Hari ini Vino memantapkan tekadnya untuk pulang ke kampung halaman guna untuk bekerja freelance saja.
Kepulangannya tidak diketahui Rani dan keluarga Vino.
Vino memang egois, dia berprinsip tidak neko-neko makanya dia juga santai tidak harus ber lebay-lebay dalam berpacaran meskipun statusnya saat ini dia calon Suami Rani.
Sesaat sampai rumah seperti biasa rumah Vino sepi.
Ibu Vino yang bekerja dipabrik Roti blm pulang, sedangkan pak Hadi lebih suka berkebun dikebun sayurannya.
Adik Vino yg masih dibangku SMA belum kelihatan pulang, sedang kan adek laki lakinya biasa main dengan teman temanya,sebab kuliahnya hampir selesai.
Vino yang saat itu sangat lelah bergegas ke dapur untuk mengambil air putih dan lekas membersihkan diri.
Sembari berjalan ke kamar mandi dia mendapati sebuah kertas dengan bertuliskan nama Zahra atas penunggakan uang sekolah dan lain lain.
Vino yang saat itu berpikir orangtuanya akan bertanggung jawab atas sekolah adiknya itu hanya bisa menggelengkan kepala dan mendengus kesal.
"Duit mereka sebenarnya di kemana kan, sampe tunggakan receh seperti ini gak diperhatikan," Celetuk Vino dengan nafas panjang.
Namun hal ini tidak membuat Vino gusar, toh memang apapun keadaannya Vino harus mencukupi adik-adik nya bahkan terkadang masih diminta duit sama ibunya.
Sejak saat itu Vino terbiasa dengan bebannya, dengan hal itu kadang dia malu terhadap Rani yang belum bisa memberi apapun kepada Rani.
Teringat saat melamar Rani pun orangtua Vino yang harus menanggungnya.
Dari situ Vino selalu ikhlas apapun yang diminta ibunya terutama dalam hal duit.
Pikirnya mungkin bisa mengganti uang seserahan yang dulu orangtuanya Vino kasih untuk Rani.
Jam menunjuk kan pukul setengah satu.
Terdengar suara langkah kaki yang tak asing ditelinga Vino.
"Udah pulang pak?" teriak Vino
Belum menjawab pertanyaan Vino, Pak Hadi tersenyum sambil menepuk lengan Vino.
"Sejak dari tadi kah nak?"
Tanya Pak Hadi
"Sudah."
Jawab Vino singkat.
Lalu pak Hadi duduk disebelah Vino yang sedang asyik ngopi sambil bermain ponselnya.
"Nak, ada yang mau bapak bicarakan."
Tanya Pak Hadi mengawali tema percakapan mereka.
Sedangkan Vino hanya mengangguk dan meletakkan ponselnya.
"Kemarin bapak bertemu Pak Slamet, dia meminta kamu untuk segera menikahi anaknya."
Ucap Pak Hadi pelan.
"Tapi saya belum ada uang pak, sedangkan saya sudah tidak lagi kerja disana, saya masih ingin menjelajah pengalaman saya dengan bakat saya,"
Jawab Vino antara senang dan bingung juga memikirkan biaya pernikahan.
"Bapak dan ibumu akan mengusahakan,"
Jawab Pak Hadi dibarengi menepuk kembali lengan Vino yang masih terduduk dengan pikiran yang tak tenang.
Sementara Rani yang sebelumnya sudah dikasih tau Pak Slamet hanya bisa pasrah dan bingung bagaimana cara memulainya lagi.
Dengan rasa yang ragu, Rani kembali mengirim pesan kepada Vino
"Mas.!"
Isi chat Rani.
Tak lama kemudian Vino membalas dengan panggilan telepon.
Rani yang mengetahui telepon yang sedang dipeganginya berdering dia kaget tak percaya.
"Haa... Halooo Mas, Asalamualaikum."
Jawab Rani dengan terbata.
"Walaikumsalam sayang, gimana kabarmu?"
Ucap Vino dengan semangatnya tanpa tau apa yang sedang dirasakan Rani selama dia tak pernah di kasih kabar sama Vino.
"Baik mas, tumben telepon, ada apa mas?"
Pertanyaan Rani yang seakan membuat Vino bingung.
"Masa telepon calon istri masih ditanya ada apa, gak kangen ya Kamu sama Mas?"
Ledek Vino yang semakin membuat Rani kesal.
"Kapan kamu peka sih mas dari dulu sifatmu selalu begini, minta maaf gitu, jelasin gitu kenapa gak pernah kasih kabar,"
Batin Rani dengan kesalnya.
"Halooo sayaaang,"
Ucap Vino yang membuyarkan Rani.
"Iya mas." Jawab Rani.
"Besok kita ketemu dirumah kamu, saya akan datang bersama bapak."
Ucap Vino dengan serius..
"Iya mas, Assalamualaikum,"
Rani begitu saja menutup teleponnya.
Vino yang cuek tak pernah tau maksud Rani, bahkan dia tetap bersikap biasa saja selama ini.
Waktu menunjukkan pukul empat sore.
Waktu dimana Ibu Anis pulang dari tempat kerjanya.
Kebiasaan ibu Vino masuk lewat pintu belakang sembari langsung ke kamar mandi membersihkan badan.
Selesainya mandi ibu Vino dibuat kaget dengan kakak beradik yang sedang bercanda didepan ruang Tv.
"Vino,kapan kau pulang nak?"
Tanya Ibu Anis yang senang dengan kepulangan putra sulungnya.
"Dari tadi pagi." Jawabnya.
Zahra dan Vino memang rukun sedari dulu, mereka tak pernah gengsi dalam mengungkapkan rasa kasih sayangnya sebagai saudara, berbeda dengan adik Vino kakak Zahra, putra dari Bapak Hadi dan Ibu Anis yang no 2, Aldi selalu bersikap biasa saja namun dia juga sayang terhadap adiknya.
Cuma berbeda cara dari Vino yg selalu dimana tempat suka memeluk, mencium dan bahkan ledek-ledekan seperti anak kecil.
Hal itu pemandangan yang sangat indah bukan buat orangtuanya yang berhasil mendidik mereka bisa hidup rukun.
Namun disela-sela candaan Vino dan Zahra, Ibu Vino langsung beranjak mengambil kertas yang tergeletak dimeja yang sedari pagi sudah diketahui keberadaan sama Vino.
Tak lama lagi ibu Vino memberikan kertas itu kepada Vino.
Vino yang bersikap biasa aja hanya menerima nya lalu meletakkan lagi dimeja, sedangkan Zahra yang sudah biasa dari SD dituruti keinginannya sama Vino dia bersikap biasa saja tanpa memikirkan kakaknya itu punya duit atau tidak.
Vino yang meninggalkan mereka diruang Tv kini masuk ke kamarnya dan berniat mengambil dompet.
Namun di hentikan sama ibu Vino yang mengingatkan untuk di lihat kembali isi dan maksud dari kertas yang disodorkan tadi, tapi Vino cuek tak menggubris, sembari masuk sambil menutup pintu rapat.
Satu juta ditangan Vino lalu diberikan kepada Zahra untuk menutup kekurangan biaya sekolahnya.
Disudut ruang tv Ibu Vino yang melihatnya tersenyum puas dan senang.
Lalu Vino kembali masuk ke kamar dengan pikiran kosong.
Tanpa harus menunggu beberapa menit Vino tertidur karena saking lelahnya.
Pagi itu Vino bangun jam sepuluh siang.
Sedangkan Ibu Vino libur kerja, mendapati anak sulungnya yang sudah bangun, dia mengingatkan habis dzuhur nanti berkunjung ke rumah Rani.
Vino yang tak lupa dengan janjinya hanya mengangguk kan kepala.
Pak Slamet yang sedang beberes di taman terlihat sedang menikmati pemandangan pohon jambunya yang tumbuh dengan lebat
Vino yang menyadari hal itu mendekati dan naik ke pohon jambu guna memetik buahnya,
Meskipun belum matang tapi tangan Vino gatal untuk memetiknya.
Alhasil cuma kegigit sekali terus ditaruh, begitu terus sampe berkali kali.
Namun hal itu tidak membuat Pak Hadi marah, karna tau betul memang Putra sulungnya begitu.
Lalu Pak Hadi inisiatif untuk membungkus sisa jambu yang akan matang supaya tidak busuk dihinggapi lalat buah.
Kala itu dirumah keluarga Pak Hadi berkumpul
Si Aldi nimbrung ditengah tengah perbincangan bapak dan ibunya.
"Buk, minta duit,"
Sambil menyodorkan tangannya didepan ibu Vino.
"Duit terusss, kapan kerjanya kamu?"
Bentak Ibu Vino yang tidak disetujui Pak Hadi
Pak Hadi mengernyitkan dahinya kala mendengar pernyataan Bu Anis kepada anaknya itu.
Tak lama Vino dan Pak Hadi bergegas siap siap berangkat ke rumah Rani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
🎧✏📖
💪💪💪💪👍🙏👌
2024-11-14
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦✍️⃞⃟𝑹𝑨💫⃝ˢᶦ𝐂ɪᴘяᴜт
ya harus begitu.
katanya nih ya, orang tua utama.
meski dia sudah menikah.
rejeki ngalir begitu saja
katanya
2024-10-18
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦✍️⃞⃟𝑹𝑨💫⃝ˢᶦ𝐂ɪᴘяᴜт
namanya orang, bagaimana sih
2024-10-18
0