Bab 3 Hidupku Seperti Dongeng

Di tengah suasana hangat hari kelulusan...

Nuha tampak sibuk berfoto dengan teman-teman dan gurunya. Mereka tertawa, mengabadikan momen yang akan dikenang sepanjang masa.

Setelah itu, Nuha, Ayah, Ibu serta Kak Muha mulai bersiap untuk berfoto bersama. Kak Muha memeriksa posisi kamera yang berdiri di atas tripod, lalu mulai menghitung mundur.

"Tiga... dua... satu... Cekrek!"

Nuha tersenyum, merasakan kehangatan yang jarang bisa dia nikmati diluar rumah. "Ini fotonya bakal jadi favorit aku," katanya sambil menatap layar kamera yang memperlihatkan hasil fotonya.

"Harusnya dong," balas Kak Muha sambil mengacak rambut adiknya. "Kita kan keluarga paling bahagia."

Sementara itu, beberapa teman Nuha yang berdiri tak jauh dari sana, memperhatikan momen bahagia tersebut.

"Lo liat deh keluarga Nuha, kayaknya mereka selalu bahagia, ya? Gue pengen punya keluarga kayak gitu."

"Iya, bener. Gue juga pengen temenan sama Nuha. Tapi entah kenapa, setiap kali deketin dia, gue ngerasa suasana hati jadi aneh." Teman yang lain menimpali, ekspresi kebingungan tergambar jelas di wajahnya.

"Apa dia punya kutukan atau semacamnya?" tanya salah satu dari mereka.

"Eh, jangan sembarangan ngomong soal kutukan. Mana ada kutukan di zaman sekarang."

"Sudahlah, ini hari terakhir kita ketemu Nuha. Lebih baik kita doakan semoga dia bahagia dan bisa punya banyak teman di masa depan."

Mereka semua mengangguk.

Di sisi lain, Kak Muha melirik adiknya, seolah memahami apa yang terjadi dibalik senyum kecil Nuha. Dalam diam, dia tahu ada sesuatu yang lebih dari sekadar ketidaksukaan teman-teman Nuha.

Sudah beberapa kali dia melihat Nuha berada di posisi sulit, dan sebagai kakak, Kak Muha sering kali tiba-tiba muncul untuk melindungi adiknya.

"Nuha, kamu udah pikirin mau lanjut sekolah di mana?" tanya Kak Muha ketika mereka tengah membereskan barang-barang usai acara.

Nuha mengangkat bahu. "Belum tahu. Ayah sama Ibu bilang terserah aku. Tapi aku, masih bingung."

"Menurut kakak, kamu mending masuk SMA Samudera Pelita aja. Sekolahnya gede, fasilitasnya lengkap. Kamu pasti bakal seneng di sana."

Nuha menatap Kak Muha sedikit kaget, "Samudera Pelita? Yang di pusat kota itu?"

Kak Muha mengangguk. "Iya, sekolah terbesar di Kota Surakarta. Ada lapangan basket, taman, kebun, perpustakaan gede, bahkan lab komputer canggih. Kalau kamu masuk sana, kamu bisa ambil jurusan yang kamu suka. Ada jurusan Bahasa, MIPA, Multimedia, Seni, sama Olahraga."

"Pengennya seni, tapi multimedia kayaknya menarik. Aku suka gambar, kayak Ayah."

"Pas banget! Kamu bisa kembangin bakat kamu di sana. Siapa tau nanti kamu jadi desainer grafis yang hebat."

"Iya."

"Tenang aja, Nuha. Kakak selalu ada buat kamu kok. Apa pun yang terjadi nanti, kita bisa hadapin bareng-bareng." Kak Muha tersenyum hangat, membuat Nuha merasa sedikit lebih lega.

Nuha merasakan dukungan dari kakaknya yang selalu ada di sisinya. Meski masih ada bayang-bayang kutukan yang menghantui, dia merasa sedikit lebih percaya diri menghadapi masa depan.

Hari pertama masuk sekolah pun tiba. Kak Muha mengantar Nuha, tapi tetap menjaga jarak untuk mengamati kesan pertama yang akan didapat adiknya.

"Nuha, kamu yakin nggak butuh ditemenin? Kalau ada apa-apa—"

"Kak, serius deh," potong Nuha sambil menoleh cepat. "Aku udah bilang, Kakak nggak boleh ikut campur. Aku udah gede, aku bisa hadapin sendiri masalahku."

Kak Muha menghela napas, tapi senyumnya tak luntur. "Iya, iya, kamu selalu ngomong gitu tiap kali aku nganter. Tapi tenang aja, Kakak cuma mau lihat dari jauh kok."

Nuha memutar bola matanya, sedikit jengkel. "Jangan sampai Kakak malah bikin aku tambah gugup, ya."

"Siap, Kapten!" jawab Muha santai.

Nuha kemudian melangkah memasuki gerbang sekolah, berbaur dengan para siswa berseragam putih abu-abu. Senyum tipis terbit di wajahnya melihat suasana ceria di sekelilingnya.

Tiba-tiba, seorang cowok tak sengaja menyenggol Nuha hingga ia jatuh.

"Aduh! Sorry banget!" seru cowok itu buru-buru, tangannya terulur membantu Nuha berdiri.

Namun Nuha tetap membisu. Sebelum cowok itu sempat berkata lebih jauh, seorang gadis tomboy melompat dan langsung menindihnya dengan gerakan cepat. "Bruk!" Gadis itu menjepit cowok tersebut ke tanah dan menodongkan fountain pen ke lehernya.

"Gerak sedikit aja, luka lo makin lebar," ancam gadis itu dengan tatapan tajam.

Darah segar mengalir dari goresan kecil di leher cowok tersebut. "AO! Gila lo!" Cowok itu meringis, menepis tangan gadis tersebut. "Apa-apaan sih lo bikin gue berdarah begini!"

Gadis itu mendengus dan menjilat darah yang menempel di penanya. "Lelaki itu serigala. Sekeren dan seramah apapun, tetep aja serigala berbulu domba. Jangan sampai lo tertipu." Tatapannya beralih tajam pada Nuha, seakan mengingatkannya.

Nuha menatap gadis itu dengan mata membulat, bingung sekaligus terpana. "Siapa dia...?"

Setelah mengucapkan kata-katanya, gadis tomboy itu berdiri dengan sikap tak acuh, menarik hoodie besar yang hampir menutupi seluruh wajahnya, lalu berlalu begitu saja.

Sementara itu, Nuha masih berdiri terpaku, tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.

"Hebat banget..." pikirnya.

-ASA TANTRI-

Gadis tomboy. Tinggi badan 155cm. Warna kulit sawo matang. Teman sekelas di 10F Multimedia. Galak dan Membenci cowok.

Tak lama kemudian, seorang gadis lain mendekati Nuha dengan senyuman lebar. "Hai, kamu juga dari kelas ini kan? Gue Sifa, Sifa Zifara," sapanya penuh percaya diri.

-SIFA ZIFARA-

Gadis cantik dengan pipi chubby dan rambut terurai panjang. Tinggi badan 160cm. Warna kulitnya putih dan sangat wangi. Humble dan penyuka cowok.

Nuha tertegun sejenak, merasa tak biasa dengan keramahan seperti itu. "Aku... Nuha. Panggil Nuha aja," jawabnya pelan.

"Nice to meet you, Nuha!" Sifa tersenyum cerah, lalu melompat-lompat kecil sambil masuk ke kelas. Kilauan parfumnya yang wangi menyeruak di udara, membuat beberapa siswa langsung berbisik-bisik.

"Astaga, wanginya semerbak banget!"

"Dia anak orang kaya, ya? Liat deh gayanya."

"Manis banget! Cantik lagi,"

Sifa tanpa ragu duduk di samping Asa, mencoba merangkulnya dengan santai. "Hai! Kita duduk bareng, yuk!" katanya riang.

"Lo akrab banget sih, baru kenal udah sok-sokan bestie," gumam Asa tajam, menepis tangan Sifa.

"Hihi, gue emang gitu orangnya. Lagian, kita kan bakal temenan lama. Bestie deh pokoknya!"

Asa mendengus, tak menggubris lebih jauh. "Terserah lo deh..."

Dua gadis ini membuat Nuha terkesan. Asa dengan keberaniannya dan Sifa dengan keramahannya. "Asa dan Sifa ya. Semoga suatu hari nanti aku bisa dekat sama mereka," batin Nuha penuh harap.

Nuha duduk di teras kelas. Sejenak tenang menikmati suasana. Di tangannya, penghangat berbentuk paw kucing yang ditemukannya semakin terasa hangat. Ia memandang benda itu dengan tatapan ragu.

"Bolehkah aku berharap bertemu dengannya lagi? Cowok pemilik benda ini..." pikirnya dalam hati.

Bel sekolah berbunyi. Nuha duduk di bangku belakang, tepat di belakang Asa dan Sifa. Sifa segera menyapa lagi, "Hai, Nuha! Duduk di belakang gue, ya? Bestian yuk!"

"Eh... iya," jawab Nuha gugup sambil berpura-pura mencari buku di dalam tasnya, berusaha menutupi kecanggungan. Ia takut kutukannya akan menyakiti hati Sifa jika ia terlalu dekat.

Sifa hanya mengangkat bahu, tidak ambil pusing, lalu menatap ke depan. Guru pun memasuki kelas dengan diikuti seorang siswa di belakangnya.

Terpopuler

Comments

Tara

Tara

pemalu kah or nanti disangka sombong lagi🤔

2024-09-08

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Hidupku Seperti Dongeng
2 Bab 2 Hidupku Seperti Dongeng
3 Bab 3 Hidupku Seperti Dongeng
4 Bab 4 Hidupku Seperti Dongeng
5 Bab 5 Hidupku Seperti Dongeng
6 Bab 6 Hidupku Seperti Dongeng
7 Bab 7 Hidupku Seperti Dongeng
8 Bab 8 Hidupku Seperti Dongeng
9 Bab 9 Hidupku Seperti Dongeng
10 Bab 10 Hidupku Seperti Dongeng
11 Bab 11 Hidupku Seperti Dongeng
12 Bab 12 Hidupku Seperti Dongeng
13 Bab 13 Hidupku Seperti Dongeng
14 Bab 14 Hidupku Seperti Dongeng
15 Bab 15 Hidupku Seperti Dongeng
16 Bab 16 Hidupku Seperti Dongeng
17 Bab 17 Hidupku Seperti Dongeng
18 Bab 18 Hidupku Seperti Dongeng
19 Bab 19 Hidupku Seperti Dongeng
20 Bab 20 Hidupku Seperti Dongeng
21 Bab 21 Hidupku Seperti Dongeng
22 Bab 22 Hidupku Seperti Dongeng
23 Bab 23 Hidupku Seperti Dongeng
24 Bab 24 Hidupku Seperti Dongeng
25 Bab 25 Hidupku Seperti Dongeng
26 Bab 26 Hidupku Seperti Dongeng
27 Bab 27 Hidupku Seperti Dongeng
28 Bab 28 Hidupku Seperti Dongeng
29 Bab 29 Hidupku Seperti Dongeng
30 Bab 30 Hidupku Seperti Dongeng
31 Bab 31 Hidupku Seperti Dongeng
32 Bab 32 Hidupku Seperti Dongeng
33 Bab 33 Hidupku Seperti Dongeng
34 Bab 34 Hidupku Seperti Dongeng
35 Bab 35 Hidupku Seperti Dongeng
36 Bab 36 Hidupku Seperti Dongeng
37 Bab 37 Hidupku Seperti Dongeng
38 Bab 38 Hidupku Seperti Dongeng
39 Bab 39 Hidupku Seperti Dongeng
40 Bab 40 Hidupku Seperti Dongeng
41 Bab 41 Hidupku Seperti Dongeng
42 Bab 42 Hidupku Seperti Dongeng
43 Bab 43 Hidupku Seperti Dongeng
44 Bab 44 Hidupku Seperti Dongeng
45 Bab 45 Hidupku Seperti Dongeng
46 Bab 46 Hidupku Seperti Dongeng
47 Bab 47 Hidupku Seperti Dongeng
48 Bab 48 Hidupku Seperti Dongeng
49 Bab 49 Hidupku Seperti Dongeng
50 Bab 50 Hidupku Seperti Dongeng
51 Bab 51 Hidupku Seperti Dongeng
52 Bab 52 Hidupku Seperti Dongeng
53 Bab 53 Hidupku Seperti Dongeng
54 Bab 54 Hidupku Seperti Dongeng
55 Bab 55 Hidupku Seperti Dongeng
56 Bab 56 Hidupku Seperti Dongeng
57 Bab 57 Hidupku Seperti Dongeng
58 Bab 58 Hidupku Seperti Dongeng
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Bab 1 Hidupku Seperti Dongeng
2
Bab 2 Hidupku Seperti Dongeng
3
Bab 3 Hidupku Seperti Dongeng
4
Bab 4 Hidupku Seperti Dongeng
5
Bab 5 Hidupku Seperti Dongeng
6
Bab 6 Hidupku Seperti Dongeng
7
Bab 7 Hidupku Seperti Dongeng
8
Bab 8 Hidupku Seperti Dongeng
9
Bab 9 Hidupku Seperti Dongeng
10
Bab 10 Hidupku Seperti Dongeng
11
Bab 11 Hidupku Seperti Dongeng
12
Bab 12 Hidupku Seperti Dongeng
13
Bab 13 Hidupku Seperti Dongeng
14
Bab 14 Hidupku Seperti Dongeng
15
Bab 15 Hidupku Seperti Dongeng
16
Bab 16 Hidupku Seperti Dongeng
17
Bab 17 Hidupku Seperti Dongeng
18
Bab 18 Hidupku Seperti Dongeng
19
Bab 19 Hidupku Seperti Dongeng
20
Bab 20 Hidupku Seperti Dongeng
21
Bab 21 Hidupku Seperti Dongeng
22
Bab 22 Hidupku Seperti Dongeng
23
Bab 23 Hidupku Seperti Dongeng
24
Bab 24 Hidupku Seperti Dongeng
25
Bab 25 Hidupku Seperti Dongeng
26
Bab 26 Hidupku Seperti Dongeng
27
Bab 27 Hidupku Seperti Dongeng
28
Bab 28 Hidupku Seperti Dongeng
29
Bab 29 Hidupku Seperti Dongeng
30
Bab 30 Hidupku Seperti Dongeng
31
Bab 31 Hidupku Seperti Dongeng
32
Bab 32 Hidupku Seperti Dongeng
33
Bab 33 Hidupku Seperti Dongeng
34
Bab 34 Hidupku Seperti Dongeng
35
Bab 35 Hidupku Seperti Dongeng
36
Bab 36 Hidupku Seperti Dongeng
37
Bab 37 Hidupku Seperti Dongeng
38
Bab 38 Hidupku Seperti Dongeng
39
Bab 39 Hidupku Seperti Dongeng
40
Bab 40 Hidupku Seperti Dongeng
41
Bab 41 Hidupku Seperti Dongeng
42
Bab 42 Hidupku Seperti Dongeng
43
Bab 43 Hidupku Seperti Dongeng
44
Bab 44 Hidupku Seperti Dongeng
45
Bab 45 Hidupku Seperti Dongeng
46
Bab 46 Hidupku Seperti Dongeng
47
Bab 47 Hidupku Seperti Dongeng
48
Bab 48 Hidupku Seperti Dongeng
49
Bab 49 Hidupku Seperti Dongeng
50
Bab 50 Hidupku Seperti Dongeng
51
Bab 51 Hidupku Seperti Dongeng
52
Bab 52 Hidupku Seperti Dongeng
53
Bab 53 Hidupku Seperti Dongeng
54
Bab 54 Hidupku Seperti Dongeng
55
Bab 55 Hidupku Seperti Dongeng
56
Bab 56 Hidupku Seperti Dongeng
57
Bab 57 Hidupku Seperti Dongeng
58
Bab 58 Hidupku Seperti Dongeng

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!