Setelah membersihkan rumah, aku pun istirahat. Ternyata sungguh lelah menjadi seorang Ibu mertua. Aku pikir menjadi seorang Nyonya di rumah mewah seperti ini hidupnya bahagia tanpa beban, atau tidak harus merasakan betapa lelahnya pekerjaan rumah. Tinggal petik jari, lalu pelayan akan datang. Namun, ternyata kehidupan seperti itu hanya ada dalam serial drama semata. Tak ada dalam kehidupan nyata.
Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku, hingga mataku mulai terlelap dan memasuki alam mimpi. Dalam alam mimpi tersebut aku melihat Ibu sedang bermain air. Aku bisa melihat betapa bahagianya Ibuku itu. Sungguh aku sangat merindukan sosok Ibu kandungku.
Masih terus bermain air di alam mimpi, hingga air itu aku rasa dalam dunia nyata.
"Aaakk--," teriakku.
"Mengapa Paman menyiramku?"
Ya, ternyata Paman Alka yang menyiramku, sehingga aku merasa air yang ada dalam mimpiku tadi, berada di dunia nyata.
"Aku sudah bilang padamu, jangan pernah sentuh barang-barangku! apa kau sudah lupa ha?!" teriak Alka.
Haruskah Paman ini berteriak begitu kencangnya? aku tidak tuli.
"Maafkan aku. Aku tidak sengaja tidur di tempat tidur ini. Tadi aku kelelahan habis membersihkan rumah," jawabku sungguh-sungguh.
"Aku tidak perduli kau kelelahan atau habis melakukan apa. Aku tidak mau kau menyentuh barangku lagi! apa kau paham?" bentak Alka sekali lagi.
"Oh ya ampun Paman. Mengapa berteriak? aku kan tidak tuli. Bicara pelan-pelan saja," gerutuku.
"Karena kau tidak bisa menerima pesan dalam nada pelan. Bukankah kemarin aku telah melarangmu untuk tidak menyentuh ranjang ini? tapi apa sekarang? kau menyentuhnya seolah ini adalah barangmu sendiri. Apakah di rumahmu tak ada ranjang sebesar ini sampai kau sangat menikmatinya?"
Sungguh terlalu. Kalimat Alka yang satu ini membuat harga diriku terluka. Tak mengapa dia menolak keberadaanku di rumah ini, tapi jangan pernah dia menyinggung tentang harga diriku.
Aku tahu, bahwa aku adalah orang miskin. Bahkan aku harus berbagi tempat tidur dengan adikku Aksat. Padahal aku adalah seorang wanita dan adikku seorang pria. Seharusnya kami tidur terpisah, tapi karena kondisi perekonomian kami tidaklah semewah Paman ini.
Aku tersenyum kecut pada Alka, merasa sakit tiada tara.
"Aku minta maaf karena dua kali menyentuh tempat tidur ini. Paman benar, aku tidak memiliki ranjang sebesar ini di rumah. Gadis miskin sepertiku mana punya ranjang besar?" lirihku sendu.
Hatiku benar-benar sakit karena kalimat Alka. Aku tidak pernah melupakan status sosialku meski menikah dengan orang kaya.
"Ah, ngomong-ngomong mengapa Paman bisa ada disini? maksudku kata Reina, Paman tidak biasa pulang makan siang di rumah. Lalu mengapa sekarang pulang?" tanyaku berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. Karena aku bisa melihat rasa bersalah di mata Alka untukku. Dia seperti mengasihani nasib malangku. Akan tetapi aku tidak suka di kasihani.
"Apa aku harus meminta izin dulu pada menantuku dan kamu untuk pulang ke rumahku sendiri?"
Sombong sekali! aku pikir dia akan meminta maaf padaku. Paling tidak dia menyesali ucapannya tadi.
"Bukan begitu, tapi aku tidak memasak untuk makan siang," terangku.
"Siapa yang menyuruhmu masak? kamu memasak pun aku tidak akan mau memakan masakanmu."
Sungguh menyebalkan! haruskah dia bersikap kasar seperti ini? dasar om-om menyebalkan!
"Lalu Paman mau makan apa? bukankah Paman pulang ke rumah untuk makan siang?" tanyaku kemudian.
"Apa penting untuk memberitahumu? sebaiknya kau pergilah dari sini! aku mau ganti baju dulu."
Apa hati pria ini terbuat dari batu? mengapa dia kasar sekali? dia tidak memiliki rasa simpatik sama sekali terhadap seorang wanita.
"Baiklah aku akan pergi, selamat berganti baju," ucapku ketus.
Sungguh Paman Alka menyebalkan. Dia selalu saja bersikap kasar padaku. Bahkan di hari pernikahan kami, dia sudah berani membentakku. Dasar pria kaya angkuh!
Tapi tunggu, mengapa aku merasa seperti tubuhku tertahan sesuatu? apakah Paman Alka menahan diriku? tapi mengapa?
Aku memutar tubuhku menghadap Paman Alka. Ternyata bajuku terkait pada sudut nakas. Aku pikir Paman Alka yang menghentikan langkahku.
Aku menarik bajuku dari sudut nakas tanpa memperdulikan tatapan Alka yang tak bersahabat. Lalu kemudian pergi meninggalkan Paman menyebalkan itu sendirian di dalam kamar.
**
Di ruang tamu, aku merasa bosan karena seharian berada di rumah. Biasanya aku menghabiskan waktu di restoran. Meski menggonta-ganti siaran TV, tapi tak ada yang berhasil membuatku terhibur.
Tak lama suara bel berbunyi, sepertinya ada tamu yang datang. Aku membuka pintu ruang tamu, dan melihat seseorang dengan sebuah kotak persegi empat. Dia adalah seorang kusir pizza.
"Maaf, Anda mencari siapa?" tanyaku.
"Maaf Nona, apa benar ini rumah Tuan Alka Prayoga?" balas pria tersebut.
"Iya betul."
"Saya membawa pesanan pizza Tuan Alka Nona. Tolong tanda tangan disini," jawab kusir pizza tersebut.
Setelah menandatangani slip, aku mengambil kotak itu dan meletakkan di atas meja makan. Aku membukanya dan ingin menyajikan di atas piring. Namun, sebelum itu paman Alka datang dan membentakku lagi. Paman ini suka sekali berteriak rupanya. Apa dia tidak capek berteriak terus?
"Berhenti sentuh milikku!" teriak Paman Alka.
Oh ayolah, ini hanyalah sebuah pizza yang di antar kusir tadi. Bukan dia yang membuat pizza ini.
"Aku hanya ingin membantu Anda untuk membuka kotak ini dan menyajikan di atas piring," jawabku.
"Apa aku butuh bantuanmu?"
Kasar sekali. Apa mata pelajaran Bahasa Indonesia Paman ini dulu bernilai nol? tidak sopan!
"Baiklah, aku tidak akan menyentuh apapun yang berhubungan dengan Anda, dan aku tidak akan pernah menawarkan bantuan apapun untuk Anda. Lagi pula, Anda bisa melakukan segalanya sendirian bukan? seperti yang biasa Anda lakukan selama ini sebagai seorang duda dua putra!"
Duar!
Datang dari mana keberanian itu? aku menjawab ucapan Paman Alka dengan satu kali tarikan nafas tanpa berpikir panjang. Mungkin aku sudah lelah di rendahkan terus menerus oleh Paman yang satu ini. Mungkin kalimatku kali ini melukai harga diri Paman Alka, tapi aku tak peduli.
Alka tak menjawabku, dia hanya berjalan menuju meja makan. Lalu kemudian...
Bug,
"Awww."
Alka tergelincir ke lantai, hingga pria itu kesulitan untuk bangun. Aku hanya melihatnya saja, tanpa berniat untuk membantu atau menawarkan bantuan. Sebenarnya aku merasa kasihan, tapi mengingat sifat angkuh pria itu, sepertinya Paman Alka tidak membutuhkan bantuanku.
"Mengapa cuma diam saja? bantu aku!"
Oh, jadi Paman ini membutuhkan bantuanku juga? tapi aku masih belum mau membantunya. Aku mau dia memintaku dengan tulus.
"Tunggu apa lagi? bantu aku! aku tidak bisa bangun. Sepertinya pinggangku patah."
"Apa? patah? baiklah, aku akan membantu Anda."
Dasar wanita tidak konsisten! mendengar kata patah saja aku sudah luluh dan berubah pikiran. Dasar payah. Lagi pula aku bukan seperti paman ini yang angkuh. Hatiku terbuat dari malaikat. Hehe.
Akhirnya aku membantu paman Alka untuk bangun dan membawanya ke kamar. Berat sekali badan pria ini
Apa dia makan tujuh kali dalam sehari? ototnya sangat besar. Untung kamar kami terletak di lantai bawah, jika letaknya di atas, maka aku tidak akan bisa membawa pria kekar ini ke dalam kamar.
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Etik Waryati
ternyata butuh bantuan jg si alka
2022-03-10
0
nengah suarni
kenapa bodoh sekali peran sakila memang dia ndak sekolah Thor ceritanya yang benar jangan halu
2021-06-05
1
Aninda Peto
gk capek apa teriak" hmmm
2021-05-11
3