"Teman-teman!"
Masuklah seorang gadis salah satu teman penggosip itu. Dari raut wajahnya, sepertinya ada hal luar biasa yang baru saja dia alami.
"Ada apa?"
"Kalian tahu siapa mahasiswa yang baru saja kulihat?"
"Siapa? Marco?"
"Bukan! Seseorang yang lebih spesial dari Marco."
Para mahasiswi itu berpikir keras. Mereka tidak bisa menebak siapa yang dimaksud temannya itu.
"Nathan! Aku melihat Nathan!"
"Hah?! Dia sudah kembali?!"
"Dimana?!"
"Di lorong menuju ruang rektor!"
Tak ayal semua penggosip itu bergegas keluar menuju ruang rektor untuk melihat laki-laki yang bernama Nathan. Namun sayang sekali langkah mereka harus terhenti saat dosen galak menghalau mereka di pintu kelas.
"Kelihatannya kalian buru-buru. Apa ada hal yang lebih menarik daripada mata kuliahku?"
Tanpa menjawab sepatah katapun mereka kembali ke kursi masing-masing. Untung saja akal sehat mereka masih berfungsi atau nilai mereka langsung tercetak 'D' jika nekat bolos mata kuliah itu.
"Tenanglah, kita bisa menemuinya di kantin saat makan siang."
"Aku sudah tak sabar."
Sherly hanya mendengarkan dari tempat duduknya.
(Memangnya siapa Nathan sampai mereka se-ribut itu?)
**
"Kau baru saja kembali?"
"Benar pak."
"Bagaimana Jepang? Musim apa di sana saat ini?"
"Musim semi."
"Aku harap aku bisa mengunjungi tempat itu suatu hari nanti. Apakah bisnismu berjalan lancar?"
"Tentu saja. Semuanya berjalan sesuai yang di harapkan. Terima kasih karena mengijinkan ku mengambil cuti."
"Kau adalah putra dari sahabatku. Lagipula kau tak pernah membuat masalah selama kuliah, karena itu aku mengabulkan pengajuan cuti mu. Tapi aku minta penuhi target akademik mu selama kau pergi ke Jepang."
"Tentu saja. Aku permisi."
Pemuda itu pamit meninggalkan ruang rektor. Dia langsung menjadi pusat perhatian segera setelah keluar dari sana.
Bertubuh tinggi, tampan, dan pengusaha muda yang mapan. Dialah Nathan, mahasiswa tahun ketiga di fakultas teknik. Banyak yang mempertanyakan kenapa dia tidak mengambil jurusan bisnis dan lebih memilih teknik, tepatnya teknik mesin.
Hanya satu jawabannya, karena suka. Tidak ada alasan khusus dia memilih teknik mesin. Lagipula dia sudah handal di dunia bisnis.
"Nathan?! Astaga.. Akhirnya kau kembali!"
Seorang mahasiswa menghambur memeluk Nathan.
"Haha.. Robin kau tidak berubah, masih tetap seperti bocah."
"Siapa yang kau sebut bocah?" sebuah tinju dilayangkan Robin ke bahu Nathan. Hal itu justru membuat laki-laki itu tertawa.
"Cih! Apalah arti tinjuku bagi seorang pemegang sabuk hitam taekwondo."
"Berhenti mengeluh dan ayo ke kantin, sudah waktunya makan siang. Aku merindukan sandwich buatan Bibi Tessa." ucap Nathan seraya melihat arlojinya. Mereka berdua lalu berjalan menuju kantin.
Para mahasiswa dan mahasiswi terhipnotis dengan kedatangan kedua sahabat itu di kantin. Tak bisa di pungkiri, pesona Nathan terlalu kuat untuk diabaikan begitu saja.
Sebastian, salah satu yang mengagumi talenta Nathan pun menyusul ke kantin setelah tahu dia ada di sana.
Brakk!
Suara bising di depan pintu membuat pengunjung kantin menoleh tak terkecuali Nathan. Tampak baju Sebastian kotor karena tak sengaja menabrak mahasiswa lain yang sedang membawa makanan.
"Hei! Kau taruh dimana matamu?! Lihat baju mahal ku kotor!"
"T-tapi kau yang menabrak ku."
"Berani sekali kau menyalahkan ku!"
Sebastian yang memang di kenal temperamen mengacungkan tinjunya tinggi. Tingkahnya yang seperti berandalan membuat dia cukup di takuti di universitas x.
"Menyingkir lah, kau menghalangi pintu."
Suara itu sukses menghentikan tinju yang kurang beberapa inchi saja dari laki-laki malang yang ketakutan di sana. Tampak Sherly berdiri memandang Sebastian dengan wajah datar.
"S-Sherly.."
Sherly memalingkan wajahnya ke laki-laki yang kerah bajunya tengah di cengkeram Sebastian, dan itu adalah Bob.
"Hai Bob. Kenapa kau masih di sini? Ayo, tunjukkan spaghetti yang kau bilang lezat itu."
Sherly langsung menarik tangan Bob dari cengkeraman Sebastian. Hal itu semakin membuatnya marah. Apalagi Nathan sedang melihat ke arahnya. Dia tidak mau reputasinya jelek hanya karena seorang gadis kecil.
"Berani sekali kau ikut campur urusanku!" teriaknya lantang.
Di sisi lain Nathan memperhatikan kejadian itu dengan serius. Gadis itu telah menarik perhatiannya.
"Namanya Sherly." bisik Robin.
"Sherly? Aku tak pernah melihat dia sebelumnya."
"Tentu saja, dia masuk saat kau sibuk dengan bisnismu."
"Apa dia bodoh? Apa dia tak tahu siapa Sebastian?"
"Entahlah, aku tak tahu banyak tentang dia. Yang aku tahu, dia sangat cantik namun susah di dekati. Sayang sekali jika wajah secantik itu terluka karena ulah Sebastian."
"Ini berbahaya Rob, dia bisa masuk rumah sakit jika Sebastian menggila."
"Hem.. Tidak biasanya kau menghawatirkan orang lain, apa lagi seorang gadis. Kau tertarik padanya?"
Kembali ke Sebastian, Bob, dan Sherly. Sebastian memandang Sherly dengan tatapan garang. Namun otak kotornya mengambil alih setelah melihat wajah cantik Sherly.
"Kau ternyata sangat cantik. Daripada bersama si gendut itu, lebih baik kau kencan denganku." dia membelai pipi Sherly tanpa permisi.
"Jauhkan tangan kotor mu dariku."
Sebastian tertawa mengejek. Dia semakin berani menurunkan tangannya menuju pinggang Sherly.
"Atau apa?"
Tanpa peringatan Sherly menarik lengan Sebastian. Dengan tubuh yang 2x lebih kecil, dia membanting Sebastian ke lantai dengan mudahnya.
Hal itu tak hanya membuat Sebastian kaget, namun semua pengunjung kantin pun melongo di buatnya tak terkecuali Nathan.
Sherly memandang Sebastian yang terbelalak kaget.
"Ayo Bob, aku sudah lapar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Afrita Ningsih
Like, lanjut baca
2020-09-20
0