"Ehem, jadi sebenernya ada apa dengan kalian? Benar karena adik baru kalian." tanya Orion mengembalikan pada topik mereka di awal.
Untuk mencegah kembarannya mengatakan hal-hal aneh, kali ini William lebih dulu bersuara, "Tidak! Itu sama sekali tak ada hubungannya dengan adik bungsu. Lea hanya merasa cemburu karena ayah dan ibu hanya berdiskusi dengan kakak pertama. Aku jadi sedikit terpengaruh karena emosinya. Itu saja. Adik bungsu imut dan manis. Wajar jika seluruh keluarga menyayangi nya. Kami juga sangat menyayangi nya. Jadi jangan mengatakan hal buruk, mengerti."
"Ya benar! Adik Lea sangat imut kalian tidak boleh menghinanya."
Yang lain mengangguk-angguk saat mendengar penjelasan William. Didukung pengulangan dari Ellea. William tak nampak berbohong. Jadi memang benar bukan karena adik baru mereka. Dan jika masalahnya adalah kakak pertama. Mereka tak akan bisa membantu apapun. Dibawah bayang-bayang Ravi si anak jenius siapa yang berani macam-macam. Niatnya jika memang alasannya adalah adik baru yang merebut kasih sayang keluarga, mereka hendak mengucilkan adik baru itu sebagai dukungan teman. Tentunya rencana ini hanya antara Orion dan Immanuel.
Ares bahkan tak peduli, buruk atau tidaknya suasana teman-temannya, sepertinya tak pengaruh banyak padanya.
"Ohh, begitu rupanya. Baguslah kami jadi tidak perlu-emmmm."
Orion membekap mulut Immanuel, mencegahnya melanjutkan kata-katanya.
"Apa?" William mengangkat alis, sambil mengulang kata yang tak diselesaikan Immanuel. "Tidak perlu apa?"
"Tak perlu khawatir,, itu maksudnya, iya kan, Nuel," kata Orion dengan akhir kata penuh penekanan.
Immanuel yang dibekap bahkan tak bisa bernafas bagaimana Dia bisa bicara. Tangannya memukul-mukul tangan Orion, meminta dilepaskan. Tapi bagaimana Orion peka. Jika matanya saja sama sekali tak melirik ke samping.
"Kamu mau membunuh, Nuel, Rion?," ucap William mengingatkan.
Mendengar hal itu, Orion langsung menoleh, melihat muka Immanuel memerah, dengan mata melotot, karena kesulitan bernafas. Dia langsung melepaskan bekapannya. Dengan hati nurani bersalah, kakinya mundur satu langkah ke belakang, kemudian berkata.
"Sorry, Nuel. Aku gak sadar."
Immanuel yang sudah ngos-ngosan, menatap kesal pada Orion. "Aku hampir saja mati, tauu."
"Huss, gaboleh ngomong buruk," tegur Ellea.
Immanuel memalingkan muka, tak mau berdebat dengan Ellea. Tapi Dia juga tak mau memaafkan Orion dengan mudah.
"Nanti ku beli kan mobil-mobilan kesukaanmu, gimana?" bujuk Orion. Bukannya Dia perduli atau takut sahabatnya marah. Tapi kali ini memang dirinya yang bersalah.
"Bener ya," mata Immanuel langsung berbinar bercahaya. "Berapapun harganya?" Bukannya dia tak punya uang. Hanya saja ayah dan ibunya membatasi uang jajannya. Dia juga hanya punya jatah satu mainan baru setiap bulan. Jika Orion membelikannya, maka Dia punya tambahan mainan baru.
Orion mengangguk pasrah, "Satu aja."
"Okey, yess-yess mobil baru," seru Immanuel semangat.
Yang lain tak akan iri jika di hari biasa. Mereka bisa membelinya sendiri. Tapi masalahnya si kembar sedang menjalani hukuman tiga bulan. Lalu Ares juga diam-diam tanpa tengah dihukum. Memang kompak sekali sekawan pewaris ini.
Ketiganya masih kecil, mereka belum bisa menyembunyikan emosi.
"Kenapa menatapku begitu?" tanya Orion memiliki firasat buruk.
"Enak ya, Nuel dapet mainan baru. Pasti limited edition yang dibeli," sindir William.
"Impor," sahut Ares.
Immanuel mengangguk, "Hmm, jelas, koleksi ku harus lah merk XYX."
"Wihdihh, mahal sih merk itu. Lea, merek itu juga menjual boneka barbie kesukaan mu kan. Ahh, sayang sekali tiga bulan ini kita tak bisa membeli apapun. Jadi kamu hanya bisa memainkan barbie lama."
Ellea menjadi sedih saat mendengarkan pengingat kakaknya tentang hukuman mereka. Bibirnya mengerucut, matanya mulai berair, sudah siap jatuh kapan saja.
"Gak apa-apa, nanti setelah tiga bulan kakak akan memintanya," Baru saat seperti inilah William akan menyebut dirinya kakak.
"Aku ingin bermain dengan yang baru," cicit Ellea dengan iri melirik antara Orion dan Immanuel.
Orion yang ditatap begitu oleh pujaan hatinya tentu menjadi panik. "William Cana Theodore!" gretakknya dalam hati.
"Bagus Lea, lanjutkan," seru William dalam hati menyemangati.
"Hanya saja barbie yang baru muncul bulan ini. Tiga bulan lagi pasti akan ada yang baru lagi," Willian kembali memanasi.
Mata Ellea semakin berkaca-kaca, "Jangan, Lea tidak mau dibilang kuno."
"Kuno!?" batin Ares dan William.
"Teman-teman pasti akan bilang Lea kuno dan ketinggalan zaman, huuuuu, gak mauu," ucap Ellea penuh keluhan.
Orion menyaksikan semuanya di samping. Matanya melihat bagaimana William melirik ke arahnya dengan kode yang jelas. Bahkan Ares yang biasa pendiam ikut memandangnya dengan keingintahuan.
"Hahh, baiklah aku akan membelikan masing-masing satu untuk kalian," putusnya cepat. Saat melihat Immanuel akan membantah nya, Dia tak memberinya kesempatan. "Pilih satu mainan yang kalian inginkan. Tak ada protes, atau aku tak jadi membelikannya."
Dibawah ancaman itu tak ada yang berani bersuara lagi.
Setelah memutuskan mainan apa yang mereka inginkan. Barulah mereka kembali bicara. Orion hanya mencatat nya diam-diam dalam hati, untuk kemudian meminta orang nya membelikan. Walaupun uang adalah sesuatu yang Dia tak kekurangan sejak kecil. Tetap saja saat mendengar satu-persatu mainan yang disebutkan sahabatnya. Hatinya menahan rasa sakit. Uang tabungannya sepertinya akan sangat terkuras.
"Baiklah, aku akan memberikannya pada kalian setelah mendapatkan semua."
"Terima kasih, Orion," seru semuanya senang.
"Hmm sama-sama," Orion mendengus. Kompak sekali mereka setelah memerasnya.
Dia melirik pada jam ditangannya, sambi berkata, "Lebih baik kita kembali untuk bersiap. Sebentar lagi pesta akan dimulai."
"Ya, kamu benar, kalau begitu kita berpisah sekarang."
"Sampai jumpa."
"Dahhhh, semuanya, esok kita main lagi."
"Sebentar lagi juga bertemu."
"Ohh, iyaa, lalu sampai bertemu lagi nanti malam."
"Sampai jumpa nanti malam. Lea akan berdandan paling cantik. Ahh, tidak kedua tercantik setelah adik."
"...."
...----------------...
Pada saat ini, matahari di ufuk barat mulai bersembunyi, sedikit demi sedikit kegelapan menelan bumi. Waktu hening sesaat. Lalu mulai bising di saat berikutnya.
Kamar di lantai dua.
Bayi Ivy tengah menatap pantulan cermin dengan takjub.
[Bayi siapa ini cantik sekali.]
Agaknya putri keluarga Theodore memang memiliki tingkat narsis yang sama.
"Lihat nona kecil terpesona dengan wajahnya sendiri," kata salah seorang pelayan.
"Hahaha, iya sampai tak berkedip begitu," sahut yang lain.
Ceklekkk, pintu terbuka dengan pelan.
Melihat orang dibalik pintu, semuanya mundur dan menyapa. "Tuan."
"Apa anak-anak sudah siap semua?" tanya Ethan pada kepala pelayan.
"Tuan muda pertama dan tuan muda kedua sudah siap dan sedang menunggu di kamar, Tuan. Nah, Nona kecil kami baru saja selesai. Sedangkan nona muda ketiga, tadi saya lihat masih berdandan bersama nyonya," jawab kepala pelayan.
Pelayan yang menggendong bayi Ivy, maju menunjukkan pada sang tuan.
Tatapan Ethan langsung jatuh pada bayinya. Mendengar bagaimana bayinya memuji dirinya sendiri. Sudah sangat menjelaskan betapa bayinya puas dengan hasilnya. "Berikan padaku, aku akan membawanya ke bawah."
Gendongan yang berpindah, membuat bayi Ivy mendongak, dan wajah ayahnya memasuki pandangannya.
[Ayah, dimana ibu?]
Ethan yang mendengar pertanyaan bayinya menjadi gemas. Lalu menciumi wajahnya dengan keras. Dalam hati dia bergumam, "Hmm, anak tidak berperasaan ini."
[Uhh, ayah hentikan itu merusak riasanku.]
"Ayo, kita temui kakak-kakakmu," kata Ethan pada bayi Ivy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments