bab 3 rupanya mereka berteman

"Ra, maaf ya, aku bisanya nyusahin doang," ucap Mira dengan wajah sayunya.

"Apaan sih, udah ah jangan ngomong gitu lagi, aku nggak suka. Pokoknya hari ini kita temui ibu kamu. Hmmm... mau bawa apa lagi ya? Itu charger jangan lupa," ucapku sambil menunjuk ke charger handphone yang ada di atas meja.

"Oh iya, lupa. Hmmm... udah kayaknya," jawab Mira.

"Coba cek lagi, takutnya ada yang ketinggalan. Itu regulator gasnya mending dicabut aja, sama ini masukin biar nggak kedinginan. Kamu ih, berantakan banget!" ucapku sambil mengomel.

Mira hanya diam dengan omelanku. Setelah merasa semua sudah aman, kami pun pergi meninggalkan kamar kosan, tak lupa berpamitan pada pemilik kosan.

Sekitar setengah jam kemudian, aku dan Mira sampai di Indomaret untuk menemui ayahku.

"Udah siap?" tanya ayahku.

"Udah, yuk," jawabku singkat.

Kami pun berjalan menuju pinggir jalan, lalu naik angkot menuju terminal dan dilanjutkan dengan naik bus jurusan Pangandaran.

"Eh Mir, kabarin dulu kakak kamu," ucapku pada Mira.

"Oh iya, bentar," jawabnya sambil mengeluarkan handphone.

Aku melirik ke belakang, melihat ayahku duduk dengan santainya.

"Eh Mir, dari sini ke Pangandaran jauh nggak sih?" tanyaku pelan.

"Kamu nggak pernah ke Pangandaran?" ucap Mira balik bertanya.

"Ih, jangan keras-keras," ucapku sambil menutup mulut Mira.

"Kamu beneran nggak pernah ke Pangandaran, ke pantai Pangandaran? Masa sih?" tanya Mira.

"Dari dulu, ayahku nggak pernah ngizinin aku kalau mau ke pantai. Kamu tau sendiri kan, dari dulu aku nggak pernah bisa lepas dari ayahku," jawabku sedikit kesal.

"Iya juga sih... Hmmm, kalau naik bus biasanya 5 sampai 6 jam," jawab Mira.

"Hah? Emangnya jauh ya?" tanyaku kaget.

"Cek aja di Google Maps," ucapnya santai.

"Iya loh, jauh juga ya," jawabku sedikit panik.

"Kamu nggak pernah pergi gitu? Jalan-jalan?" tanya Mira.

"Pernah sih, tapi nggak pernah jauh-jauh dan nggak pernah ke pantai. Ayahku biasanya ngajak ke gunung-gunung, kayak Burangrang, Ciwidey, Puntang, Ciater, Tangkuban Perahu. Yaa... yang begitu-begitu aja," timpalku santai.

"Oh gitu... Biasanya nih ya, kalau ada anak yang dilarang ke pantai atau laut, pasti ortunya ngelmu," ucap Mira pelan.

Reflek, aku langsung menepuk kepalanya. "Astagfirullah! Amit-amit! Ih, kamu ngomongnya ngaco! Maksud kamu ortu aku dukun gitu? Sembarangan!" ucapku kesal.

"Aaawww, sakit tau," ucap Mira sambil mengelus kepalanya.

"Ya kamu ngomongnya kemana-mana," jawabku.

Kami terus mengobrol, tanpa sadar aku jadi kepikiran dengan ucapan Mira. "Apa iya ya? Apa mungkin ayah ibuku belajar ilmu gituan? Kalau iya, buat apa? Apa untungnya? Ih, si Mira bikin aku kepikiran aja..." gumamku dalam hati.

Singkat cerita, tibalah kami di terminal Pangandaran.

"Dari sini naik angkot apa?" tanya ayahku pada Mira.

"Bisa naik yang itu, atau jalan kaki juga bisa, Om. Kalau jalan kaki juga nggak sampai 10 menit kok, tuh rumah sakitnya udah kelihatan," ucap Mira sambil menunjuk arah.

"Yaudah yah, mending jalan aja. Lagian pantat Nura pegel duduk terus," ucapku cuek.

Ayahku hanya tertawa mendengar jawabanku.

Kami pun berjalan kaki menuju rumah sakit. Tak jauh dari rumah sakit, ayahku berkata, "Sayang, ajak Mira beli roti atau cemilan. Ini uangnya..."

"Ayah mau apa? Kopi?" tanyaku.

"Air putih aja," jawabnya.

"Yaudah, ayah tunggu di sini, jangan kemana-mana," ucapku.

"Iya, itu rumah sakitnya juga udah kelihatan. Ayah tunggu di sana," jawabnya.

Setelah belanja, aku dan Mira keluar dan melihat ayahku tidak ada di tempat.

"Ih kebiasaan, dibilangin suruh tunggu!" ucapku kesal.

Mira pun kemudian berkata, "Coba kesana yuk, tadi kan bilangnya nunggu di depan rumah sakit."

"Yaudah yuk," jawabku singkat.

Wajah Mira terlihat sedikit panik, meski berusaha tenang, aku yakin Mira ingin cepat-cepat menemui ibunya.

Benar saja, kami melihat ayahku sedang berdiri di depan rumah sakit dan berbincang dengan seorang pria. Karena penasaran, kami pun menghampirinya.

Saat aku dan Mira menyebrang, tiba-tiba Mira berlari dan langsung memeluk pria tersebut yang ternyata adalah bapaknya.

"Pakkk... Huhuhu," Mira menangis sambil memeluk bapaknya.

"Kamu ke sini sama siapa? Kenapa nggak minta jemput si Aa?" tanya bapaknya.

"Mira bareng ini, Pak," jawab Mira sambil menunjuk ke arahku dan ayahku.

"Ini bapak kamu?" tanya ayahku kaget.

"Iya, Om, ini bapak aku," jawab Mira.

"Ya Allah, tahu gitu kamu nggak usah ngekos. Udah aja tinggal bareng, sekalian nemenin Nura," ucap ayahku.

"Yah, emangnya ayah kenal?" tanyaku memotong pembicaraan.

"Ini mah teman lama ayah. Eh, salim dulu," ucap ayahku.

Aku pun salim sambil memperkenalkan diri. "Nura, Om."

"Siapa? Yura?" tanya ayah Mira.

"Nura, Om, pakai N. Lengkapnya Ridha Nurazahra. Mau panggil Ridha juga boleh," jawabku.

Mendengar ucapanku, tiba-tiba ayahnya Mira terdiam. Dia menatap ayahku, seperti ada sesuatu yang tidak dikatakan. Tatapan mereka seperti menyimpan rahasia.

Mira pun membuyarkan suasana dengan berkata, "Ih, malah ngobrol. Cepetan anterin Mira dulu."

Mira dan ayahnya langsung pergi meninggalkan kami.

"Ini yah minumannya," ucapku sambil menyodorkan sebotol air.

Aku dan ayahku pun berjalan mengikuti mereka.

"Kita tunggu di sini aja, gpp kan? Soalnya bukan jam besuk jadi nggak boleh masuk," ucap ayahku.

"Ayah, kok pas Nura kasih tahu nama lengkap Nura, ayahnya Mira langsung diem sih? Terus tatapannya kayak melototin ayah. Kenapa ya?" tanyaku penasaran.

"Ah, masa sih? Nggak ada apa-apa kok. Kamu tadi beli apa aja?" jawab ayahku mengalihkan pembicaraan.

"Ih, main rahasia-rahasiaan," ucapku kesal.

"Udah ah, ayah lapar. Kamu juga lapar kan? Mending makan dulu," ucap ayahku sambil membuka sebungkus roti.

"Ayah, mumpung di sini, ajak Nura ke pantai dong. Nura belum pernah loh main ke pantai seumur hidup."

Dengan wajah manja, aku berkata, "Coba ayah inget-inget, pernah nggak ajak Nura ke pantai? Nggak pernah kan? Yaah, pleaseee..."

Dengan polosnya ayahku menjawab, "Ngapain ke pantai, di pantai itu nggak ada apa-apa. Cuma pasir, terus depannya laut. Udah, gitu doang. Kalau mau lihat ikan, kamu harus nyelam dulu."

Aku yang nggak mau kalah pun terus memaksa, "Gpp atu yah, hitung-hitung jalan-jalan."

"Yaudah, abisin ini dulu yah, sekalian nunggu Mira. Nggak enak kan kalau nggak pamit dulu," jawab ayahku santai.

"Hah? Beneran yah? Ih, makasih ya yah!" jawabku kegirangan sambil memeluknya.

"Iya," jawab ayahku sambil membelai rambutku.

Beberapa saat kemudian, Mira dan ayahnya keluar dari IGD dan berjalan ke arah kami.

"Gimana Mir?" tanyaku.

"Ya gitu, masih lemes. Tapi gpp, yang penting aku udah di sini," jawab Mira berusaha tegar.

Ayahku lalu berdiri dan mengajak ayahnya Mira menjauh sedikit. Kulihat mereka seperti mengobrol serius, entah apa yang mereka bicarakan, aku pun penasaran.

Terlihat ayahku mengeluarkan handphone, mungkin sedang menelepon seseorang. Tak lama kemudian, ayahku kembali ke arahku.

"Yuk," ajaknya.

"Sekarang? Kenapa nggak besok pagi aja?" tanyaku.

Ayah Mira berkata, "Gpp, masih ada waktu. Besok juga masih bisa."

Dengan perasaan sedikit lega, aku pun tersenyum.

Episodes
1 bab 1
2 bab 2 ( perkenalan )
3 bab 3 rupanya mereka berteman
4 bab 4
5 bab 5
6 bab 6
7 bab 7
8 bab 8
9 bab 9
10 bab 10 kebohongan pertamaku
11 bab 11
12 bab 12
13 bab 13
14 bab 14
15 bab 15
16 bab 16
17 bab 17
18 bab 18
19 bab 19
20 bab 20
21 bab 21
22 bab 22
23 bab 23
24 bab 24
25 bab 25
26 bab 26 : dibayar lunas
27 bab 27 : alasan orangtuaku bisa pergi umrah
28 bab 28 : rasa sakit diana yang baru aku tahu
29 bab 29 : diana membuatku bingung
30 bab 30 : diana semakin terang terangan
31 bab 31 : ryan mengkhianatiku
32 bab 32 : penyambutan orangtua& awal pertaubatanku
33 Bab 33 : enaknya melibatkan allah
34 bab 34 : mimpi&tangisan penyesalan
35 bab 35 : aku curhat pada bu sinta
36 Bab 36 : aku kembali bersemangat
37 bab 37 : pengakuan dosa sang ibu
38 bab 38 : tangisan terakhir ibuku
39 bab 39 : tak kuat terima kenyataan
40 bab 40 : kabar duka ayahku
41 bab 41 : kenyataan yang tak ku inginkan
42 bab 42 : hadirnya bu sintia dan mas teguh di hidupku
43 bab 43 : kembali tersadar
44 bab 44 : kenyataan pahit
45 bab 45 : rio
46 bab 46 : mas teguh memuaskan aku
47 bab 47 : ternyata aku sakit
48 bab 48 : nyaris putus asa
49 bab 49 : mukjizat mimpi seorang kakek
50 bab 50 : Membuka lembaran baru
51 bab 51 : bu tami & segudang kasih sayang
52 bab 52 : jejak kenangan ayahku
53 bab 53 : bertemu dengan saksi hidup ayahku
54 bab 54 : yang penting jujur
55 bab 55 : Pergolakan Batin di Tengah Keterbatasan
56 bab 56 : Beban Penyesalan yang Berat
57 bab 57 : episode terakhir ( kumpulan dosa ayahku )
Episodes

Updated 57 Episodes

1
bab 1
2
bab 2 ( perkenalan )
3
bab 3 rupanya mereka berteman
4
bab 4
5
bab 5
6
bab 6
7
bab 7
8
bab 8
9
bab 9
10
bab 10 kebohongan pertamaku
11
bab 11
12
bab 12
13
bab 13
14
bab 14
15
bab 15
16
bab 16
17
bab 17
18
bab 18
19
bab 19
20
bab 20
21
bab 21
22
bab 22
23
bab 23
24
bab 24
25
bab 25
26
bab 26 : dibayar lunas
27
bab 27 : alasan orangtuaku bisa pergi umrah
28
bab 28 : rasa sakit diana yang baru aku tahu
29
bab 29 : diana membuatku bingung
30
bab 30 : diana semakin terang terangan
31
bab 31 : ryan mengkhianatiku
32
bab 32 : penyambutan orangtua& awal pertaubatanku
33
Bab 33 : enaknya melibatkan allah
34
bab 34 : mimpi&tangisan penyesalan
35
bab 35 : aku curhat pada bu sinta
36
Bab 36 : aku kembali bersemangat
37
bab 37 : pengakuan dosa sang ibu
38
bab 38 : tangisan terakhir ibuku
39
bab 39 : tak kuat terima kenyataan
40
bab 40 : kabar duka ayahku
41
bab 41 : kenyataan yang tak ku inginkan
42
bab 42 : hadirnya bu sintia dan mas teguh di hidupku
43
bab 43 : kembali tersadar
44
bab 44 : kenyataan pahit
45
bab 45 : rio
46
bab 46 : mas teguh memuaskan aku
47
bab 47 : ternyata aku sakit
48
bab 48 : nyaris putus asa
49
bab 49 : mukjizat mimpi seorang kakek
50
bab 50 : Membuka lembaran baru
51
bab 51 : bu tami & segudang kasih sayang
52
bab 52 : jejak kenangan ayahku
53
bab 53 : bertemu dengan saksi hidup ayahku
54
bab 54 : yang penting jujur
55
bab 55 : Pergolakan Batin di Tengah Keterbatasan
56
bab 56 : Beban Penyesalan yang Berat
57
bab 57 : episode terakhir ( kumpulan dosa ayahku )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!