Perpisahan

Suara tepuk tangan riuh memenuhi ruangan ketika kepala sekolah memanggil nama setiap siswa untuk menerima ijazah. Ketika nama Lily disebut, ia berdiri dengan bangga. Dengan langkah mantap, ia berjalan menuju panggung, menerima sertifikat kelulusannya dari kepala sekolah sambil tersenyum lebar. Saat itu, ia merasa semua perjuangan dan usaha selama ini akhirnya terbayar.

Setelah semua nama dipanggil, acara kelulusan berlanjut dengan berbagai pidato dari guru dan perwakilan siswa. Namun, pikiran Lily terus melayang pada kenyataan bahwa ia akan meninggalkan banyak hal di sini—teman-teman, kenangan masa SMA, dan terutama kota ini yang selama bertahun-tahun menjadi bagian dari hidupnya. Meski ada semangat baru menyambut kehidupan di Jakarta, perasaan untuk berpisah dari Surabaya tetap membebani hatinya.

Setelah upacara selesai, Lily keluar dari aula bersama teman-temannya. Mereka tertawa, berfoto bersama, dan saling bercanda, seolah ingin mengabadikan setiap momen terakhir bersama. Salah satu teman terdekatnya, Alya, merangkul bahunya erat.

"Lily, aku masih nggak percaya kamu bakal pindah ke Jakarta," ucap Alya dengan nada sedikit sedih. "Kita udah bertahun-tahun bareng, dan sekarang kamu beneran pergi."

Lily tersenyum tipis, meski hatinya ikut berat. "Aku juga nggak percaya, Alya. Rasanya aneh banget harus ninggalin semua di sini. Tapi ini mimpi aku, dan aku harus kejar itu."

Alya mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Aku paham, Lil. Kamu pasti akan sukses di sana. Tapi kita semua bakal kangen banget sama kamu."

Lily memeluk Alya erat-erat, merasakan getaran emosi yang sama. "Aku juga akan kangen kalian semua. Tapi kita nggak benar-benar berpisah, kan? Sekarang ada internet, kita bisa video call kapan saja. Aku pasti sering cerita tentang kehidupan di Jakarta."

Setelah berpelukan dengan Alya, Lily menemui teman-teman lainnya. Satu per satu, ia berpamitan dengan senyum dan pelukan hangat. Meski mereka semua mencoba tertawa dan bersikap riang, ada rasa sedih yang tak bisa disembunyikan. Ini bukan hanya sekadar kelulusan dari sekolah, tetapi juga perpisahan dari sebuah kehidupan yang sudah sangat familiar.

Di sudut aula, Lily melihat Dita dan Siska, dua temannya yang selalu ada di sampingnya selama masa SMA. Mereka bertiga sering menghabiskan waktu bersama, belajar untuk ujian, atau sekadar nongkrong di kafe setelah pulang sekolah. Kini, saat-saat itu hanya akan menjadi kenangan.

"Lily," panggil Dita dengan suara pelan. "Kamu beneran pindah ya? Serius nih?"

Lily mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, Dit. Aku nggak nyangka bakal secepat ini, tapi keluarga aku udah siap untuk pindah. Jakarta, di sini aku datang!"

Siska, yang biasanya cerewet, hanya bisa tersenyum sambil menahan air mata. "Kita bakal kangen suara cempreng kamu tiap pagi di kelas."

Tawa Lily pecah mendengar komentar itu. Ia merangkul kedua temannya sekaligus. "Aku juga bakal kangen kalian. Tapi ini bukan akhir dari persahabatan kita, kan? Kita pasti akan ketemu lagi suatu hari nanti."

Sisa hari itu dihabiskan dengan banyak tawa, tangisan, dan foto-foto kenangan. Lily berusaha menyerap setiap momen, mengingatkan dirinya bahwa meski ia akan meninggalkan Surabaya, tempat ini akan selalu menjadi bagian dari siapa dirinya. Dalam hati, ia berjanji akan kembali suatu hari, meski untuk sementara waktu, hidupnya akan dimulai di tempat yang baru.

Setelah semua teman-temannya mulai pulang satu per satu, Lily duduk di bangku taman sekolah yang sepi. Ia menatap gedung sekolah yang sudah menjadi bagian dari hidupnya selama tiga tahun terakhir. Tempat ini menyimpan banyak kenangan—pelajaran yang ia pelajari, guru-guru yang selalu membimbingnya, dan tentu saja, teman-teman yang telah menjadi keluarganya.

Di sela-sela lamunannya, ponsel Lily bergetar. Ia meraih ponselnya dan melihat pesan dari ibunya.

"Lily, sudah selesai? Kami sudah di depan gerbang sekolah. Mau jemput kamu pulang."

Lily tersenyum membaca pesan itu. Orang tuanya selalu ada untuk mendukungnya, dan sekarang mereka bahkan rela pindah ke Jakarta demi memastikan dirinya bisa meraih mimpinya dengan tenang.

Dengan langkah perlahan, Lily berjalan menuju gerbang sekolah. Di sana, ia melihat mobil keluarga yang sudah menunggunya. Ibunya, Bu Santi, duduk di kursi depan, melambaikan tangan dengan senyum lembut. Ayahnya, Pak Andi, berada di kursi pengemudi, menatapnya dengan bangga.

Lily masuk ke dalam mobil dan menghela napas panjang. "Sudah selesai, Bu, Pak. Rasanya aneh, tapi juga lega."

Bu Santi menoleh ke arah anaknya dengan senyum hangat. "Semua akan baik-baik saja, Nak. Ini hanya awal dari perjalanan barumu."

Pak Andi menepuk bahu Lily dari kursi depannya. "Ayah bangga padamu. Kamu sudah menyelesaikan sekolah dengan baik, dan sekarang kita akan memulai hidup baru di Jakarta."

Lily tersenyum dan mengangguk. "Iya, Pak. Aku juga nggak sabar untuk memulai semuanya di sana."

Mobil pun melaju perlahan meninggalkan gerbang sekolah, meninggalkan tempat yang penuh kenangan di belakang. Tapi bagi Lily, ini bukan perpisahan, melainkan awal dari babak baru yang penuh dengan tantangan dan kesempatan. Di dalam hatinya, meski perpisahan dengan teman-temannya terasa berat, ia tahu bahwa mereka akan selalu menjadi bagian dari hidupnya, dan mungkin suatu hari nanti, jalan mereka akan bersilangan kembali.

Dalam perjalanan menuju rumah, Lily tak bisa berhenti memikirkan masa depan yang menunggunya di Jakarta. Kota besar itu penuh dengan kemungkinan yang tak terduga, dan ia siap untuk menghadapi semuanya. Namun, ada satu hal yang ia tidak duga di kota itu, ia akan kembali dipertemukan dengan bagian dari masa lalunya yang selama ini hanya menjadi kenangan.

***

Hari kepindahan pun tiba. Sejak pagi, rumah Lily terasa lebih sepi dan sunyi dari biasanya. Hanya ada koper-koper yang tersusun rapi di depan pintu, menunggu untuk dibawa ke bandara. Barang-barang lain yang lebih besar—furnitur, peralatan rumah tangga, dan berbagai benda kenangan—akan dikirim menyusul dengan truk pengiriman yang akan tiba beberapa hari setelah mereka sampai di Jakarta.

Lily berdiri di depan pintu rumahnya di Surabaya, menatap setiap sudut yang pernah menjadi bagian dari kehidupannya. Ia menarik napas panjang, menyadari bahwa ini mungkin terakhir kalinya ia melihat tempat ini sebelum pindah ke kota yang sama sekali berbeda. Rumah yang penuh dengan kenangan masa kecilnya, di mana tawa, tangis, dan kebahagiaan pernah tercipta, kini akan ditinggalkan.

"Sudah siap, Lil?" tanya Pak Andi, ayahnya, yang sudah menunggu di dekat mobil.

Lily mengangguk pelan, lalu menghela napas. "Iya, Pak. Hanya merasa sedikit aneh. Rasanya masih belum siap ninggalin semua ini."

Bu Santi, yang juga sudah bersiap dengan tas jinjing di tangannya, tersenyum lembut. "Aku tahu perasaanmu, Nak. Tapi ini bukan perpisahan yang menyedihkan. Ini adalah langkah awal menuju masa depan yang baru, tempat di mana kamu akan mengejar mimpi-mimpimu."

Mendengar kata-kata ibunya, Lily merasa sedikit lebih tenang. Ia tersenyum tipis lalu melangkah ke mobil keluarga yang akan membawa mereka ke bandara.

Episodes
1 Awal Persahabatan
2 Keinginan yang terpendam
3 Perpisahan
4 Kepindahan
5 Mengurai kenangan yang tersembunyi
6 Langkah Pertama
7 Perjalanan Ke Mall
8 Memulai langkah baru
9 Perasaan yang sangat menguat
10 Grup Chat Misterius
11 Ospek
12 Peringatan Dari Ezra
13 Pengakuan Radit
14 Keputusan Hati
15 Hari Pertama Kuliah
16 Hubungan Toxic
17 Tugas bantuan
18 Jaga Jarak
19 Ragu
20 Red Flag
21 Keputusan yang sulit
22 Kebohongan
23 Keputusan Yang Berat
24 Menjauh
25 Sulit di hindari
26 Cinta yang tak terbalas
27 Curahan hati Ezra
28 Harapan yang mulai tumbuh
29 Ada apa dengan Ezra
30 Aldo, Mahasiswa pindahan
31 Tidak harusnya seperti ini
32 Melisa menjauh
33 Jarak yang Kian Membentang
34 Rencana Liburan
35 Nadia datang
36 Kenyataan yang menyakitkan
37 Luka yang tidak terucap
38 Haruskah Melupakanya?
39 Tidak terbendung
40 Pertunangan Ezra
41 Tidak ada harapan?
42 Menolak
43 Semakin rumit
44 Terbawa Arus
45 Ciuman tidak terduga
46 Hukuman
47 Kegelisahan Ezra
48 Lily berusaha berdamai
49 Ajakan liburan semester
50 Perjalanan canggung
51 Kesempatan
52 Apa terbalaskan?
53 Bersama keluarga Melisa
54 Tenggelam
55 Gejolak
56 Curahan
57 Tidak boleh seperti in
58 Tidak tertahankan
59 Php
60 Kejujuran?
61 Ada yang tersakiti
62 Kepastian ?
63 Berkunjung ke kost lily
64 Kegelisahan
65 Pelampiasan
66 Prustasi
67 Orang Baru?
68 Bertemu teman lama
69 Teman Ibu
70 Kecelakaan
71 Kecemasan
72 Rasa Bersalah
73 Kesempatan bertemu
74 Tidak Terduga
75 Di antar Ryu
76 Kerinduan
77 Mengalah
78 Permohonan
79 Perhatian Teman
80 Lily sakit
81 Menghindar
82 keresahan
83 Meminta Pendapat
84 Perhatian Ryu
85 Rasa penasaran
86 Curhat
87 Kekecewaan Nadia
88 Di sia siakan
89 Niatan baik
90 Kerinduan melisa
91 Pembelaan
92 Pengakuan
93 Kebohongan yang menghantui
94 Perjodohan Ryu
95 Keputusan mendadak
96 Persiapan Pertunangan
97 Hari pertunangnan
98 Semua Kecewa
99 Amarah Ibu santi
100 Keyakinan
101 Tantangan
102 Penyemangat
103 Terus Di salahkan
104 Begitu Sulit
105 Insecure
106 Terlalu Cepat
107 Kepergian Tanpa Pamit
108 Luka yang Mendalam
109 Tolong Dengarkan Aku
110 Apa Aku Salaah?
111 Keraguan Hati
112 Sidang Skripsi
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Awal Persahabatan
2
Keinginan yang terpendam
3
Perpisahan
4
Kepindahan
5
Mengurai kenangan yang tersembunyi
6
Langkah Pertama
7
Perjalanan Ke Mall
8
Memulai langkah baru
9
Perasaan yang sangat menguat
10
Grup Chat Misterius
11
Ospek
12
Peringatan Dari Ezra
13
Pengakuan Radit
14
Keputusan Hati
15
Hari Pertama Kuliah
16
Hubungan Toxic
17
Tugas bantuan
18
Jaga Jarak
19
Ragu
20
Red Flag
21
Keputusan yang sulit
22
Kebohongan
23
Keputusan Yang Berat
24
Menjauh
25
Sulit di hindari
26
Cinta yang tak terbalas
27
Curahan hati Ezra
28
Harapan yang mulai tumbuh
29
Ada apa dengan Ezra
30
Aldo, Mahasiswa pindahan
31
Tidak harusnya seperti ini
32
Melisa menjauh
33
Jarak yang Kian Membentang
34
Rencana Liburan
35
Nadia datang
36
Kenyataan yang menyakitkan
37
Luka yang tidak terucap
38
Haruskah Melupakanya?
39
Tidak terbendung
40
Pertunangan Ezra
41
Tidak ada harapan?
42
Menolak
43
Semakin rumit
44
Terbawa Arus
45
Ciuman tidak terduga
46
Hukuman
47
Kegelisahan Ezra
48
Lily berusaha berdamai
49
Ajakan liburan semester
50
Perjalanan canggung
51
Kesempatan
52
Apa terbalaskan?
53
Bersama keluarga Melisa
54
Tenggelam
55
Gejolak
56
Curahan
57
Tidak boleh seperti in
58
Tidak tertahankan
59
Php
60
Kejujuran?
61
Ada yang tersakiti
62
Kepastian ?
63
Berkunjung ke kost lily
64
Kegelisahan
65
Pelampiasan
66
Prustasi
67
Orang Baru?
68
Bertemu teman lama
69
Teman Ibu
70
Kecelakaan
71
Kecemasan
72
Rasa Bersalah
73
Kesempatan bertemu
74
Tidak Terduga
75
Di antar Ryu
76
Kerinduan
77
Mengalah
78
Permohonan
79
Perhatian Teman
80
Lily sakit
81
Menghindar
82
keresahan
83
Meminta Pendapat
84
Perhatian Ryu
85
Rasa penasaran
86
Curhat
87
Kekecewaan Nadia
88
Di sia siakan
89
Niatan baik
90
Kerinduan melisa
91
Pembelaan
92
Pengakuan
93
Kebohongan yang menghantui
94
Perjodohan Ryu
95
Keputusan mendadak
96
Persiapan Pertunangan
97
Hari pertunangnan
98
Semua Kecewa
99
Amarah Ibu santi
100
Keyakinan
101
Tantangan
102
Penyemangat
103
Terus Di salahkan
104
Begitu Sulit
105
Insecure
106
Terlalu Cepat
107
Kepergian Tanpa Pamit
108
Luka yang Mendalam
109
Tolong Dengarkan Aku
110
Apa Aku Salaah?
111
Keraguan Hati
112
Sidang Skripsi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!