Pagi yang mendung tidak membuat Rani bermalas malasan untuk bangun pagi.
Hari ini dia bekerja seperti biasa, namun ada rasa yang tidak bisa dipahami diri sendiri ketika dia bersemangat kerja justru badan merasa tak bertenaga.
Kala itu benaknya merasa sesak, perasaannya bercampur aduk tanoa diketahui apa inginnya.
"Apakah ini sakit karena aku merindukannya?"
Batin Rani sambil memegangi dada menahan rasa sesaknya.
"Aaahh mana mungkin! dia saja beberapa hari ini tidak lagi kasih kabar,"
Celetuknya lagi.
Dengan menahan sesak di dadanya, dia beranjak mandi lalu bersiap untuk berangkat.
"Sarapan dulu Ran, bapak sudah menunggu mu dimeja,"
Suara Ibu Mona dari dapur.
Saat Rani masih melangkah menuruni tangga.
"Kamu kenapa? sakit?"
Tanya Pak Slamet dengan manik bukat yang tertuju pada Rani.
"Tidak pak, hanya malas saja."
Jawabnya malas.
Pak Slamet membuang nafas, "Kerja jangan malas malas, besok kalau sudah nikah fokus jadi istri dan ibu yang sholeha,"
Pak sLamet membuyarkan lamunan Rani.
"Gimana kabar nak Vino Ran? cocok dengan pekerjaan barunya?"
Sambung ibu Mona.
"Gimana buk?"
Jawab Rani cepat.
"Kamu ini malas nya udah level berapa sih? sampai tidak nyambung gitu ditanya ibu!"
Tukas Pak slamet sedangkan ibu mona hanya geleng kepala sambil tersenyum.
Netra Rani menatap bapak dan ibunya dengan meringis.
"Buk, Pak, Rani berangkat dulu, Rani tidak sarapan ya, minum susu aja, Rani nanti sarapan sama temen temen, kemaren udah janji."
Rani beranjak, dengan alasannya yang sebenarnya memang gak mau makan karena perasaan yang masih tak bisa diartikan.
"Ya sudah ini bekalnya di bawa."
Ibu Mona menyodorkan wadah bekal Rani.
"Terima kasih buk, Assalamualaikum pak bu, Rani berangkat,"
"Walaikumsalam."
Jawab Pak slamet dan Ibu Mona berbarengan.
"Rani kenapa buk? tidak biasanya raut wajahnya kaku begitu, dengan muka dia yang selalu ceria rasanya ada yang aneh aja!" Benak Pak slamet merasa janggal dengan putrinya.
"Mungkin lagi datang bulan, jadi moodnya lagi berantakan, dia itu anak yang selalu cerita sama ibu, kalo ada masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri,"
Tukas Bu Mona yang semenjak lamaran, Bu Mona belum mengetahui apa yang sudah dilalui Rani.
Karena Rani tidak mau cerita masalah hatinya kepada ibunya, takut menganggu pikiran orangtua terutama Bu Mona.
Di meja makan Pak Slamet dan Bu Mona melanjutkan sarapan yang di barengi Teh manis.
Kebiasaan keluarga Pak Slamet yang setiap pagi harus kumpul di meja makan, meskipun hanya sekedar ngeteh ataupun sarapan.
Rani yang sudah tiba ditempat kerjanya bergegas menyapa teman-temannya.
Raut wajahnya kembali ceria seperti biasanya, karena dia tahu harus profesional dalam bekerja.
Pekerjaan Rani cukup melelahkan sebagai pelayan restoran. Ini membuat nya semakin lemas tak bertenaga.
Rani tetap saja menguatkan hati, menahan sesak yang tak kunjung pergi.
"Ayo Rani semangat, tolong hati, sebentar saja jangan bergemuruh seperti ini."
Gumam Rani sembari mengelus dada dan menarik nafas panjang lalu membuangnya dengan tenang.
Setelah melewati benerapa waktu, saatnya istirahat tiba, Rani tidak membuka bekal makan yang diberikan oleh Ibunya, teman-temannya saing melepar pndnag, merasa heran dengan tingkah Rani kali ini.
Benerapa ada yang menawari Rani eengan bekalnya yang dibawa masing-masing.
Namun Rani menolaknya dengan wajah ceria seakan menutupi gemuruh dibenaknya, Dia pun enggak menjawab jika sampi merwka tau dan melayangkan pertanyaan terhadapnya.
Beberapa menit kemudian, waktu istirahat pun habis, saatnya Rani kembali berkutat dengan pekerjaannya.
Sesekali dirinya menarik nafas, memngelus dada, bahkan menepuknya pelan.
Saat itu Andi, teman Rani sudah memperhatikan sejak awal.
"Ran, kamu sakit? saya gantikan? kamu istirahat dulu!"
Tawar Andi yang mendekati Rani
Sejenak Rani terdiam, menatap Andi, hanya ulasan senyum yang di lukisnya.
"Bagaimana?"
Tanya Andi kembali.
Rani tersenyum, mengangkat kedua alisnya,"Aaaahhh enggak An, aku baik baik saja, hanya capek sedikit.
Andi mengangguk paham, dan berlalu memunggungi Rani, sesekali netranya melirik menatap Rani berulang.
Sedangkan Rani kembali fokus bekerja, tak lama lagi waktunya pulang.
Andi mencoba memberi tawaran untuk membuntuti Rani sepulang kerja.
Tetapi Rani menolaknya karena arah jalan pulang mereka beda arah. Meskipun begitu Andi akan selalu berangkat dan pulang melewati rumah Rani, hanya sekedar ingin memuaskan hati dan perasaannya.
Andi menyimpan harapan kepada Rani, dirinya snagat ingin meraih hatinya, meskipun entah Rani akan membalasnya ataupun malah menolaknya mentah-mentah.
Andi belum mengetahui jika Rani sudah di lamar sama Vino, yang bahkan sudah berencana mau ke jenjang selanjutnya.
Ada sedikit rasa kecewa di dalam hati Andi, penolakan Rani ternyata membuatnya menahan sesak, tapi Andi juga tidak mau memaksakan kehendaknya demi menuruti apa yang ada di benaknya.
Mereka masing-masing mengendarai motor dan pulang berlawanan arah.
Manik bulat Andi masih saja menatap kepergian Rani lewat spion motornya. Sulit untuk melepaskan gadis imoiannya selama ini.
Sepanjang jalan mulut Rani tak sempat diam, dzikirnya selau terucap.
"Subhanallah, subhanallah, subhanallah,"
Tidak seperti biasa perjalanan Rani kali ini sangat memakan waktu lebih dari jam biasnya, membuatnya sedikit terlambat pulang.
"Assalamualaikum" seru Rani sembari melangkah masuk.
"Walaikumsalam"
Jawab Pak slamet
Tak terdengar balasan salam dari Ibu Mona, sebab dirinya sedang sibuk dengan aktifitasnya menyiram bunga di ruang belakang.
Rani bergegas ke dapur menaruh bekal yang sama sekali tak tersentuh tadi.
Masih dengan keadaan tertutup rapat seperti semula
Lalu bergegas melangkah menaiki anak tangga menuju ke kamar.
Mendapati motor putrinya sudah berada di samping rumah, Ibu Mona menghentikan aktifitasnya.
Bergegas menuju dapur seperti biasa.
"Ya Allah nak, tidak biasanya kamu menyisakan makanan, ini malah tidak di makan sama sekali."
Lirih Bu mona dengan wajah sedih.
Beberapa menit kemudian Bu mona mencoba mendatangi kamar Rani, "Tok...tok...tok" Bu Mona mencoba memasang pendengarannya, namun tidk ada sahutan.
Mencoba membuka pintu perlahan, Bu Mona sengaja menunggu Rani, duduk di sofa tempat Rani selalu bersantai di dalam kamarnya.
Rani terjingkat kala mendapati Ibunya sudah duduk di sofa.
"Ibuuuuuu, tumben bersantai disitu nanti bapak nyariin lho."
Tukas Rani sembari ledek Ibunya.
Karna memang dari dulu Pak Slamet orangnya tidak bisa jauh sedikitpun dari bu Mona, Bu Mona adalah istri yang sangat pandai merawat suaminya, hal itu yang membuat Pak Slamet selalu mencari-cari keberadaan Bu Mona ketika tidak ada di hadapannya.
Begitu pula Pak Slamet yang memperlakukan dengan lembut Bu Mona, dengan keharmonisan rumah tangga yang dimiliki Pak Slamet dan Bu Mona, Rani tau betul bagaimana kalau bapak dan ibunya tau kalau hubungannya dia bersama Vino saat ini sedang diterpa rindu yang tak sempat berucap.
"Kenapa bekalnya utuh Ran? kamu tadi tidak sarapan? Sekarang bekal juga gak kamu makan!kamu lagi diet atau kamu sedang memikirkan sesuatu?"
Tanya Bu Mona beruntun, mulai curiga dengan sikap Rani.
"Rani gak enak badan bu, rasanya mual kalo bau nasi, maaf ya bu."
Tukas Rani dengan manja sambil memeluk Bu Mona.
Bu Mona mengernyit, netranya menatap putrinya yang bergelayut manja. "Mau kerokan atau mau ibu bawa kamu ke dokter?"
Bu mona mencoba memberi tawaran kepada putrinya itu.
"Enggak bu, habis ini mau istirahat saja ntar juga baikan."
Alasan Rani yang sudah tak nyaman dengan keberadaan ibunya.
"Ya sudah ibu keluar, tapi nanti jangan lupa makan pokonya!"
Titah Bu mona sembari melangkah keluar kamar Rani.
****
Lain halnya Vino yang masih sibuk dengan pekerjaannya.
Komputer yang sedang ia perbaiki tiap harinya selalu rame dan itu pula yang membuat Vino tidak bisa mengirim pesan kepada Rani.
Vino adalah Pria yang setia, tidak pernah melirik wanita manapun, dia selalu berprinsip dengan pendirian hatinya yaitu Rani.
Namun Rani sebagai wanita yang tidak pernah tau kabar kekasihnya itu menganggap kalo Vino sudah tidak cinta dan tak ingat pada dirinya lagi.
Vino benar-benar serius kerja, sampai dia tak kenal lelah, malam pun dia tetap bekerja, karna memang kerjaan yang dia jalani ini adalah bakat yang dimiliki juga apalagi dengan desain logonya.
Disela-sela servis komputernya dia juga selalu menyelesaikan desain logonya dengan tepat waktu.
6 bln berlalu, Vino berencana kerja freelance dengan membuka jasa pembuatan logo dan desain lainnya.
Dia bertekad pulang dan keluar dari kerjaannya itu tanpa pamitan, Vino orang yang sangat cuek dia tak pernah memikirkan hal apa yang akan di rasakan bos nya ketika dia main keluar saja.
Alhasil kerja sebulan terakhirnya dia tidak mendapatkan gaji apalagi pesangon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
💫0m@~ga0eL🔱
rindu itu menyakitkan /Cry//Cry//Cry/
2024-11-18
1
🎧✏📖
💪💪💪💪👍🙏
2024-11-13
1
✍️⃞⃟𝑹𝑨 ••iind•• 🍂🫧
Sik sik 🤣🤣
2024-10-14
0