“Kemasi barangmu! Kita pulang sekarang juga!” Ucap Ki Ageng Radjito pada Nyai Wulandari dengan nada tegas setengah memerintah.
“Apa maksudmu, Ki?” Saut Nyai Wulandari.
Yang ditanya tidak menjawab, tapi malah pergi meninggalkan Nyai Wulandari yang masih belum percaya dengan perkataan suaminya.
Dewi Astjarjana menghela nafas,
“Pergilah Ibu, temani Ayahanda… Nanda baik-baik saja…” Dewi Astjarjana memaksakan diri untuk tersenyum walaupun kesedihan kembali menjalar di relung hatinya.
“Pergilah Nyai, aku akan disini menemani Dewi.” Sambung Danastri meyakinkan Nyai Wulandari. Dewandaru pun mengangguk tanda setuju.
Senyum di bibir Dewi Astjarjana lebih mengembang. Hatinya benar-benar lega, ternyata mertuanya bersedia menemaninya. Bagaimanapun juga, dia masih membutuhkan dukungan semangat untuk menghadapi situasi ini.
Nyai Wulandari meninggalkan ruangan setelah mencium Dewi Astjarjana dan Danastri, serta berpamitan kepada Dewandaru.
Disusulnya suaminya yang kemungkinan besar pergi ke Griya Seroja, paviliun yang disediakan Elang Ganendra selama mereka berdua tinggal di kadipatenan tersebut.
Ki Ageng Radjito ternyata sudah mulai berkemas. Sebagian bajunya sudah dimasukkan ke dalam kotak peti besar yang dibawanya sejak dari Djawi Koelon.
“Haruskah seperti ini Ki? Tidak bisakah kita menunggu sampai Dewi sehat? Dewi Astjarjana anak kita Ki, dia butuh kita, terutama dalam situasi seperti ini."
Suara Nyai Wulandari sedikit bergetar menahan amarah sekaligus kecewa yang ia rasakan pada suaminya.
Ki Ageng Radjito sejenak menghentikan aktifitasnya. Ia memandang Nyai Wulandari dengan tajam.
“Tinggallah kalau kamu masih tidak punya malu untuk tinggal disini!” Ucapnya dalam.
“Kenapa harus malu? Ini takdir Ki. Kita tidak bisa menyalahkan Dewi, kita tidak bisa menyalahkan bayinya!”
Ki Ageng Radjito melanjutkan beberesnya. Mau tidak mau Nyai Wulandari juga ikut berkemas.
Nyai Wulandari hanya bisa pasrah mengikuti kehendak suaminya yang memang keras kepala. Suaminya bukan termasuk orang yang bisa ditolak keinginan ataupun perintahnya.
Selang beberapa lama, peti-peti barang sudah selesai dikemas.
Ki Ageng Radjito menyuruh pengawal dan kusirnya menaruh peti-peti itu ke dalam kereta kuda dan memerintahkan para pengawalnya untuk segera bersiap kembali pulang ke Djawi Koelon.
Walaupun terkejut, mereka tidak berani membantah perintah Ki Ageng Radjito dan bergegas menyiapkan diri.
Tak lama kemudian, mereka sudah siap karena barang bawaan mereka tidaklah banyak, hanya beberapa baju ganti yang bisa dibungkus dengan kain, tidak perlu membawa peti kayu besar seperti majikannya.
Mereka tidak membawa bekal meskipun mereka akan bepergian jauh kembali pulang ke tempat asal mereka.
Walau keras kepala, Ki Ageng Radjito bukanlah majikan yang pelit, apalagi Nyai Wulandari. Nyai Wulandari dan Ki Ageng Radjito menanggung segala keperluan mereka selama di perjalanann.
Itulah kenapa semua pegawainya adalah orang-orang lama yang sangat setia dan patuh kepada keluarga Radjito.
Bahkan, tidak sedikit juga yang sampai membawa anak turunnya untuk ikut bekerja pada keluarga konglomerat tersebut.
Nyai Wulandari berpamitan sekali lagi kepada Dewandaru, Danastri, dan Dewi Astjarjana.
Ternyata mereka masih di dalam kamar Griya Kenanga, di ruangan yang sama seperti saat Nyai Wulandari meninggalkan mereka.
“Aku akan berpamitan dengan Elang Ganendra.” Ucap Nyai Wulandari kepada Danastri.
“Mari, akan kutemani Nyai.”
Mereka berdua menyusuri koridor menuju ke Griya Asoka, tempat privasi Elang Ganendra yang tidak semua orang diperbolehkan masuk kecuali atas ijinnya.
“Tok tok tok….” Danastri mengetuk pintu paviliun tiga kali.
“Nanda Elang Ganendra, Ibumu, Nyai Wulandari mau berpamitan. Beliau akan pulang ke Djawi Koelon” Danastri mencoba memanggil anaknya.
Danastri memang tidak pernah membedakan kedudukan Nyai Wulandari dengan dirinya pada Dewi Astjarjana dan Elang Ganendra.
Baginya, pernikahan adalah penyatuan dua keluarga, Dewi Astjarjana adalah putrinya, dan Nyai Wulandari adalah Ibu Elang Ganendra.
“Tok tok tok…. Elang…. Buka pintunya...”
Hening, tak ada jawaban, seolah-olah tak ada penghuni di paviliun tersebut.
“Sudahnya Nyai, tak apa…. Sampaikan saja salamku pada Nanda…” Ucap Nyai Wulandari tak mau berlama-lama, membatalkan niat Danastri yang akan membuka paksa pintu paviliun tersebut.
Nyai Wulandari takut suaminya betul-betul meninggalkan dirinya.
Dalam keadaan seperti ini, tidak mungkin juga dirinya meminta antar pulang Dewi Astjarjana ataupun Elang Ganendra.
“Baiklah Nyai, aku minta maaf atas perbuatan tidak sopan Elang Ganendra. Aku dan suamiku akan menegurnya nanti.” Jawab Danastri.
Mereka bergegas menuju pelataran. Ki Ageng Radjito telah duduk di dalam kereta kuda pertama. Ia sama sekali tidak ingin mencari tau lagi keadaan apa yang telah terjadi di kadipatenan itu.
Ki Ageng Radjito tidak punya muka untuk berhadapan dengan Dewandaru maupun Elang Ganendra karena putrinya telah memberikan keturunan yang dianggapnya mempunyai cacat fisik, tidak sempurna seperti manusia pada umumnya.
Sementara itu, kereta kuda kedua diisi dengan peti barang milik Ki Ageng Radjito dan Nyai Wulandari.
Sais pun sudah bersiap diatas sadonya masing-masing.
Sekitar dua puluh penunggang kuda juga telah bersiap mengawal perjalanan Ki Ageng Radjito dan Nyai Wulandari kembali ke Djawi Koelon.
Setelah berpelukan dengan Danastri, Nyai Wulandari segera menyusul suaminya, masuk ke dalam kereta kuda pertama.
Ketika rombongan sudah mulai beranjak, Danastri melangkahkan kaki ke Griya Utama, meminta beberapa pelayan menyiapkan makanan, kereta kuda dan beberapa bingkisan untuk Mbok Esti.
Danastri berpikir bahwa Mbok Esti akan segera pulang juga setelah ini. Selain tugasnya memang sudah selesai, Mbok Esti juga sudah hampir empat bulan tinggal di kadipatenan ini.
Setelah memastikan pelayan mengerti dan menjalankan perintahnya, Danastri segera melangkahkan kaki, kembali ke Griya Kenanga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Putra_Andalas
knapa juga menyalahkan si Bayi...lah bapak e dwe ELANG..wajar toh punya sayap 😁
2024-10-11
0
Orang Baik
Ayah bermasalah.
2020-12-28
4
Anita Venter
Elang nggak gantung diri di dalam kamar kan? Tega bener jadi bapak.
#MemilihCinta
#ay_pumkin
2020-11-24
13