Sherly berjalan mendekati kedai spaghetti. Kebetulan kedai itu tepat di sebelah meja Nathan dan Robin.
Nathan terpaku saat Sherly melewati meja tempatnya dan Robin berada. Wajah cantiknya terlihat jelas dari jarak sedekat itu dan dia kehabisan kata-kata saat menatapnya.
"Berhenti menatapku seperti itu Bob."
"Wow Sherly, aku tidak tahu kau bisa bela diri." puji Bob. Dia tak menyangka gadis mungil yang berada di sampingnya itu mengalahkan Sebastian dengan sangat mudah.
Sherly tak menjawab dan bersikap dingin seperti biasa.
"Ngomong-ngomong aku tidak ingat pernah mengatakan padamu soal spaghetti." sambung Bob.
"Kau lebih suka dipukuli?"
"Tentu tidak!"
Sherly melirik Bob sesaat. Sungguh laki-laki tambun itu bisa membuat Sherly bicara lebih dari tiga kata.
Sherly membalikkan tubuhnya bermaksud melihat keberadaan Sebastian dan ternyata pria itu sudah pergi. Namun perhatiannya tertuju pada sesosok pria yang terus menatapnya dengan pandangan takjub.
Mata Sherly dan Nathan bertemu. Untuk beberapa saat mereka saling memandang. Beberapa detik kemudian Sherly memutuskan membawa makan siangnya ke luar area kantin. Dia kurang nyaman berada di tengah keramaian seperti itu.
Nathan hanya bisa menatap kepergian gadis itu.
"Cantik, sangat cantik."
"Memang dan sepertinya dia tak tertarik padamu." goda Robin.
Itulah yang membuat Nathan semakin tertarik padanya, semakin ingin tahu lebih banyak tentang siapa gadis itu.
**
"Sial!" Sebastian langsung meluapkan emosi setibanya di ruang latihan tinju. Dia tak habis pikir bisa dikalahkan begitu mudah oleh seorang gadis.
"Tenang kawan. Kenapa kau sangat marah? Katakan pada kami siapa orang yang membuatmu kesal." tanya temannya.
Tulang pipi Sebastian mengeras menahan amarah. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa seorang gadis telah membanting tubuhnya ke lantai. Reputasi yang dibangunnya susah payah selama ini akan hancur jika dia mengatakannya.
"Bukan urusanmu!" dia melampiaskan kekesalannya dengan memukul samsak tinju di depannya berkali-kali.
"Teman-teman, lihatlah si cantik itu. Astaga dia benar-benar mempesona."
Sebastian dan semua yang ada di ruang itu menoleh. Terlihat Sherly berjalan santai sendirian sambil membawa makanan melewati ruang latihan.
"Kau mau kemana cantik?" seorang dari mereka tiba-tiba menghadang perjalanan Sherly. Dia bersikap sok akrab dengan gadis itu padahal kenal saja tidak. Bahasa tubuhnya membuat Sherly terpaksa masuk ke ruang latihan.
Sebastian diam terpaku. Dia memalingkan wajah saat melihat kedatangan Sherly. Ingatannya kembali ke beberapa menit yang lalu.
"Kau Sherly kan?"
Gadis itu hanya diam, dia malas menanggapi hal tidak penting itu.
"Jawab saat aku bertanya sayang." laki-laki itu beringsut maju mendekati Sherly. Jemarinya mulai membelai rambut panjang Sherly.
"Jaga sikapmu." Sherly langsung menepis tangan laki-laki tak sopan itu.
Sebastian yang hanya memperhatikan mendapat firasat bahwa kejadian yang dia alami akan terulang lagi pada temannya. Ekspresi Sherly sama persis seperti yang dia tunjukkan tadi saat di kantin.
Belum selesai Sebastian berangan-angan, temannya sudah terjengkang di lantai dengan Sherly menindih tubuhnya. Kedua tangan laki-laki itu di tarik ke belakang sampai dia meronta memohon agar dilepaskan.
Herannya, tak ada yang mau membantu laki-laki itu. Sorot mata Sherly sudah cukup membuat mereka semua terdiam tak berkutik.
"Lanjutkan jika kau ingin kedua tanganmu patah." ucap Sherly datar.
Tiba-tiba tubuh mungilnya terangkat di udara. Seseorang dengan mudah menarik Sherly dan memeluknya erat.
"Bukan hanya patah, kau bisa membunuhnya." bisik sosok itu.
Sherly melihat seorang pria tegap di sana. Lengannya yang tertutup baju lantas menunjukkan otot-otot terlatih saat dia mendekap Sherly dari belakang.
Nathan menikmati aroma parfum gadis itu. Entah karena parfum atau memang gadis itu yang telah membuatnya mabuk kepayang. Dia juga bisa merasakan betapa kecil tubuh Sherly.
Gadis cantik itu sedikit tersentak. Namun dia segera mengendalikan dirinya lagi untuk menghadapi situasi tak terduga ini.
(Siapa pria ini? Kenapa dengan mudahnya dia menghentikan pergerakan ku?)
Nathan beralih memandang pria yang meringis kesakitan di lantai.
"Tingkah mu lebih mirip pengecut tak bermoral daripada seorang mahasiswa. Memalukan."
Sebastian yang dari tadi diam kini angkat bicara.
"Nathan kenapa kau lebih membela gadis barbar itu daripada temanmu sendiri?"
"Teman? Maaf saja, pria mesum seperti dia tidak pantas untuk disebut teman. Termasuk dirimu."
Betapa terkejutnya Sebastian mendengar ucapan Nathan. Pencitraan yang selama ini dibangun untuk mendapat perhatian Nathan telah hancur. Dia pun pergi dengan segudang dendam untuk Sherly.
(Tunggu pembalasanku!)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments