“kak... ani pulang...”
ani berjinjit-jinjit di lantai yang dingin agar kedua kakaknya tidak bangun. Ani berpikir, mereka terlalu lelah untuk hari ini, biarpun setiap hari dia selalu beranggapan seperti itu. Ia berjalan ditengah kegelapan, tepat pukul 11.00 malam. Seharusnya seluruh penghuni rumah telah tertidur, tapi itu tidak dengan dirinya.
Hingga saat dia berada didepan pintu kamar mandi untuk mencuci kaki, Ani merasa ada seseorang yang mengawasinya. Ia berharap itu bukanlah makhluk pembawa sial. Ia cukup was-was saat membuka kaus kaki. Takut makhluk itu menyerangnya secara tiba-tiba.
Ceklekkk
“ngapain dek? Baru pulang?” ani tertangkap basah oleh reezal. Tak disangka, kakak laki-lakinya ini belum tidur. Biasanya, reezal akan tidur jam 8 malam karena kelelahan mengerjakan pekerjaan kantor. Mungkin, hari ini ia lembur. Jadi ia akan begadang.
“kakak belum tidur?” ani bertanya secara halus agar kakaknya tidak marah. Tentu saja sambil membalas tatapan yang terkesan kelelahan tersebut.
“gimana belum tidur. Kemana aja kamu?” akira berkacak pinggang di sebelah kak reezal saat keluar dari kamarnya. Ani menegak ludah. Seluruh lampu koridor rumah menyala. Sekarang, mereka bagaikan dektektif dan tersangka.
Alasan apalagi yang akan dia berikan kepada kakaknya? Tidak ada. Ani tidak punya pilihan lain selain berkata jujur kepada kedua kakakknya. Sebelum itu, ia menarik nafas panjang lalu menghembuskan dengan kasar.
“tadi... ani lagi... ummm...” ani benar benar bingung cara menjelaskannya. Ia memainkan kedua tangannya, lalu menunduk. akira dengan antusias menunggu jawabannya, meskipun ani tahu bahwa mata kak akira seperti mata panda.
“ani bahas masalah kuliah, tadi.,” ani menjawab pelan. Pinggul yang tadi akira bungkukkan, kembali urus. Perlahan, akira mengelus kepala adiknya.
“gapapa, dek. Sana, tidur! Besok daftar kuliah sama kakak!” akira pergi ke kamarnya bersama reezal—meninggalkan ani sendirian di koridor.
“baiklah.....”
*
“ani!”
Yang di panggil langsung melesat keluar dari kamarnya. Dia baru pulang seusai mengambil ijazah lulusnya di kantor kepala
sekolah. Seperti janji kakaknya kemarin, dia akan di daftarkan ke kuliah di luar negri karena sekarang dia mau.
“kenapa kak?” ani bertanya dengan sangat antusias. Matanya melirik layar lebar laptop yang kakaknya letakan di pangkuan.
“cepetan nih! Pilih!” akira langsung menyodorkan laptopnya kepada ani. Mata ani tertuju pada sebuah website beasiswa diindonesia.
“Malaysia, swedia, jerman, belanda....” saking seriusnya ani pada website itu, ia menajamkan matanya. Kepalanya semakin saja dicondongkan kearah layar.
“universitas di new california, kak!” ani buru buru menunjuk layar monitor.
“kamu kakak masukan ke..... Universitas california!” baru saja tangan akira akan menekan tombol ‘daftar’, ani sudah menghentikan aksinya itu.
“jangan kesitu, kak.,” ani menatap sinis mata kak akira.
“emang ken-“
“ani maunya masuk stanford university!”
Kak akira kaget dengan pendapat ani.
“kenapa ani mau kuliah disana?” dengan jujur, ani mengatakan yang sebenarnya.
“temen temen ani mau kuliah disitu...” jawab ani lemas.
“universitas itu sangat ketat penyeleksiannya, tidak sembarang orang bisa kuliah disana. Kak reezal yang cerdas saja, pernah di tolak untuk kuliah di sana.” Jelas akira panjang lebar. Jujur, mental ani langsung menciut.
“kalau keterima?”
“kalau enggak?”
Mau bagaimana lagi? 3 sahabat terbaiknya akan kuliah di sana. Teman temannya yang lain akan kuliah di eropa. Sahabat karibnya kuliah di jerman, teman dekatnya kuliah di belanda, kakak kelasnya kuliah di rusia, dan lain lain. Hatinya sangat sesak saat itu. akira memberitahukan masalah pahit di universitas kesukaannya sama saja kak akira mengurung ani di rumah, itu menurut ani.
“kenapa diem? Kamu kuliah di indonesia saja, ya?” tanya akira meyakinkan.
“coba dulu atuh, kak. Belum tentu ani gak keterima!” bantah ani. Akhirnya, akira mau menerima pendapat ani dan membuka situs di mana website itu adalah tempat pendaftarannya. akira mulai memasukkan nama kepanjangan ani, umurnya, nomor KTP, akte keluarga, dan pendaftaran lainnya. Hati ani tegang, tapi dia tetap bersikap tenang.
“nih! Jalanin tesnya sendiri!” ujar kak akira sambil memberikan laptop itu ke ani, lalu pergi menuju dapur. Sedangkan ani sudah mengambil alih tempat duduk kak akira dan memainkannya.
3 jam kemudian, ani selesai menjalankan tesnya. Tanpa melihat ke google, ia hanya menggunakan otaknya.
Done
ani langsung menekan tombol itu. Prosedur tiap prosedur sudah selesai ani jalankan. Tinggal menunggu pemberitahuan di terima atau tidak melewati email.
“ah, udah kekirim. Palingan beberapa minggu lagi di umumin. Tinggal santai aja, deh!” ucap ani. Dia langsung merenggangkan tubuh mungilnya di kursi itu. Karena bosan, dia melihat lihat daftar nama nama yang ikut kampus ini juga.
ayanna lucasildo
Mahesano argani
muhammad satrio faizal
“syukurah mereka ikut mendaftar juga...” ani senang melihat nama teman temannya ada di situ. Ternyata janji mereka tidak palsu. Tapi, tentu akan menyakitkan jika salah satu dari mereka tidak diterima masuk universitas bergengsi itu.
“ani! Teman temanmu datang!” panggil reezal. Suaranya berarah dari ruang tamu, sekarang ani sedang berada di ruang makan.
“iya kak! Sebentar!” ani langsung beranjak dari duduknya. Melangkah ke arah ruang tamu.
Terlihat di ambang pintu ada aya, mahes, dan satrio di sana.
“eh, ayo masuk!” kata ani mempersilahkan mereka bertiga masuk.
“ini rumahmu ya, ni. Bagus banget!” ujar satrio terkagum kagum. Hiasan dekorasi rumah ani memang terkesan sangat antik. Banyak guci guci berjajar di sana. Apalagi yang paling mencolok adalah lampu utamanya yang berwarna kepastelan. Jika teman temannya ani mengunjungi rumah ani, yang pertama kali di lihat adalah ‘kuno’. Meski begitu, rumah ani adalah rumah sederhana yang menyimpan banyak kenangan.
“enggak kok!” balas ani tersipu.
“ini ukiran gucinya keren banget. Mirip yang ada di buku sekolah. Jangan jangan, kamu keturunan orang kaya raya waktu dulu, ya?” mahes ikut mengomentari, dia sedang memperhatikan ukiran kupu kupu di sebuah guci milik ani sambil berjongkok di depannya.
“gak tau. Kalian mau ku buatkan apa? Teh? Kopi?” tawar ani ramah.
“gausah ah, nanti ngerepot-“
“teh matcha aja!”
Satrio yang memotong pembicaraan mahes membuat mahes kesal. Kilah mata tajam melirik satrio yang tepat di belakangnya. Manik coklatnya menatap muka satrio yang tidak membalas tatapannya sama sekali. Malah, satrio bersiul siul seolah olah tidak terjadi apa apa.
“awww!!!” jerit satrio sambil memegangi tangannya yang habis di pukul mahes.
“gitu doang teriak! Lebay!” gerutu mahes. Mata mahes kembali melihat ukiran guci antik didepannya.
“tenaga lu kan, segede gorila!” bantah satrio. Dengan sedikit kekuatannya, dia menjejakkan kakinya ke punggung mahes sehingga mahes terjungkal ke depan.
Prangggg!!!!
Naas, guci kepunyaan ani mendadak pecah berkeping keping. Ani lupa memberitahukan
teman temannya bahwa guci di rumahnya sangat sangat rapuh.
Tatapan kosong dari dua orang rival itu di tujukkan ke guci ani yang terpecah belah. Mereka langsung mengalihkan pandangan dari guci itu, karena mereka mendengar
suara tawa aya dan ani di dapur.
“cepetan beresin bro!” ujar mahes sedari tadi berusaha menyembunyikan kepingan kepingan guci di lantai. Sementara satrio masih melongo memperhatikkan dapur, berharap batang hidung ani tidak muncul.
“beresin!” kesal mahes. Sekali lagi, mahes memukul pelan kaki satrio agar tersadar dari lamunan konyolnya.
“iya iya!” akhirnya satrio ikut membantu mahes membereskan kepingan guci itu.
Ceklekkk!
Dua pasang mata, oh salah, tiga pasang mata, ani dan aya termasuk reezal menatap mahes dan satrio secara intens dan lekat lekat. reezal mendatangi dua orang itu dengan tatapan dingin. Tangan reezal juga sudah mengangkat kerah baju mahes sehingga badannya sedikit terangkat.
“kau.......”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments