Wicaksana menatap istrinya dan bertanya " Kamu sudah menyiapkan nama untuk anak kita belum Sayang?"
Istrinya menjawab "Nirmala, aku ingin anak kita ini diberi nama Nirmala."
"Itu nama yang bagus, aku setuju." Kata suaminya, masih dengan senyuman penuh mesra.
Setelah beberapa hari menginap dirumah sakit, akhirnya Wulandari sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah.
Semua keluarga dan bahkan asisten rumah tangganya sudah menunggu dan menyambut kedatangannya bersama putri kecilnya. Kebahagiaan terlihat jelas di mata mereka.
Kelahiran Nirmala membawa banyak kebahagiaan dalam rumah tangga Wicaksana dan Wulandari sekaligus menjadi tombak puncak kesuksesannya karena dengan lahirnya bayi perempuan berarti keinginannya untuk memperkuat perusahaannya semakin terbuka lebar.
Sebagai pengusaha yang kaya raya di kotanya, Wicaksana ingin merayakan pesta kelahiran putrinya sekaligus meresmikan pertunangan putrinya dengan Riko, anak rekan bisnisnya. Kebahagiaan terlihat jelas di mata mereka.
***
Tibalah saat pesta perayaan kelahiran Nirmala. Tak di sangka kalo pestanya akan semeriah ini. Wicaksana dan istrinya Wulandari mengucapkan banyak terimakasih kepada para tamu undangan yang sudah hadir dan ikut memeriahkan pestanya. Rekan bisnisnya pun hadir memberi selamat dan mereka bersulang karena dengan menyatukan anak mereka dalam sebuah ikatan pernikahan akan semakin memperkuat bisnis mereka.
Sayangnya, Riko tidak di ajak pada acara itu. Ayah Riko beranggapan bahwa Riko masih terlalu dini untuk mengetahuinya, sehingga cukup orang tua saja yang tahu. Lagipula Riko adalah anak yang penurut, dia pasti tidak akan menolak perjodohan ini jika pada saatnya nanti mereka menceritakannya. Begitu pun dengan orang tua Nirmala, mereka tidak akan menceritakan perihal perjodohan ini sebelum usia Nirmala menginjak 22 tahun. Mereka beranggapan bahwa Nirmala pasti akan mengerti dan bisa menerima keinginan orang tuanya. Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan ke depannya.
Di lain tempat, Nirmala yang tertidur pulas dalam ayunan mewah di jaga oleh Bi Sona, Bi Sona terlihat senyum-senyum sendiri.
Di tengah lamunan bi Sona, tetiba ada anak kecil yang menarik bajunya.
"Bi, boleh aku lihat adik bayinya?" tanya bocah lelaki itu.
"Tentu saja boleh, ayo ke sini." jawab bi Sona dengan lembut.
"Bayinya lucu dan cantik." kata bocah itu.
Anak kecil laki-laki itu merupakan anak dari salah satu rekan bisnis ayahnya Nirmala. Usianya sekitar 6 tahunan.
"Kamu juga tampan, lucu dan imut." Bi Sona membalas pujian anak kecil itu.
Anak itu hanya tertawa kecil "hehehe, siapa namanya Bi?"
"Namanya Nirmala," jawab bi Sona.
"Oh, namanya cantik seperti wajahnya," anak lelaki yang terlihat masih sangat polos itu berbicara seperti sudah dewasa saja.
Dia terus memandangi Nirmala dan sesekali mengajaknya bicara. Nirmala yang tadinya tertidur pulas kini terbangun, bayi mungil itu tidak menangis. Dia hanya mengedipkan mata dan menguap lalu tidur lagi.
"Bi, Nirmala tadi bangun, lucu sekali ya Bi?" bocah kecil itu terus saja mengajak bi Sona bicara. Bi Sona hanya membalas dengan senyuman.
Di tempat yang berbeda, semua orang sedang bersenang-senang menikmati makanan yang lezat dan lagu-lagu yang di bawakan oleh band-band ternama. Wicaksana adalah pengusaha kaya raya, untuk mengadakan pesta meriah seperti ini sangatlah kecil buat dia.
Seorang ibu muda berwajah oriental terlihat kebingungan di tengah pesta, rupanya dia sedang mencari anak laki-laki nya. Biasanya dia tidak seperti itu karena anak nya di jaga oleh baby sister, tapi hari ini dia ke pesta hanya bersama suaminya dan tentu saja dia tidak berani menanyakan keberadaan anaknya itu kepada suaminya. Dia khawatir jika suaminya sampai mengetahui anaknya tidak bersama ibunya, suaminya akan marah.
Ibu muda itu terus berjalan dan mencari anaknya ditengah keramaian, dia mencari ke depan rumah tapi tak mendapati apapun. Dia kemudian kembali ke dalam dan mencari ke area kolam renang barangkali putranya ada disana. Lagi-lagi dia tidak menemukan siapapun di sana. Lalu dia berjalan lagi menuju kerumunan, saat melewati sebuah ruangan, seorang anak berteriak "Mami!". Ibu muda itu menoleh dan menghampiri anak kecil itu.
"Ya ampun Kevin, mami mondar mandir kesana kemari mencari kamu, ayo kembali kesana." Ajak mami nya dengan nada yang agak kesal.
"Bye ... Nirmala ... sampai jumpa lagi ya." Anak kecil yang kini diketahui namanya itu adalah Kevin melambaikan tangan kepada Nirmala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
awesome ❤️❤️❤️
ijin promo thor 🙏
jgn lupa baca novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" 🍭🍭🍭
kisah cinta beda agama,
jgn lupa tinggalkan jejak dg like and comment ya 🙏😁
2020-10-30
0
IG. Siti. Rokhanah.562329
semangat thor......
2020-10-25
0
Hilda Lim
Wah Kevin dari kecil udah ketemu sama Nirmala ya, jangan sampai jagain jodoh orang ya Kevin.
2020-10-04
1