Hari yang menyakitkan

Rumah terlihat sepi ketika Rara pulang, hanya ada mbak Ipah yang membukakan pintu untuk Rara. Lampu di ruang keluarga sudah mati, sedangkan yang di ruang tamu, hanya disinari oleh lampu redup yang memang akan dibiarkan menyala sampai pagi.

“Kenapa telat banget pulangnya Non Rara, khawatir saya nungguin Non pulang,” mbak Ipah bertanya lembut.

“Tadi mobil aku mogok mbak, jadinya harus diperbaiki dulu, makanya telat aku pulangnya, oiya makasih mbak Ipah udah khawatirkan saya, di rumah ini cuma mbak lah yang peduli kalau saya pulang terlambat,” ucap Rara dengan senyum yang dipaksa, setelah itu ia berpamitan untuk menuju kamarnya di lantai dua.

Memang seperti itu kehidupan yang dilalui oleh seorang Amira Balqis, anak kedua dari tiga bersaudara, papanya seorang pensiunan General Manager dari sebuah perusahaan BUMN, sedangkan mamanya memiliki profesi sebagai seorang desainer pakaian sekaligus memiliki beberapa butik. Rara mempunyai seorang kakak perempuan yang bernama Aliya dan sudah menikah tapi masih tinggal di rumah ini, suaminya seorang pengusaha di bidang percetakan, sedangkan Aliya memiliki pekerjaan yang sama dengan sang mama. Rara juga memiliki seorang adik laki-laki yang berusia 5 tahun dibawahnya, Azka adiknya merupakan lulusan Teknik Sipil namun masih belum bekerja, lebih tepatnya sedang mencari pekerjaan yang sekiranya cocok untuknya.

Dari mereka bertiga, hanya Rara lah yang menjadi anak yang begitu kurang dalam mendapatkan kasih sayang orang tuanya, bukannya tidak sayang, namun hanya saja orang tuanya memang kurang peduli kepada Rara, dan itu tidak menjadi masalah besar untuk Rara, ia sudah terlalu bersahabat dengan ketidakadilan dalam keluarganya.

Begitu sampai di kamar, Rara langsung menuju kamar mandi, ia ingin berendam dengan air hangat untuk menghilangkan lelah di tubuhnya, dan beruntungnya besok adalah hari sabtu yang artinya Rara tidak perlu terbangun pagi untuk berangkat ke kantor.

Rara berendam lumayan lama, kini ia beranjak untuk tidur  ketika jam tepat menunjukkan pukul 01.06 dinihari. Tidak butuh waktu lama untuk terlelap disaat kondisi tubuh sudah sangat lelah seperti ini, bahkan Rara tertidur ketika ia tengah berselancar di sosial media.

***

Pagi harinya Rara terbangun ketika sinar matahari mulai mengusik lewat celah gorden kamarnya, ia membuka matanya dengan susah, sebenarnya ia masih sangat merasakan kantuk yang luar biasa pagi ini, dan membuatnya enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di samping tubuhnya, dan melihat jam di layar benda pipih itu yang sudah menunjukkan pukul 08.23 pagi.

Lebih dari setengah jam Rara masih bergelung di bawah selimutnya hingga akhirnya ia beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu turun ke lantai bawah, karena perutnya sudah terasa lapar dan harus segera di isi. Ketika ia menuruni tangga, ia melihat suasana rumah tetap terlihat sepi sama seperti kondisi ia pulang semalam, langkahnya terus tertuju ke arah meja makan namun ia tidak melihat makanan apapun disana, ia berinisiatif membuat roti panggang selai coklat untuk sarapannya yang sedikit terlambat ini.

“Loh non Rara ada di rumah, mbak Ipah pikir non ikut pergi sama yang lainnya tadi, sini non biar mbak bantu aja buat sarapannya,” ucap mbak Ipah tergopoh-gopoh berjalan dari arah laundry room.

“Gak papa mbak, aku bisa sendiri kok. Emangnya yang lain pada kemana mbak?” Tanya Rara heran.

“Kalau gak salah dengar sih katanya mau kumpul di rumah bu Ati non, ada acara keluarga katanya, tapi mbak kurang tau non acaranya apa,” mbak Ipah menjawab dengan sedikit perasaan tidak enak, ia merasa kasihan melihat Rara yang begitu diabaikan oleh keluarganya.

Rara hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali, ia tidak tahu apa-apa tentang acara apa yang di maksud oleh mbak Ipah di rumah tante Ati, dan ia juga merasa tidak penting untuk mengetahui hal itu, lebih baik ia menghabiskan sarapan rotinya dan menikmati weekend nya dengan tenang.

“Mbak Ipah kenapa liatin aku kayak gitu?” Rara bertanya dengan nada heran ketika melihat tatapan berkaca-kaca mbak Ipah yang tertuju ke arahnya.

“Mbak Ipah boleh meluk non Rara gak?” Tanya mbak Ipah, kini air matanya sudah hampir berjatuhan, masih dengan perasaan aneh Rara mengangguk pertanda mengizinkan mbak Ipah untuk memeluknya.

“Non Rara harus tetap kuat ya, jangan pernah bersedih seorang diri, mbak harus selalu ceria ya,” mbak Ipah meracau ketika masih berpelukan erat dengan Rara.

“Mbak Ipah kenapa, kenapa nangis gini?” Rara masih belum mengerti apa maksud dari perkataan mbak Ipah.

“Mbak Ipah sedih ngeliat non Rara di perlakukan kayak gini oleh keluarga non sendiri,” air mata mbak Ipak semakin deras mengalir.

“Aku gapapa loh mbak, udah biasa juga kan diginiin, jadinya udah kebal aku mbak kalau gak di anggap gini, udah mbak gak usah nangisin aku, nanti aku ikutan nangis, kan gak lucu kita nangis berdua disini,” Rara mencoba menenangkan perasaannya yang sebenarnya sedang kacau ketika melihat mbak Ipah yang menangisi nasib Rara, namun Rara harus tetap terlihat kuat walaupun sebenarnya ia benar-benar merasa sedih saat ini.

“Ipah kamu kenapa nangis gini?” Suara mbak Eli mengejutkan mereka berdua, mbak Eli dan mbak Ipah adalah asisten rumah tangga di kediaman orang tua Rara ini.

“Mbak Ipah kangen orang tuanya mbak,” jawab Rara asal, dan membuat mbak Eli hanya mengangguk. Obrolan mereka bertiga terganggu karena suara nada dering dari ponsel Rara, yang ternyata mendapat panggilan telepon dari Gita.

“Halo Git,” ucap Rara.

“Halo Ra, eh lu dimana?” Tanya Gita.

“Di rumah, kenapa memangnya?” 

“Lu gak ke rumah tante Ati kan?” Gita kembali bertanya.

“Enggak, memangnya ada acara apaan disana?” Rara bertanya karena memang ia tidak tahu apa-apa tentang acara yang diadakan di rumah tantenya itu.

“Si Tasya tunangan, gue cuma mau mastiin lu gak datang, karena kalau lu datang lu pasti cuma bakal dapat sakit hati doang disana,” ucap Gita dan Rara hanya terdiam tidak menanggapi apapun. Satu hal yang disadarinya adalah, betapa tidak dianggapnya ia dalam keluarga ini, ia benar-benar seperti orang asing disini.

Lama Rara merenung untuk sekedar mengingat apakah ia pernah melakukan dosa besar dalam keluarga ini, sehingga ia menjadi tidak di senangi seperti ini oleh keluarganya sendiri.  Rara tersentak dari lamunannya ketika Gita berteriak di ujung telpon sana.

“Sorry Git, lu ngomong apa barusan?” Tanya Rara cepat.

“Lu bengong nih pasti, gue ngomong gak di dengar, gue ngajak lu untuk duduk di cafe Nona, yok buruan!” Ajak Gita, dan langsung di iyakan oleh Rara, dan meminta izin untuk bersiap-siap lebih dahulu.

*** 

Mereka sudah berkumpul di cafe Nona, dan sedang menikmati makan siang. Sejak tadi mulut ketiganya tidak pernah berhenti mengunyah dan berceloteh, entah apa saja yang sudah mereka bahas sejak setengah jam yang lalu itu.

“Eh Ra, kata bang Adit semalam mobil lu mogok di jalan pintas yang menuju rumah lu itu ya?” Tanya Nona.

“Iya Non, untung ada bang Adit dan temannya lewat dan bantuin gue, kalau kagak udah pasti gue nangis disitu Non, mana lumayan sepi lagi,” jawab Rara sambil mengaduk jus mangga nya.

“Bang Revan ya yang perbaiki mobil lu?” Nona kembali bertanya, dan mendapat anggukan dari Rara.

“Ciye ciye,” ucap Gita semangat, dan Rara hanya mendelik ke arah Gita.

“Ra, gue mau bilang sesuatu sama lu, tapi sebelumnya gue minta maaf dulu, karena gue ngerasa gak enak sama lu,” ucap Nona dengan intonasi suara yang sangat jauh berbeda.

“Kenapa Non, lu minta maaf kenapa?” Rara bertanya dengan raut wajah heran.

“Gue minta maaf karena pernah berniat mau nyomblangin lu sama bang Revan, tapi ternyata dia udah punya tunangan dan dua bulan lagi mau nikah, gue baru tau semalam dari bang Adit,” Nona menatap getir ke arah Rara yang tidak menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya, sedangkan Gita tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya yang luar biasa. Hari ini adalah hari yang menyakitkan bagi Rara.

Terpopuler

Comments

Yani

Yani

Yang sabar ya Ra aku pernah ko di posisi kamu

2024-10-26

0

Tri Handayani

Tri Handayani

kasihan sekali kamu rara'pasti sakit dan kecewa berada d posisi kamu,q jg tadinya berharap kamu berjodoh dgn revan ternyta tdk,semoga kamu cpt bertemu jodohmu Ra'

2024-10-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!