Bab 2 Hidupku Seperti Dongeng

Senja itu begitu indah...

Cahaya matahari oranye menerobos celah-celah daun pepohonan, berkilauan di balik awan. Cahayanya, memantulkan siluet seorang pria yang sedang berada di atas pohon mangga.

-NARAYA MUHA-

Kakak laki-laki, berusia 21 tahun. Memiliki tinggi badan 180cm. Warna kulit kuning langsat. Rambut hitam Wolf-cut dan mata yang sangat tajam. Seorang mahasiswa tahun ke 4.

Sibuk memetik buah mangga yang sudah matang. Sementara di bawah, adiknya -INARA NUHA- menunggu dengan tangan terentang, siap menangkap dengan mata melamun.

Suasana tampak berbeda. Biasanya, suara ceria Nuha yang cerewet akan menghiasi sore mereka, tapi kini menjadi sunyi. Kak Muha merasa ada yang aneh.

"Nuha!" teriaknya, "Apa kau sakit gigi?! Monster kecil biasanya berisik setiap hari!"

Nuha mendesah panjang. Dengan wajah sebal dan pipi menggembung sebelah, dia melirik kakaknya. "Aku gak sakit gigi, kak Muha jelek!! Aku cuma lagi mikirin sesuatu!"

Muha tertawa kecil dari atas pohon. "Kalau begitu jangan melamun! Kejatuhan mangga baru tau rasa kamu!"

"Berani kakak menimpukku?! Aku akan naik ke atas dan menghajarmu!"

"Wah, monster kecil mau ngamuk nih! Hati-hati aja, jangan sampai kau naik dan malah jatuh, Nuha!" ledek Muha sambil tertawa terbahak.

"Kak Muha!!" Nuha semakin kesal, wajahnya memerah. Dia tahu kakaknya hanya menggoda.

Sementara itu, dari kejauhan, ayah mereka tersenyum sambil memegang iPad besarnya. Rambut gondrong pirangnya diikat sedikit, tampak seperti seorang seniman. Istrinya duduk di sampingnya, menyiapkan kue dan teh.

-MAHESA DHISWA-

Usia 47 tahun. Pekerjaan Ilustrator online international. Sangat ramah dan penuh kasih sayang. Pandai menyembunyikan rahasianya sendiri.

-INAYA PUTRI-

Usia 44 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang sangat pandai memasak.

Mereka tertawa kecil, melihat tingkah anak-anaknya yang semakin besar, namun tetap tak lepas dari keceriaan dan kebersamaan.

Mahesa menatap putrinya dengan rasa haru. Ada kekhawatiran mendalam yang selalu menghantuinya tentang masa depan Nuha. Ingatannya terbang kembali ke masa lima belas tahun yang lalu.

**(Flashback on)**

"Apa kau yakin ingin mendengar kutukan ini?" suara nenek tua itu terdengar parau, tetapi tegas, menghantui pikiran Mahesa.

Waktu itu, mereka bertiga —Mahesa, Inaya, dan Muha kecil— sedang liburan di pantai. Inaya sedang hamil besar dan Muha berusia enam tahun saat itu berlari-lari kecil di sekitar mereka.

Seorang nenek penjual cinderamata ajaib, tiba-tiba mendekati mereka. "Istri Anda sedang hamil ya?" tanya nenek itu sambil mengelus perut Inaya yang membuncit. Tatapan matanya terasa menusuk.

Mahesa mengangguk sopan. "Iya, Nek," jawabnya singkat.

Nenek itu melanjutkan, "Apa kalian sudah tahu jenis kelamin anak ini?"

Inaya menggeleng, sementara Mahesa tersenyum dan berkata, "Kami belum ingin tahu, Nek. Kami hanya berharap anak kami selalu sehat."

Tetapi kemudian, pertanyaan nenek itu berubah, suaranya seolah membawa hawa dingin di tengah teriknya pantai. "Apa kau bersedia menukar nyawamu, jika anak yang lahir nanti perempuan?"

Seketika, Mahesa merasakan ketegangan menjalar di tubuhnya. Dia mencoba bersikap tenang, tapi kata-kata nenek itu seperti membekukan hatinya. "Apa maksudnya?" tanyanya dengan nada takut, mulai menggenggam erat tangan istrinya.

Nenek itu tersenyum, tapi senyum itu dingin. "Anak perempuan yang kau harapkan akan membawa kebahagiaan. Dia akan lahir dengan kutukan. Kebahagiaan yang dia bawa hanya akan dirasakan oleh keluarganya. Tapi untuk orang lain, kebahagiaan itu akan terasa seperti jarum yang menusuk hati mereka."

Mahesa menelan ludah, tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia menoleh ke istrinya yang juga tampak cemas. Mereka tidak menjawab. Dalam hening, mereka berpamitan cepat dari nenek itu, mencoba melupakan kata-katanya.

Namun, malam itu, saat Mahesa tidur, mimpi buruk datang. Kata-kata nenek terus berulang di kepalanya, seperti mantra jahat yang tak bisa hilang.

"Anak itu akan hidup bahagia, tapi kebahagiaannya akan melukai orang lain. Anda harus menemukan cara untuk membebaskannya dari kutukan itu, atau bersiaplah menemui ajal sebelum putrimu berusia 17 tahun."

**(flashback end)**

Mahesa menatap Nuha sejenak, rasa khawatirnya terpendam dalam senyuman kecil. "Nuha," panggilnya lembut, "kemarilah."

Nuha yang sedang asyik melamun, menoleh, sedikit terkejut, kemudian melangkah mendekati ayahnya. "Ada apa, Yah?" tanyanya sambil duduk di samping ayahnya.

Mahesa menarik napas dalam-dalam, berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati. "Nuha, ayah sudah memikirkannya. Ayah mengizinkanmu untuk punya pacar."

Nuha terperanjat, matanya melebar. "Eh? Pacar?" suaranya terdengar kaget, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Iya. Kamu sudah besar sekarang, Nuha. Ayah ingin kamu bisa bahagia, tanpa ada yang terluka. Seperti cerita-cerita dongeng yang pernah ayah ceritakan padamu…"

Nuha mendengus, tak bisa menahan diri untuk tidak membandingkan hidupnya dengan dongeng. "Seperti Princess Aurora yang dikutuk tertidur? Atau yang harus diselamatkan pangeran?" Dia menggeleng pelan, ekspresinya datar. "Tapi, ayah, dunia nyata tak seindah itu. Mana ada pangeran yang bisa datang menyelamatkan Nuha dari kutukan ini?"

"Ayah tahu, mencari pangeran itu sulit. Tapi… tidak berarti kamu harus menjalani semuanya sendiri." Ayah menunduk, pikirannya berkelana ke masa lalu, ketika kutukan itu pertama kali disampaikan. "Ayah akan terus berusaha mencari cara agar kamu bebas dari kutukan itu."

Nuha menghela napas, suaranya tiba-tiba berubah lembut. "Ayah... Nuha tahu apa itu pacar. Tapi dengan keadaan Nuha yang seperti ini, Nuha takut akan menyakiti orang yang Nuha sayangi."

Mahesa tersenyum tipis, menahan rasa sakit yang dirasakannya karena tak bisa berbuat banyak. "Kalau begitu," jawabnya, "mungkin kamu tidak perlu pacar. Tapi setidaknya, milikilah sahabat."

"Sahabat? Hehe... Sahabat juga bisa kusakiti, ayah. Nuha ini aneh, kan?" Senyum Nuha tampak santai, tapi matanya memancarkan kesedihan yang tak bisa disembunyikan.

"Ayah tahu, Nuha," bisik ayah dalam hati, sambil berusaha tetap tenang. "Ayah tahu betapa beratnya beban yang kamu pikul."

"Ayah?" suara Nuha tiba-tiba berubah serius, "Kenapa sih, Nuha harus berbeda dari orang lain? Kenapa Nuha nggak bisa normal seperti mereka?"

Sedikit kaget mendengar pertanyaan itu, Mahesa menarik napas panjang, menyentuh tangan Nuha dengan lembut. "Kamu masih punya keluarga yang sangat mencintaimu, Nuha. Dan kamu berhak untuk bahagia, meskipun kutukan itu ada."

Nuha menunduk, matanya terpaku pada bayangan mereka yang memanjang di tanah. "Iya, ayah. Terima kasih." Jawabannya pelan, seolah mengandung rasa syukur yang dipaksakan.

Di bawah cahaya matahari senja yang mulai memudar, Nuha hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti, dia benar-benar bisa membebaskan dirinya dari kutukan itu.

Sementara itu, Kak Muha yang masih memetik mangga dari pohon, kembali berusaha mengganggu adiknya dari atas sana. "Monster kecil mau punya pacar? Yang ada dia bakalan jadi monster besar lagi. Ih, takut..."

Nuha menengadah, setengah tersenyum. "Baguslah kalo aku bisa jadi monster besar. Akan aku injak kakak sampe penyet!!"

Muha tertawa dari atas pohon. "Monster kecil mau ngamuk nih! Siap-siap kena serangan Nuha!"

"KA-K MUHAA!!" Nuha berteriak, setengah tertawa meski perasaannya masih terpendam.

Nuha mendengus-dengus tajam dengan kepulan asap di atas kepalanya sedangkan Kak Muha masih asik menertawainya.

Terpopuler

Comments

Miu Nh.

Miu Nh.

hope so...
masih panjang kak perjalanannya ✍✍

2024-09-05

0

Tara

Tara

smoga happy ending

2024-09-05

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Hidupku Seperti Dongeng
2 Bab 2 Hidupku Seperti Dongeng
3 Bab 3 Hidupku Seperti Dongeng
4 Bab 4 Hidupku Seperti Dongeng
5 Bab 5 Hidupku Seperti Dongeng
6 Bab 6 Hidupku Seperti Dongeng
7 Bab 7 Hidupku Seperti Dongeng
8 Bab 8 Hidupku Seperti Dongeng
9 Bab 9 Hidupku Seperti Dongeng
10 Bab 10 Hidupku Seperti Dongeng
11 Bab 11 Hidupku Seperti Dongeng
12 Bab 12 Hidupku Seperti Dongeng
13 Bab 13 Hidupku Seperti Dongeng
14 Bab 14 Hidupku Seperti Dongeng
15 Bab 15 Hidupku Seperti Dongeng
16 Bab 16 Hidupku Seperti Dongeng
17 Bab 17 Hidupku Seperti Dongeng
18 Bab 18 Hidupku Seperti Dongeng
19 Bab 19 Hidupku Seperti Dongeng
20 Bab 20 Hidupku Seperti Dongeng
21 Bab 21 Hidupku Seperti Dongeng
22 Bab 22 Hidupku Seperti Dongeng
23 Bab 23 Hidupku Seperti Dongeng
24 Bab 24 Hidupku Seperti Dongeng
25 Bab 25 Hidupku Seperti Dongeng
26 Bab 26 Hidupku Seperti Dongeng
27 Bab 27 Hidupku Seperti Dongeng
28 Bab 28 Hidupku Seperti Dongeng
29 Bab 29 Hidupku Seperti Dongeng
30 Bab 30 Hidupku Seperti Dongeng
31 Bab 31 Hidupku Seperti Dongeng
32 Bab 32 Hidupku Seperti Dongeng
33 Bab 33 Hidupku Seperti Dongeng
34 Bab 34 Hidupku Seperti Dongeng
35 Bab 35 Hidupku Seperti Dongeng
36 Bab 36 Hidupku Seperti Dongeng
37 Bab 37 Hidupku Seperti Dongeng
38 Bab 38 Hidupku Seperti Dongeng
39 Bab 39 Hidupku Seperti Dongeng
40 Bab 40 Hidupku Seperti Dongeng
41 Bab 41 Hidupku Seperti Dongeng
42 Bab 42 Hidupku Seperti Dongeng
43 Bab 43 Hidupku Seperti Dongeng
44 Bab 44 Hidupku Seperti Dongeng
45 Bab 45 Hidupku Seperti Dongeng
46 Bab 46 Hidupku Seperti Dongeng
47 Bab 47 Hidupku Seperti Dongeng
48 Bab 48 Hidupku Seperti Dongeng
49 Bab 49 Hidupku Seperti Dongeng
50 Bab 50 Hidupku Seperti Dongeng
51 Bab 51 Hidupku Seperti Dongeng
52 Bab 52 Hidupku Seperti Dongeng
53 Bab 53 Hidupku Seperti Dongeng
54 Bab 54 Hidupku Seperti Dongeng
55 Bab 55 Hidupku Seperti Dongeng
56 Bab 56 Hidupku Seperti Dongeng
57 Bab 57 Hidupku Seperti Dongeng
58 Bab 58 Hidupku Seperti Dongeng
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Bab 1 Hidupku Seperti Dongeng
2
Bab 2 Hidupku Seperti Dongeng
3
Bab 3 Hidupku Seperti Dongeng
4
Bab 4 Hidupku Seperti Dongeng
5
Bab 5 Hidupku Seperti Dongeng
6
Bab 6 Hidupku Seperti Dongeng
7
Bab 7 Hidupku Seperti Dongeng
8
Bab 8 Hidupku Seperti Dongeng
9
Bab 9 Hidupku Seperti Dongeng
10
Bab 10 Hidupku Seperti Dongeng
11
Bab 11 Hidupku Seperti Dongeng
12
Bab 12 Hidupku Seperti Dongeng
13
Bab 13 Hidupku Seperti Dongeng
14
Bab 14 Hidupku Seperti Dongeng
15
Bab 15 Hidupku Seperti Dongeng
16
Bab 16 Hidupku Seperti Dongeng
17
Bab 17 Hidupku Seperti Dongeng
18
Bab 18 Hidupku Seperti Dongeng
19
Bab 19 Hidupku Seperti Dongeng
20
Bab 20 Hidupku Seperti Dongeng
21
Bab 21 Hidupku Seperti Dongeng
22
Bab 22 Hidupku Seperti Dongeng
23
Bab 23 Hidupku Seperti Dongeng
24
Bab 24 Hidupku Seperti Dongeng
25
Bab 25 Hidupku Seperti Dongeng
26
Bab 26 Hidupku Seperti Dongeng
27
Bab 27 Hidupku Seperti Dongeng
28
Bab 28 Hidupku Seperti Dongeng
29
Bab 29 Hidupku Seperti Dongeng
30
Bab 30 Hidupku Seperti Dongeng
31
Bab 31 Hidupku Seperti Dongeng
32
Bab 32 Hidupku Seperti Dongeng
33
Bab 33 Hidupku Seperti Dongeng
34
Bab 34 Hidupku Seperti Dongeng
35
Bab 35 Hidupku Seperti Dongeng
36
Bab 36 Hidupku Seperti Dongeng
37
Bab 37 Hidupku Seperti Dongeng
38
Bab 38 Hidupku Seperti Dongeng
39
Bab 39 Hidupku Seperti Dongeng
40
Bab 40 Hidupku Seperti Dongeng
41
Bab 41 Hidupku Seperti Dongeng
42
Bab 42 Hidupku Seperti Dongeng
43
Bab 43 Hidupku Seperti Dongeng
44
Bab 44 Hidupku Seperti Dongeng
45
Bab 45 Hidupku Seperti Dongeng
46
Bab 46 Hidupku Seperti Dongeng
47
Bab 47 Hidupku Seperti Dongeng
48
Bab 48 Hidupku Seperti Dongeng
49
Bab 49 Hidupku Seperti Dongeng
50
Bab 50 Hidupku Seperti Dongeng
51
Bab 51 Hidupku Seperti Dongeng
52
Bab 52 Hidupku Seperti Dongeng
53
Bab 53 Hidupku Seperti Dongeng
54
Bab 54 Hidupku Seperti Dongeng
55
Bab 55 Hidupku Seperti Dongeng
56
Bab 56 Hidupku Seperti Dongeng
57
Bab 57 Hidupku Seperti Dongeng
58
Bab 58 Hidupku Seperti Dongeng

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!