bab 2 (revisi)

...Ani mencoba untuk mendekati jendela tadi. Dia menyibakkan tirai kamar, dan melihat sosok tadi sedang menundukkan kepala....

..."Kamu 'kan......."...

"Iya aku, Ayanna lucasildo. Kalo kamu lupa, berarti kamu pikun. Hehe. Kasian ya, mana masih muda," lanjutnya sambil berusaha berdiri. Rencananya untuk mengagetkan ani tidak berjalan mulus. Dia menyibakkan rambut dan menyelipkan beberapa helaiannya ke telinga. Ani berusaha mengingat-ngingat, sampai pada akhirnya ia tertawa geli karena kelupaan.

“ehehe, maaf, aku lupa" tukas ani cengengesan. Nama orang itu aya, teman ani semasa SMP dan SMK. Dia keturunan orang yang cukup berada. Namun, itu bukanlah alasan bahwa ani ingin sekali berteman dengan aya. Ia ingin berteman karena ia suka karakteristik aya yang humoris dan penyemangat.

"Btw kamu kenapa gak lewat pintu aja?" tanya ani.

Ia keheranan, tidak biasanya gadis yang memiliki tinggi 152 cm didepannya ini izin masuk kerumah seseorang melewati jendela kamar. Untung dia sudah tahu betul sifat aya. Kalau itu maling? Tidak ada kata selamat bagi barang-barang berharganya. Apalagi, ia sering tidak mengunci jendela kamar. Ceroboh.

“ga-pa-pa kok, aku cuma merasa kalau lewat pintu terlalu mainstream. Ngomong-ngomong, kamu udah siap?” tanya aya. Pandangannya menyapu seluruh penglihatan, mulai dari bagian atas sampai bawah tubuh ani. Kemudian matanya kembali menatap ani. Aya memang ahli dalam bidang fashion, meski menjadi model bukanlah cita-citanya.

“itu udah bagus, kok. Ayo kita pergi!” ajaknya sambil menarik tan gan ani menuju jendela tempat aya masuk tadi. Itu membuat perasaan ani sedikit lega, karena ia tidak perlu susah susah mencari pakaian yang bagus.

“sebentar, aku chat kakakku dulu“ izin ani seraya menepis pelan tangannya dan mengeluarkan handphone miliknya dari balik saku.

* * *

in privacy chat

08.31

-You-

"Kak, ani pergi sama

aya dulu, ya?"

-Kak akira-

"Yaudah, sana gih.

Tapi, kok kakak gak liat

Kamu di depan pintu?"

-You-

"Ani di jemputnya lewat

jendela Kamar. Ani pergi dulu,

ya?"

-Kak akira-

"oke, pulang sebelum

petang, mengerti?"

-You-

"Oke" Read ✔✔

* * *

“aku udah minta izin. Ayo keluar!” panggil ani sambil menepuk pelan bahu aya yang seperti sedang memikirkan sesuatu.

Saat ia terkejut, betapa manis wajah aya yang sedang terkaget-kaget. Tak heran, betapa banyak laki-laki yang gigih memperjuangkannya walau tidak satupun ia terima. Ia bukanlah tipe orang yang membutuhkan cinta. Ia hanya fokus, bagaimana ia bisa membanggakan bibi kesayangannya itu.

kebetulan mobil aya sudah terparkir rapi di depan jendela kamarnya. Lantas, ani dan aya langsung menaikinya dan tancap gas kearah kafe yang paling dekat dengan rumah ani.

Disepanjang jalan, mereka bercengkerama dan membahas hal-hal kecil. Tawa girang selalu menghiasi mobil aya yang terkesan mewah. Meski dari golongan menengah keatas, aya menganggap bahwa sifat sombong bukanlah budaya yang harus diikuti. Malah, ia sangat tak suka memamerkan hartanya. Namun, dia agak narsis soal penampilan.

Saat mereka sudah sampai di parkiran kafe, mereka turun dari mobil lamborghini milik aya. Bahkan, banyak mulut yang menggosipkan tentang dua remaja berlanjut wanita ini saat turun dari mobil. Entah itu memuji, mencaci-maki, dan lainnya. Aya tidak peduli dan langsung menggandeng ani kedalamnya. Tatapan sinis selalu ia tunjukkan keseluruh orang yang melihatnya. Namun, mata itu berubah menjadi sangat lembut ketika menatap ani.

Starbuck.

Itulah isi dari papan yang terpampang jelas diluar cafe. Yang ani pikirkan ketika membeli minuman dari tempat ini adalah mahal. Tapi kata itu tidak berlaku bagi dompet aya yang selalu tebal,

Bukan tebal karena bon hutang.

“aku gak cuma ngajak kamu aja. Bahkan, aku ngajak satrio dan mahes untuk minum kopi disini!“ tukas aya sambil menarik cepat tangan ani untuk masuk.

“ada yang lain? Baguslah kalo gitu!” jawab ani. Sesampainya di dalam, aya langsung menarik ani dan mencari, kemana dua pria kontras itu duduk. Starbuck tergolong warung kopi mahal, dan teman-temannya pasti di traktir. Hanya mahes, satrio, dan ani saja. Tidak yang lain. Apakah itu yang disebut murah hati? Tentu, pada sebagian orang.

“mereka udah duduk disana! Ayo!” ajak aya seraya menunjuk sofa di pojok kiri. Yang satu sibuk menuliskan sesuatu dibuku, dan yang satunya lagi asik bermain gawai.

“eh, kalian dateng juga. Gue sama mahes panik banget waktu di tanya mbak-mbak tentang tarif. Padahal, kita cuma duduk dan blom pesan apa-apa. Tapi udah di tagih duluan” kesal satrio sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya, memberi isyarat agar aya duduk di sebelahnya. Entah kenapa satrio bisa lebih dewasa jika berada didekat aya.

“maaf, jalanan agak macet, dan bensin mobil aku abis ditengah perjalanan kesini” Jawab aya beralasan. Padahal, ia bisa berterus terang bahwa aya sangat-sangat mempertimbangkan pakaia yang akan ia pakai. Karena tak kuat berdiri terlalu lama, ia pun duduk disebelah satrio sambil menyesuaikan posisi duduknya.

“ani kemana?” tanya mahes dengan wajah datar. Matanya masih tidak dapat mengalihkan pandangannya ke layar smartphone di tangannya. Bahkan, wajah tampan milik mahes kini bagai diterangi cahaya dari surga. Sungguh, keterangan cahaya dismartphone mahes melebihi batas. Namun anehnya, ia tak pernah merasa sakit mata.

“disini. Ehek”

Mahes melonjak kaget saat mengetahui bahwa ani duduk di sebelahnya. Kepalanya juga condong ke layar handphonenya seperti mengecek sesuatu layaknya stalker handal.

“kenapa?” tanyanya kebingungan.

“gak ada,"

Mahes di kenal sebagai sosok yang pendiam dan dingin wataknya. Tetapi, di samping itu, ia adalah seorang yang cerdas dan sangat-sangat ramah, meski sifat itu tidak ditujukan ke semua orang. Sedangkan satrio, adalah yang paling baik, alias good guy

di SMK mereka. Humoris dan ceria adalah watak aslinya. Ia teman dekat mahes. Kadang mereka berkomplot untuk memajukkan nilai dengan cara belajar. Tidak ada persaingan secara fisik maupun batin diantara mereka meski berbeda sifat.

“kalian mau pesan apa?” datanglah waiters, menanyakan pesanan mereka.

"Terserah," jawab mahes ketus.

"Saya ini waiters, bukan pacar kamu...."

“kopi gula 1, capucinno 3,” Aya menyangkal perkataan mahes. Benar-benar diluar batas!

Ia tahu betul selera teman temannya. Sambil menunggu pesanan mereka datang, mereka

berbincang kecil sampai topik yang ani tunggu-tunggu muncul,

Masalah perkuliahan.

“nanti mau kuliah di mana?” tanya satrio. Sebelum membalas pertanyaan satrio, minuman sudah di hidangkan. Bahkan, mahes sudah menegak kopi gula yang aya pesan untuknya. Ia terlalu rakus jika meminum kopi.

“pokoknya gw mau kuliah di luar negeri!” jawab mahes sambil memonyongkan bibirnya kearah gelas capucinno dan menyeruputnya. Dia masih tidak bisa berhenti menulis dibuku yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.

“kita semua harus satu universitas” tukas satrio. “kenapa?" tanya mereka serempak.

"BIAR KITA GAK KEPISAH DAN SALING MELUPAKAN! 'KAN, GAK ENAK BANGET!" jawabnya dengan alay seraya menggebrak meja hingga seluruh pasang mata melirik meja mereka. Memalukan.

“pada bisa bahasa inggris, 'kan?” satrio bertanya lagi, namun dalam keadaan yang lebih tenang. Lantas, semua kepala menganggung. SMK mereka di kenal sebagai SMK swasta yang tak luput dari pelajaran bahasa inggris walaupun hanya beberapa menit saja.

“gimana..., kalo kita masuk universitas di luar negeri aja?” usul aya memberi pendapat. Wajah mereka datar, mengingat biayanya yang setinggi langit. Belum tentu juga mereka dapat hafal nama nama jalan dari negara tempat kampus mereka nanti.

“pake jalur beasiswa aja.” Tambahnya lagi.

“negara mana nih? Kalau misalkan ke negara eropa atau benua amerika kan, pakai VISA, takut kalian pada gak lolos! 'Kan, ghibah is your passion everyday. Takut ketauan” seru satrio memanas manaskan suasana. Memang apa sih, yang membuat satrio menjadi malu? Urat malunya sudah putus sejak dini. "Apa hubungannya sih, ghibah sama VISA" sahut Aya tetapi diacuhkan.

“universitas di california sangat mendukung. Selain pembahasannya yang lugas, banyak destinasi wisata yang menarik di sana. Banyak juga kuliner-kuliner yang cukup berkesan“ mahes berucap dengan suara agak serak karena dia masih berjuang untuk menelan bubuk-bubuk kopi gula yang mungkin tidak teraduk dengan sempurna. Wajahnya di terangi cahaya handphone yang sedari tadi ia gulirkan layarnya. Sepertinya mahes sedang mencari informasi digoogle saat menyimak pembicaraan mereka.

“ide bagus! Stanford university bisa menjadi pilihan yang amazing!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!