4. BAG[Pendekatan tak kasat mata]

...BAB 4-[Pendekatan tak kasat mata]...

..._MAKAN SEMANGKA MAKAN KEDONDONG...

...KALO SUKA NYATAIN DONG_...

"Cha tugas observasi praktek kita kerjain Sabtu sore aja ya, kalo nggak cukup biar bisa lanjut Minggu." Merasa namanya disebut, gadis itu menoleh menatap Elang bingung, lalu menoleh kearah ketiga temannya yang lain.

"Kok tanya pendapat gue doang, yang lain juga dong, setuju apa nggak." Sahut Ocha sedikit sebal. Moodnya sedang dalam skala yang rendah. Apalagi sejak putus.

Elang menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal, meringis menoleh menatap teman lainnya yang duduk memutar. "Gimana Dim, Sa, Vi? Setuju nggak?"

Dimas mengangguk santai, "Gue sih loss, every time oke. "

"Yoi gue juga." Balas Sasa dan Viga bersambung.

"Oke fiks, sepakat ya Sabtu sore, kumpul dimana nih?" Elang sebagai ketua kelompok meminta saran, kini langsung kepada teman lainnya tanpa menatap Ocha karena terlanjur malu.

"Taman kota aja, pas ditengah tengah gak terlalu jauh juga dari tujuan." Viga berpendapat.

"Setuju." Balas Sasa.

"Duain." Lanjut Dimas.

Elang menggaruk tengkuk sebelum menatap Ocha meminta pendapat, "Gimana Cha? "

Ocha mengangkat wajah, mengalihkan atensinya dari ponsel, sibuk ngestalk story mantan "Oke, gue setuju." Sambil menatap tanpa dosa temannya yang menunggu jawaban.

Elang segera mengakhiri perkumpulan rencana kelompoknya begitu sudah clear, setelah sebelumnya dia meminta maaf karena mengurangi waktu istirahat temannya.

Jam istirahat masih tiga puluh menit, mereka berpencar setelah mengembalikan tempat duduk seperti semula. Elang menoleh kearah Ocha yang tak bergeming sibuk memainkan ponsel. "Lo gak istirahat Cha?"

Ocha mendongak kaget melihat Elang masih dikelas, "Nggak, males gue. Lo sendiri, kok masih dikelas?"

Elang menarik kursi bangku depan Ocha, "Liat Lo males, jadi males juga." Jawabnya sambil nyengir.

"Dih, ikut ikut." Ocha pura pura sebal, tapi langsung tertawa begitu melihat lawannya tertawa. Ocha memasukkan ponselnya dikolong meja menghormati lawan bicara yang bercengkrama dengannya.

Cukup lama keduanya bercengkrama, terlihat asik dan menikmati, sampai sebuah suara merusak suasana. "Ochaa astoge, gue kira Lo hibernasi, ditungguin dari tadi dikantin gak nongol nongol, malah sibuk selingkuh, noh ditungguin bubu kesayangan Lo." Ocha meringis malu pada Elang, tuduhan Loli diambang pintu terdengar sampai seberang.

"Berisik Gege!!" Talita menabok punggung Loli cepat, merasa malu punya teman sepertinya. Ia menoleh menatap Reza yang masih berdiri tenang diambang pintu. "Masuk kak. "

Reza mengangguk, tersenyum pada kedua teman mantannya. Berjalan melewati keduanya menghampiri sang mantan disertai senyum yang dipaksakan. Sudah dua puluh menit dia berada didepan kelas Ocha, menunggu si empu keluar sambil menikmati obrolan keduanya. Sebenarnya tadi hampir saja dia menyerah berputar balik kembali kekelas, cemburu melihat kedekatan mereka yang tampak seru, tapi malah bertemu kedua teman sang mantan.

"Kok nggak ke kantin?" Reza menyerahkan sekotak susu coklat pada mantan, mengulas senyum.

"Males." Balasnya cuek. Elang yang ada didepannya merasa sedikit lega.

"Yah padahal kangen, dua hari gak ketemu bubu." Cowok itu memasang ekspresi nelangsa, Ocha hanya bisa menghela nafas mengatur detak jantungnya yang masih suka berdetak kencang saat bertemu kakak kelasnya itu, apalagi mendengar ungkapan kangennya. Sebenarnya Ocha juga kangen,tapi gimana dong dia lagi proses move on sengaja menghindar biar gak gagal move on nya.

"Apasih, garing banget."

Loli dan Talita saling tatap merasa tak percaya, masih memproses mencerna keadaan yang sedang terjadi, ada apa dengan temannya itu, apakah salah makan? Baru kali ini melihat pasangan yang paling adem ayem itu bertengkar, padahal selama 2 tahun berjalan keduanya tak pernah dalam kondisi seperti ini.

Keduanya terkikik , ternyata hubungan mereka bisa juga panas gini, biasanya aja pamer intuisi yang bikin iri.

"Bagus dong Bu, biar hubungan kita makin renyah." Balas Reza sambil nyengir.

Ocha merasa tiba-tiba dongkol melihat mantannya pamer gigi, ngapain sih makin kelihatan gingsulnya makin ganteng aja,ups. Apalagi panggilan bubu-nya masih berlaku, gak kuat Ocha kalo diginiin terus.

Suara bel masuk kelas berbunyi, Reza pamit kembali ke kelas tak lupa sebelum pergi mengingatkan untuk meminum susu pemberiannya dan mengacak gemas rambut Ocha tersenyum manis melihat raut kesal mantan. Ternyata hal itu dilihat seluruh teman sekelasnya yang sudah kembali alhasil suitan dan teriakan 'cie' tak terelakkan, Ocha hanya bisa menyembunyikan wajahnya ditas menahan malu dan senyum begitu melihat mantan hanya terkekeh dan berjalan santai keluar kelasnya.

Untung suasana tersebut tak terlalu lama, karena Pak Harto selalu guru matematika hadir dan suasana kelas kembali tenang.

...🌵🌵🌵...

Tak terasa hari cepat berlalu, sore nanti sekitar pukul tiga Ocha dan teman kelompoknya memulai observasi praktek dipusat pengrajin tembikar untuk tugas prakarya dan wirausaha, kali ini dia berpencar sendiri dari kedua sahabatnya, Lolita dan Talita, sedang keduanya satu kelompok. Padahal biasanya kalo ada tugas ketiganya kompak satu tim.

Usai berpamitan dengan sang Ummi yang sedang santai menikmati drakor didepan tivi, gadis yang mengenakan kemeja flanel kelelawar yang dipadukan dengan rok cargo segera berlalu mengendarai si_greenty nya.

Motor Scoopy berwarna hijau itu segera memakirkan diri begitu Ocha melihat temannya sudah berkumpul. "Sori, gue telat ya?"

"Santai, baru pada dateng kok." Sahut Elang cepat. Ocha menghembuskan nafas lega .

"Ye itu mah eluu, kalo kita mah udah dari tadi, sampe kemeng nih kaki, berdiri nungguin kalian." Balas Dimas yang diangguki Sasa dan Viga. Ocha yang merasa tak mau salah sendiri, memukul pelan Elang ikut menyalahkan. Sedang si empu malah nyengir tak berdosa.

Tak mau buang waktu mereka berlima segera meluncur ketempat kak Vega, owner of griya lempung. Ternyata pemilik bisnis yang lumayan menjanjikan ini seorang mahasiswa, waktu survei area yang dilakukan Dimas dan Elang_perwakilan sebagai cowok yang ada di kelompok_ keduanya sampai terkejut bukan main mengetahui pemiliknya setelah janji temu. Selain masih begitu muda ternyata kak Vega ini juga memiliki latar belakang pendidikan yang unik.

Setelah wawancara singkat mereka baru tahu kalo si owner sedang menempuh pendidikan di STAN sebagai CPNS ini yang membuatnya unik, tanpa basic seni rupa tapi berhasil membuat studio sanggar seni, katanya sih dimulai dari iseng.

Mereka berempat sudah memulai praktek membuat tembikar sedangkan Sasa bertugas merekam sebagai bukti yang nantinya dikumpulkan.

"Kak boleh tanya nggak?" Ocha memulai pembicaraan membuat suasana tak terlalu monoton. Kak Vega menoleh mengangguk sambil tersenyum.

"Katanya kakak buat studio ini iseng, isengnya sendiri apa ada partner?" Ocha bertanya sambil fokus mengaduk bahan agar takaran pas dan tembikar tidak pecah. Sesuai instruksi narasumber.

"Iya kak, kok bisa iseng sih? Gimana ceritanya coba?" Sahut Viga.

Ini kak Vega murah senyum banget sih dari tadi senyum terus, apa gitu ya kunci orang sukses diusia muda, harus sering nyengir biar duit mengalir. "Kalo buat iseng sih sendiri mulanya, tapi semakin kesini semakin banyak relasi isengnya." Tuh kan habis jawab kembali nyengir. Fiks itu pasti kuncinya.

Kini kak Vega menoleh kearah Viga yang berada disamping Ocha. "Iya, waktu dulu kakak semester satu pas main game gak sengaja lihat iklan lelang tembikar, dari sana kakak searching nominal tertinggi dan terkejut serta heran,"

"Masa tanah liat harganya se-fantastis itu, dari sana kakak mulai sadar kalo seni itu mahal lalu kepo dan sering buka tutorial membuat tembikar, jadilah seperti sekarang, " jelas cowok beda generasi itu.

"Emang berapa kak harga tertinggi?" Dimas mengalihkan atensinya pada narasumber.

"Kurang lebih sembilan ratus deh, dulu."

"Sembilan ratus ribu?" Viga menampol pipi Dimas, gemas dengan pertanyaan cowok itu. "Ya juta lah ege. Iya kan kak?" Tanya gadis itu meminta dukungan. Kak Vega hanya tersenyum sambil mengangguk melihat tingkah generasi zero dibawahnya itu.

Dimas mendelik begitu menyadari wajahnya kotor penuh lumpur. "Kotor bangsul!" Elang menoleh menatap Dimas mengulurkan tangannya ke wajah cowok itu.

"Sini gue bantu bersihin."

Dimas semakin mendelik sebal, menghempaskan tangan teman sampingnya, "Makin kotor tulul!!"

Mereka tertawa menikmati teater kecil Dimas.

Tak terasa waktu begitu cepat, ternyata tak perlu waktu lama untuk membuat tembikar, setelah jadi hasilnya harus dipanaskan diruang oven agar cepat mengeras.

Pukul setengah lima mereka izin keluar mencari masjid untuk menunaikan kewajiban, kak Vega setuju karena di studio ini memang tak ada tempat khusus untuk ibadah, awalnya ia menyuruh untuk ditempatnya saja, karena biasanya dia pun melaksanakannya disana tak sadar jika ada cewek yang butuh usaha lebih buat nutupin aurat, untung Ocha mengingatkan. Akhirnya mereka berlima pergi keluar. Tak tega jika harus membiarkan teman ceweknya pergi mencari masjid sendiri.

"Makan yang banyak Ocha." Elang memberikan ayam bakar suirnya ke mangkuk Ocha. Mereka berenam sedang menikmati mie ayam bakar, ditraktir kak Vega sebagai hadiah perkenalan. Awalnya mereka mau langsung pulang setelah hasil tembikar mereka jadi dan boleh dibawa pulang untuk kenangan, tapi begitu mendengar suara perut Ocha yang menggelar kak Vega melarang dan mengajak makan dulu sebelum pergi.

"Lo gak mau Lang?" Tanya Ocha heran melihat Elang memindahkan semua ayam ke mangkuknya.

Elang menggeleng, "Gak buat Lo aja." Jawabnya sambil tersenyum.

"Gue juga mau dong Lang, Ocha doang sih." Protes Sasa, menodongkan mangkuk ke Elang, meminta juga.

"Apasih Lo, ikutan aja. Biar Ocha lancar pertumbuhannya." Balas Elang, mendorong mangkuk Sasa.

"Ye, Ocha mah gak perlu Lo gituin udah lancar pertumbuhannya, kita nih yang perlu diperhatikan." Viga ikut menunjukkan tubuh bongsor seorang Ocha. Membandingkan dengan tubuh keduanya yang relatif kecil.

Ocha tersendak saking malunya, tangannya meminta sodoran air . Elang reflek langsung memberikan airnya tanpa pikir panjang.

"Gue jadi curiga kalo Elang sebenarnya ada rasa sama Ocha." Dimas dari tadi diam, sekali ngomong bikin orang kembali tersendak. Elang mengabaikan ucapan Dimas, sibuk mengulurkan tisu begitu melihat banyak air yang keluar dari hidung Ocha. "Hati hati Cha kalo makan."

"Yoi setuju gue, dari kemaren perasaan Ocha Mulu yang diutamain." Sasa melihat cekatannya Elang pada Ocha.

"Apaan sih kalian berisik banget, malu sama kak Vega." Balas Elang. Kak Vega hanya tersenyum.

"Lucu banget sih kalian. Kapan kapan main sini lagi ya." Kak Vega tertawa melihat tingkah mereka.

"Kakak ada pantun nih buat Elang," semua atensi berpindah ke kak Vega termasuk Ocha yang masih terbatuk sisa sendakan.

"Kok Elang doang sih kak." Protes Viga.

"Yaudah untuk kalian kalo gitu." Balas kak Vega tersenyum. "Makan semangka makan kedondong." Cowok itu memberi jeda pada sampirannya. Sasa dan Dimas paling semangat bilang "Cakep."

"KALO SUKA NYATAIN DONG!" Mereka berempat kompak tertawa, Ocha tak mengindahkan masih sibuk membersihkan bajunya yang basah sedangkan Elang paling ketara kalo salah tingkah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!