Satu per satu semua orang yang ada di ruang latihan pergi setelah Sebastian keluar dari ruangan.
"Bisa lepaskan aku sekarang?"
Nathan pun segera melepaskan dekapannya. Dengan malu-malu dia mulai mengajak Sherly bicara.
"Ehm.. Maaf. Aku tidak bermaksud untuk tidak sopan padamu." ucapnya kikuk.
Nathan menatap gadis yang hanya diam di depannya. Dia kembali terpana saat berhadapan secara langsung dengan Sherly.
"Ada sesuatu di wajahku?" tanya Sherly saat menyadari Nathan tengah memandangnya.
"Tidak. Aku hanya teringat keindahan samudra saat melihat matamu."
"Hah.." Sherly beranjak meninggalkan Nathan yang masih tersenyum manis padanya. Segera pria itu menahan Sherly agar mau tinggal sedikit lama di ruangan itu.
"Tunggu! Aku Nathan. Mungkin kita bisa menjadi teman."
Sherly mengingat sesuatu saat pria itu memperkenalkan diri. Ternyata pria ini yang tadi dibicarakan teman sekelasnya sampai membuat mereka heboh. Sherly memperhatikannya dari atas sampai ke bawah, lalu tanpa mengatakan apapun dia pergi.
"Menarik.."
**
"Baik teman-teman, begitulah cara membuat sketsa 3 dimensi agar karya kalian terasa lebih hidup. Kita sudahi untuk hari ini, jumpa lagi minggu depan."
Satu per satu para mahasiswa dan mahasiswi meninggalkan ruang kelas. Hanya tersisa Sherly yang sibuk memasukan peralatan tulisnya ke dalam ransel miliknya.
"Ya Tuhan! Aku harus cepat!" ujarnya setelah melihat jam tangan. Dia berlari keluar menuju halte bus yang tak jauh dari kampus.
Setelah menunggu kurang lebih 10 menit, bus pun datang.
**
"Sherly! Syukurlah kau sudah datang! Cepat gantikan Pedro sebelum pelangganku kabur setelah memakan omelet hitam buatannya!"
Seorang pria paruh baya langsung menyuruh Sherly masuk ke dalam restoran. Dia adalah manajer restoran x tempat Sherly bekerja paruh waktu.
Dengan cekatan gadis itu mengambil alih celemek Pedro dan memperbaiki bencana makanan yang dibuat pria itu. Sherly memperhatikan sekeliling meja dan mendapati benda setengah lingkaran berwarna hitam di salah satu piring.
"Kau membuat steak?" ucap Sherly sambil menunjuk benda aneh itu.
"Ayolah.. Kau jangan ikut mengejek hasil karyaku. Omelet itu kubuat dengan sepenuh hati!"
"Itu omelet?"
"Sherly! Baiklah aku menyerah.. Lagipula ini salah bos! Kenapa dia menyuruhku memasak padahal aku seorang pramusaji. Dia yang membuat kekacauan ini!" bela Pedro untuk dirinya sendiri.
"Aku dengar itu Pedro! Bersiaplah merelakan setengah gajimu!"
"Hei bos, itu tidak adil!"
Pedro langsung berlari keluar dapur untuk bernegosiasi dengan bosnya.
Sherly hanya bisa menghela napas. Keributan semacam ini sudah biasa terjadi setiap hari dan anehnya Sherly menikmati suasana itu. Entahlah, dia hanya merasa nyaman berada di sana.
Waktu menunjukkan pukul 10 malam. Sherly bersiap-siap untuk pulang saat sang manajer tiba-tiba memintanya ke ruangan.
Tok tok..
"Masuklah."
"Bos mencariku?"
"Duduklah."
Sherly pun duduk di depan bos nya yang bernama Tuan Klaus.
"Ambil ini." Tuan Klaus menyodorkan amplop berisi uang untuk Sherly.
"Bos, aku sudah menerima gaji kemarin."
"Anggap saja ini bonus karena kau sudah banyak membantuku hari ini. Terutama membereskan masalah yang di timbulkan Pedro."
Sherly masih belum mau menerima itu. Dia beranggapan semua yang dia lakukan memang sudah menjadi tugasnya.
"Ayolah Sherly.. Aku tahu kau sedang bingung karena belum membayar sewa rumah. Aku juga tahu gajimu kemarin kau pinjamkan ke Pedro untuk membayar biaya rumah sakit adiknya."
Sherly tak bisa membantah, semuanya memang benar. Namun dia pun tak enak hati menerima bonus yang dirasa tak pantas untuk dia dapatkan.
"Tapi bos.."
"Kau tahu benar aku tidak menerima penolakan." Tuan Klaus tersenyum tulus.
Sudah 2 tahun dia menerima Sherly untuk bekerja paruh waktu di restorannya dan dia bisa melihat kejujuran dan semangat pantang menyerah di mata gadis itu.
Selama itu pula Tuan Klaus tak pernah mendengar Sherly mengeluh. Dia tetap giat bekerja sebagai koki walaupun gaji yang di dapatnya tak seberapa.
"Baiklah bos jika kau memaksa. Terima kasih."
Tuan Klaus sekilas melihat senyum simpul terukir indah di bibir Sherly, senyum yang selama ini tak pernah dia lihat sebelumnya.
Sherly lalu pamit pulang. Sebelum dia benar-benar meninggalkan ruangan Tuan Klaus, pria itu mengatakan sesuatu.
"Nak jika kau merasa masalahmu terlalu berat untuk kau hadapi, ingatlah kau tidak sendirian. Aku dan Pedro akan selalu di sini, kita hadapi masalah itu bersama."
Kata-kata Tuan Klaus menyentuh lubuk hati Sherly yang paling dalam. Tanpa sadar air mata sudah menggenang di ujung mata indah itu hingga dia harus menunduk agar Tuan Klaus tidak melihatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments