Pernikahan yang tak di inginkan Sakila, kini akhirnya terjadi juga. Bila kebanyakan pernikahan merupakan momen yang di tunggu-tunggu oleh setiap wanita, maka lain halnya dengan Sakila. Dia justru tak menyukai pernikahannya sendiri, dan mengutuknya. Bagaimana tidak, dia menikah dengan pria yang seharusnya menjadi Ayahnya. Namun, Sakila tak kuasa menolak itu semua. Jika tidak, dia akan kehilangan Ayah dan adiknya sekaligus. Dia menjadi korban ketamakan Ibu tirinya sendiri.
Reina membayar semua hutang Dinda dengan syarat agar wanita paruh baya itu mau menikahkan Sakila dengan Ayah mertuanya, yakni Alka Prayoga.
Pernikahan itu di gelar secara sederhana, meski di liput media. Namun, Reina menyuap seluruh media agar tak membocorkan indentitas Sakila yang sebenarnya.
Sungguh malang nasib Sakila. Dia harus mengorbankan masa mudanya demi keegoisan Ibu tirinya. Namun, Sakila tak ada pilihan lain. Dia harus menyelamatkan adik dan Ayahnya dari kekejaman Ibu tirinya sendiri. Entah itu merupakan gertakan sambal semata atau sungguh-sungguh, yang jelas Sakila sangat ketakutan dengan ancaman Dinda. Bila di lihat dari sorot matanya, Dinda tak main-main dengan ancamannya.
"Apakah kau sangat menikmati statusmu sebagai Nyonya Alka Prayoga sekarang?" tanya Alka yang sudah berada di belakang Sakila.
Sakila memutar tubuhnya hingga menghadap Alka.
"Apa maksud Anda?" tanya Sakila bingung.
"Bukankah gadis sepertimu menikahi pria kaya sepertiku demi harta? tidakkah kau merasa, bahwa seharusnya kau menjadi putriku? apakah harta sangat penting bagimu dari pada masa depanmu sendiri? mengapa kau menerima lamaran menantuku?" tanya Alka penuh selidik.
"Lalu bagaimana dengan Anda? mengapa Anda tidak mencegah menantu Anda untuk melamar saya? bukankah sebelum melamarku, menantu Anda meminta persetujuan dari Anda terlebih dahulu? apa tanggapan Anda kala itu? bukankah seharusnya Anda menolak pernikahan ini?" balas Sakila tak mau kalah, dan sukses membungkam mulut Alka. Pria itu tak menjawab ucapan Sakila. Dia hanya pergi meninggalkan wanita tersebut. Memang benarkan? seharusnya Alka mencegah menantunya untuk menjadikan Sakila sebagai Ibu mertua mereka.
"Mengapa Anda diam Paman?" tanya Sakila kemudian setelah tak mendapat jawaban dari pertanyaannya.
"Paman?" tanya Alka bingung.
"Iya Paman. Bukankah sebutan itu pantas untuk Anda, mengingat usia Paman yang sudah paruh baya."
Sumpah demi apapun, Alka merasa harga dirinya terluka. Ternyata dia bukan menikahi wanita mata duitan, melainkan gadis gila yang impulsif.
"Paman mau kemana?" tanya Sakila sekali lagi setelah melihat Alka ingin melangkah keluar kamar.
"Aku tidak ada waktu untuk menjawab pertanyaanmu itu!" tandas Alka penuh penekanan, sebelum akhirnya pria itu pergi meninggalkan Sakila yang masih mengenakan gaun pengantin.
"Dia kenapa? bukankah dia sendiri yang memulai tadi? lalu mengapa dia yang marah?" gumam Sakila.
Tak mau membuat suasana hatinya semakin buruk, Sakila pun mengganti gaun pengantin, lalu kemudian membersihkan diri.
Puas membersihkan diri, Sakila pun naik di atas ranjang, lalu kemudian tertidur pulas. Sakila baru saja memasuki alam mimpi. Dimana dia melihat Ibunya sedang tersenyum bahagia ketika melihat dirinya, tiba-tiba Alka masuk ke dalam kamar dan mendapati Sakila tertidur di atas ranjangnya bersama Indah Permatasari mendiang istrinya dahulu.
Alka menjadi murka. Dia menyiram wajah Sakila dengan air yang terdapat di atas nakas.
Byurrr!
"Aaakk--," teriak Sakila.
"Mengapa Paman menyiram wajahku? apakah aku ini tanaman?" tanya Sakila kesal sembari mengusap wajahnya yang basah.
"Berani sekali kau menyentuh tempat tidurku!" tandas Alka murka.
"Mengapa memangnya? bukankah kita sudah menikah? artinya ini adalah ranjangku juga," jawab Sakila tak mau kalah.
Alka menarik lengan Sakila sekuat tenaga, hingga wanita itu turun dari tempat tidur yang di perdebatkan keduanya.
"Ini bukan milikmu! tapi milik Indah istriku. Kau tak berhak tidur di atasnya! ingat! kau hanyalah sebatas mertua dari menantuku, bukan istriku! sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Indah," bentak Alka sembari mengempaskan tubuh Sakila.
Hati Sakila sakit dan terluka. Entah mengapa dia merasa sedih akan penolakan Alka terhadap dirinya. Bukankah mereka tak saling cinta? lalu mengapa Sakila harus merasa kecewa?
"Dan ingat satu hal, jangan pernah menyentuh barang-barangku atau barang Indah!" lanjut Alka kemudian.
Sakila tak menjawab ucapan Alka, dia hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan pria dingin tersebut.
Sakila merasa bingung harus tidur dimana. Tidur di lantai bukan pilihan yang tepat. Dia akan sakit perut karena masuk angin. Sementara Alka sudah mulai berbaring dan menutup mata, bersiap untuk tidur.
Merasa tak menemukan jawaban,Sakila pun bertanya pada Alka.
"Lalu aku tidur dimana? tidakkah Paman akan terlihat sangat jahat jika membiarkanku tidur di atas lantai? disini juga tidak ada kursi sofa. Paman juga bukan pria miskin yang tak memiliki sofa bukan?" tanya Sakila dengan suara lirih.
"Tidurlah di luar jendela kamar ini. Disana ada sebuah kursi yang bisa kau gunakan sebagai tempat tidurmu," jawab Alka.
"Di luar jendela? apakah aku harus tidur di luar?" tanya Sakila dengan raut wajah setengah takut. Ya, Sakila takut dengan kegelapan jika harus tidur di luar.
"Di balik jendela ini ada sebuah ruang kecil. Kau bisa gunakan itu sebagai kamar tidurmu. Kau tidak akan mati apa bila tidur di ruang itu. Bukankah kau terbiasa dengan tempat kecil? jadi jangan berlagak seperti orang kaya yang menginginkan tempat tidur yang luas," tandas Alka.
Sombong sekali pria ini. Haruskah dia menegaskan status sosial Sakila? ini hanya masalah tempat tidur. Mengapa status sosial harus di bawa-bawa? dasar pria menyebalkan.
"Baiklah, aku akan tidur disana," jawab Sakila akhirnya. Dia tak mau menanggapi ejekan Alka. Lagu pula, memang benarkan dia gadis miskin yang terbiasa dengan tempat kecil? lalu mengapa Sakila harus tersinggung?
Sakila menatap nanar tempat tidurnya. Tempat itu sangat tidak layak untuk di jadikan sebuah tempat untuk mengistirahatkan tubuh. Dimana ruang itu hanya terdapat satu sofa kecil yang berukuran panjang, dan sebuah ayunan.
"Paman ini sungguh pelit. Kalau dia tak mau tidur bersamaku, paling tidak dia memberiku tempat tidur yang layak. Aku harus tidur dimana sekarang? apakah di kursi mini ini? atau di atas ayunan yang talinya hampir putus? dasar Paman pelit!" cibir Sakila di penghujung kalimatnya.
Tak ada pilihan lain, untuk sementara waktu Sakila harus tidur di atas kursi mini. Besok pagi barulah dia menyulap ruangan sempit itu menjadi tempat yang layak untuk di tiduri.
To be continued.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokaatu. Hai readers, Novel ini sedang di revisi ulang ya? ceritanya berbeda dari sebelumnya. Semoga kalian suka.
Hargai aku lewat like dan vote ya. Terimakasih.
Happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Pipit Sopiah
lanjut
2023-04-29
1
Etik Waryati
penasaran oi
2022-03-10
0
Fatma Ningsih
ok aku fokus baca
2021-06-02
0