Pagi itu Sekar bangun dengan punggung yang terasa sakit. Bagaimana tidak? Semalaman dia tidur meringkuk ala-ala udang di kursi dan bukannya di atas kasur. Sekar melihat ke sekelilingnya, di mana ini ya? Pikirnya. Oh iya... ini kan di rumah bu Maya dan sekarang dia adalah pembantu di rumah ini. Sekar bergegas merapikan isi kamarnya dan membuang semua bungkus jajanannya semalam. Ia menyambar baju di atas meja sekenanya dan segera mandi.
"Mulai dari mana ya?" Batin Sekar. Sekar memang sudah terbiasa bangun pagi. Biasanya sebelum ayam jantan berkokok pun, ibu atau romo sudah membangunkannya untuk sekedar mengasah ketrampilan bela diri atau lari pagi. Jadi cuma urusan bangun pagi seperti ini sudah bukan perkara baru baginya. Kepalanya seperti sudah punya alarm sendiri untuk selalu bangun lebih awal.
Sekar memasukkan semua pakaian kotor ke dalam mesin cuci dan mengoperasikannya. Setelah itu dia mencuci beras dan menyetel magicom. Sekar mencuci semua piring lalu memeriksa isi kulkas.
"Masak apa.. masak apa... masak apa sekarang. Sekarang masak apa.. masak apa... sekarang..." Senandungnya perlahan. Kalo di rumah mbak Sumi bikin apa ya buat sarapan. Nasi goreng, bubur ayam, soto ayam... ah soto ayam aja. Kebetulan aku juga lagi pengen sarapan soto ayam. Pikirnya mulai memutuskan. Untungnya kulkas itu penuh dengan bahan makanan yang dia butuhkan.
"Bikin soto ayam, perkedel, tempe goreng, sate telor puyuh, sambel tomat... aduh jadi ngiler sendiri." Ucapnya kegirangan. Tangannya yang terampil langsung sibuk meracik bahan-bahan makanan di hadapannya menjadi menu yang dia inginkan.
Aneh ya??? Kok sekar yang notabene anak dari pengusaha batik nomer satu di kotanya bisa masak dan terampil mengurus pekerjaan rumah? Ya kan? Ya kan?? Sebagai anak perempuan satu-satunya di dalam keluarga, ternyata tidak membuat gadis itu tumbuh jadi anak yang manja dan nggak bisa apa-apa. Justru karena dia anak perempuan satu-satunya makanya keluarga Permadi benar-benar mendidik dan mempersiapkan Sekar untuk jadi wanita yang mandiri dan berdisiplin tinggi. Walau pun nantinya dia bersekolah dan mendapat pendidikan yang tinggi atau pun pekerjaan yang mumpuni, keluarganya berharap Sekar tetap menjadi wanita yang sadar akan kodrat dan hakekatnya sebagai istri dan seorang ibu kelak nanti. Jadi sedari kecil Sekar memang sudah digembleng dan ditanamkan oleh orang tuanya. Bahwa seorang wanita itu harus pandai dalam 'TIGA UR'. SUMUR... DAPUR... dan KASUR. (Pekerjaan rumah tangga... memasak... dan urusan ranjang).
Sekar merasakan kepuasan tersendiri menatap hasil masakannya yang sudah terhidang di meja makan. Rasanya pengen cepet-cepet ambil piring, sendok nasi dan makan sebanyak-banyaknya. Tapi nafsu makannya yang sudah meletup-letup itu harus dia tahan mengingat ini bukan di rumahnya sendiri dan dia hanyalah pembantu disini.
" Sabar ya cing..." Ucapnya pelan sambil mengusap perutnya. Sekar melihat jam di dinding. Sudah pukul 06.00 tapi rumah ini masih sepi-sepi saja. Kalo di Jogja kondisi rumahnya sampai seperti ini, bisa-bisa romonya akan menyalakan mercon bumbung biar semua orang beraktifitas sebagaimana mestinya. Hihihi... Sekar tersenyum sendiri membayangkan romo dengan kostum rambo, kacamata hitam, membawa obor menyalakan mercon bumbungnya.
"Heh... ngapain cengar-cengir disitu!" Sebuah suara menerbangkan imajinasi Sekar. Ditolehnya... Braga!!! Braga menatap meja makan dengan wajah tak percaya. Air liurnya bahkan hampir menetes. "Ma... mama..." Teriaknya kemudian.
Bu Maya berlari tergopoh-gopoh dari kamarnya disusul Nayla dan Lando.
"Ada apa sih kak teriak-teriak." Ucap bu Maya panik.
"Wah ada yang ulang tahun nih... tumbenan sarapannya istimewa. Biasa juga cuma roti oles sama susu." Nayla ikut terpukau melihat hidangan di meja makan. Berbeda dengan Lando yang sudah duduk dan langsung memasukkan sate telur puyuh ke dalam mulutnya. Bu Maya menatap Sekar.
"Ini kamu yang masak, Sekar?" Tanya bu Maya tak percaya. Yang lain pun ikut menoleh ke arah Sekar.
"Eh... iya bu." Jawab Sekar kikuk. Apa aku masaknya kebanyakan ya? Biasanya di rumah juga nggak apa-apa masakan segitu. Itu juga nggak banyak. Biasanya masih ada bakwan, mendoan, tahu isi, nagasari, kue apem. Aduh jangan-jangan aku salah lagi. Jangan-jangan aku pemborosan. Pikir Sekar menebak-nebak. Wajahnya mulai pucat menahan rasa panik.
"Ternyata kamu pinter masak ya. Hmmm... baunya aja udah enak." Ucap bu Maya kemudian. Yang lain pun langsung duduk dan mengambil apa saja yang mereka inginkan. "Jujur aja Sekar... saya itu nggak bisa masak. Biasanya anak-anak cuma sarapan roti sama susu. Makan siang makan malam delivery order. Paling Braga tuh yang kadang suka sok-sok masak. Padahal rasanya juga nggak enak." Lanjut bu Maya yang dijawab cibiran dari mulut Braga. "Untung sekarang ada kamu." Dih... bu Maya mulutnya manis bener. Batin Sekar
"Lando... jangan dihabisin dong sate telurnya. Kakak juga mau!" Teriak Nayla pada Lando. " Kak... perkedelnya Nayla belum dapet, siniin..." Tambahnya ke arah Braga.
Sekar yang melihat kejadian itu masih tak percaya. Keluarga ini bener-bener deh ya. Katanya orang kaya tapi cara makannya bar-bar banget kayak setahun nggak dikasih makan. Sekar menelan ludahnya. Hey.. hey... kok itu mangkok tinggal kuahnya aja lauknya udah amblas semua. Aku kebagian apa???? Woy... aku makan apa??? Sekar hanya bisa berteriak dalam hati.
"Sekar ayo makan... jangan diem aja". Ucap bu Maya. Hah??? Makan apa??? Makan ati???
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Ari Hidayati
udah lama tu rumah dak ada irt??🤣🤣
2022-10-19
0
Riyanti
🤣🤣🤣🤣maksn ati plus jantung....iya jantungan kan mbk
2022-01-23
0
putri
ha..ha. ha..sekar keabisan deh
2021-05-21
0