"Mo... Romo... Sekar hilang!!!" Teriak seorang wanita berusia 45 tahun. Ibu Sri Wedari. Wanita itu nampak sangat panik berlarian kesana kemari mencari keberadaan suaminya.
"Bune.. bune.. ini kan sudah yang ke 28 kali nya anakmu wedok minggat dari rumah. (ini kan sudah ke 28 kalinya anak perempuanmu kabur dari rumah)." Sahut pak Surya Permadi santai sambil menyeruput kopinya. "Kok yo ndak apal-apal.. wes jarke mengko kan mulih dewe. (Kok ya nggak hafal-hafal... sudah biarkan nanti kan pulang sendiri)".
"Tapi mo... Sekar itu kan anak gadis kita satu-satunya. Kalo ada apa-apa gimana? Kalo diapa-apain orang di luar gimana?" Bu Sri masih dengan argumennya. Naluri keibuannya tetap khawatir mendapati anak gadisnya kembali kabur dari rumahnya.
"Anakmu itu titisane Gatotkaca bune.. Otot kawat tulang besi. Nggak akan kenapa-kenapa. Setan ora doyan demit ora ndulit. (Setan nggak doyan hantu juga nggak mau mendekat). Harusnya dulu pas lahir nggak tak kasih nama Sekar, salah aku. Kembang kok gak ono alus-alus e (Bunga kok nggak ada lemah lembutnya)".
"Romo ki kok malah ngajak guyon! (Bapak ki malah ngajak bercanda) Cari mo... cari..." Bu Sri yang panik semakin kesal dengan jawaban suaminya.
"Iyo.. iyo... lagian si Sumi ki kemana kok bisa lengah ngawasi Sekar. Kok bisa kecolongan lagi!"
"Nyuwun pangapunten ndoro... kulo tinggal dateng lepen sekedap mbak Sekar sampun mboten wonten ndoro! (Minta maaf tuan... saya tinggal ke toilet sebentar mbak Sekar sudah tidak ada tuan)" Jawab mbak Sumi dengan suara gemetar.
"Pancen welut anakmu kae bu!!! Lunyu! Angel dicekel. (Memang belut anakmu itu bu!!! Licin! Susah dipegang.)" Pak Permadi mulai sedikit terpancing dengan ulah anaknya.
"Piye iki mo... aduh sesek dadaku. (Gimana ini pak... aduh sesak dadaku)." Bu Sri terduduk sambil memegangi dadanya.
"Iso mati ngadeg ngopeni anakmu siji kui bune! Sabar... wes rasah dipikir mundak kumat penyakitmu. (Bisa mati berdiri ngurusi anakmu yang satu itu bu! Sabar... sudah jangan dipikirkan nanti kambuh penyakitmu)." Pak Permadi menenangkan istrinya.
"To.. Yanto...! Gowo bocah-bocahmu, golekono Sekar sak kecekele. Geret gowo mulih. Ojo wani mulih nek durung ketemu! (To.. Yanto...! Bawa anak buahmu cari Sekar sampai ketemu. Seret bawa pulang. Jangan berani pulang kalau belum ketemu." Perintah pak Permadi pada orang kepercayaannya.
"Yo ojo diseret to mo... (Ya jangan diseret dong pak...)" Pinta bu Sri.
"Hubungi Bayu sama Sagara suruh bantu cari adeknya." Tambah pak Permadi.
"Nggih pak. Sendiko dawuh. (Iya pak. Sesuai perintah)". Jawab pak Yanto.
"Seret jambak rambute! Nangis yo ben. Cah wedok kok pethakilan. Njaluk diajar. TUMAN!!! (Seret tarik rambutnya! Kalo nangis ya biarkan saja. Anak perempuan kok nggak bisa diatur. Minta diberi pelajaran. Kebiasaan!!!)" Lanjut pak Permadi emosi.
"Ojo to mo... (Jangan dong pak...)" Bela bu Sri.
***
"Mas bayu... tadi pakdhe Yanto telepon". Ucap Damai lemah lembut pada suaminya.
"Sekar lagi?" Jawab Bayu yang sudah bisa mengira-ngira kabar apa yang dibawa istrinya. Damai pun mengangguk pelan. "Bikin ulah apalagi anak itu. Aku juga salah terlalu memanjakannya." Tambahnya sambil geleng-geleng kepala. Bayu Adi Wicaksana. Anak sulung keluarga Permadi. Pewaris utama perusahaan batik nomer satu di Jogjakarta.
"Sekar itu masih muda mas, masih mencari jati dirinya. Sementara kalian terlalu mengekangnya. Selalu menganggapnya anak kecil." Jawab Damai memang yang paling memahami keinginan adik iparnya itu.
Bayu menatap lekat kedua mata istrinya. "Seandainya saja Sekar memiliki 10 persen saja sisi lembutmu yang... pasti akan lebih menenangkan hati seluruh keluarga." Bisiknya sambil memeluk istrinya. Sayangnya adeknya itu lebih mirip kuda lumping yang nggak pernah ada diamnya. Ucapnya dalam hati.
***
Sementara itu di sebuah apartemen mewah seorang laki-laki berusia 24 tahun tengah duduk mesra di sofa dengan seorang gadis di pangkuannya. Mulutnya sibuk menjelajahi bibir, leher dan dada si gadis yang mendesah penuh nikmat. Tangannya bergerilya menyusuri setiap lekuk yang ia inginkan.
"Saga... " Rintih gadis itu. Laki-laki itu semakin menggebu mendengar desahan demi desahan yang keluar dari mulut si gadis. Tangannya siap melucuti pakaian gadis itu ketika tiba-tiba...
Drt..drt...drt...
Diliriknya layar ponsel itu. Siapa yang sudah mengganggu kesenangannya? Gumamnya. MAHKAMAH AGUNG terpampang di layar ponselnya. Mati aku!!! Seketika dia mendorong gadis di pangkuannya dan segera menjauh menjawab panggilan itu.
"Dalem Romo...(Saya pak)" Ucapnya dengan segenap keberanian.
"..."
"Si.. sinau romo (Be..belajar pak)." Bibirnya mulai kelu menahan dusta.
"..."
"Sekarang romo???" Matanya terbelalak.
"..."
"Nggih romo... kulo padosi sak meniko (Iya pak... saya cari sekarang juga)" Jawabnya.
Tut..tut..tut... sambungan terputus. Nafasnya juga hampir putus.
Sagara Abhiyaksa. Putra kedua keluarga Permadi. Wajah rupawan ditambah tubuh menawan membuatnya jadi laki-laki idaman perempuan di sekelilingnya. Terlebih embel-embel nama besar keluarganya menjadi nilai plus plus plus untuknya. Dari penampilan luarnya nilainya numero uno. Tp kalau dikenali lebih dekat lagi...beuh... nol gede! Kuliah jurusan manajemen bisnis ambil S1 di salah satu universitas bergengsi di Jakarta tapi sudah enam tahun dan belum juga ada tanda-tanda akan menulis skripsi. Apartemennya dipenuhi dengan koleksi dvd film-film syur dan majalah dewasa. Sama sekali tidak mencerminkan bahwa ada darah ningrat yang mengalir di dalam tubuhnya. Sifatnya yang mencintai kebebasan sebelas dua belas dengan adik semata wayangnya. Sekar... ya Sekar... dan sekarang dia harus kembali terlibat karena ulah adik kecilnya itu.
"Awas kamu setan cilik!" Geramnya sambil meraih jaket dan kontak di atas meja.
"Saga..." Panggil gadis yang tadi menemaninya. Dia menoleh hampir saja dia melupakan ada makhluk itu di apartemennya.
"Loe pulang aja gue mau cabut." Jawabnya enteng keluar dari pintu apartemen meninggalkan gadis yang sudah berantakan itu dengan tatapan tak percaya.
***
Sekar mengusap peluhnya, memijit-mijit kakinya yang mulai pegal karena berjalan tanpa tujuan. Sekar mengendus-endus tubuhnya sendiri. Bau dan lengket sudah tak terelakkan lagi. Dari semenjak keluar dari rumahnya dia memang belum bersentuhan dengan air. Berjam-jam perjalanan Jogja - Jakarta ditambah muter-muter gak jelas seharian benar-benar membuatnya bau kambing.
Kemana lagi ini ya??? Tanyanya dalam hati. Tidur di penginapan sama dengan pemborosan. Tapi tidur di emperan juga dia nggak berani. Apalagi aku kalo tidur udah kayak orang mati. Kalo pas bangun-bangun terus ginjalku tinggal sebelah? Sekar bergidik ngeri dengan khayalannya sendiri. Kalo aku ke apartemen mas Gara... yang ada aku langsung dipaketin balik ke Jogja. Sia-sia dong perjuanganku sejauh ini. Aku cari mushola atau pom bensin aja deh sekalian mandi. Putusnya dalam hati
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Elza Yunita
seru thor nuansa jawanya oke....😍
2022-03-07
0
Riyanti
byuhh mbk...sampean niku anak juragan kok seneng dadi glandangan🤣🤣🤣🤣.wes anak 3wernone yo telu nggih to romo
2022-01-23
0
Lintang Maharani
lucu. banget aq suka
2021-02-05
0