"Uhuk-uhuk," Ravi terbatuk-batuk saat mencoba menahan tawa. Si kembar yang biasa membuat orang sakit kepala. Langsung kalah telak di hadapan si bungsu. "Mm, ayo kita keluar dulu, sebelum ayah dan ibu datang lalu memarahi kita nanti."
Dia tak sedang membuat alasan. Kenyataannya ketiganya memang dilarang untuk bertemu adik bungsu mereka. Kali ini mereka diam-diam menyusup saat keluarga tengah sibuk dengan tamu di lantai bawah. Jika sampai ketahuan pasti mereka akan dihukum.
Dari kejadian Dia bisa mendengar pikiran adiknya, Ravi sedikit menebak jika ini alasan mereka melarang. Maka dari itu sebelum semuanya jelas. Dia harus mencegah kedua adiknya menimbulkan masalah baru. Pikirannya sangat sederhana. Orang pintar pasti bisa memahaminya. Tapi dihadapan bocah sembilan tahun, yang belum mengerti apa-apa selain bermain, kode nya terlalu sulit ditangkap.
"Kakak aku tidak ingin ke toilet," kata Lea tegas dengan raut muka sedih. "Bagaimana kakak bisa percaya. Lea yang cantik tak mungkin pup," ucapnya penuh percaya diri.
Liam sang saudara kembar menutup muka, lantaran terlalu malu dengan omong kosong kembaran nya. Mungkin jika bisa dia tak ingin mengakuinya sebagai kembaran.
Ravi sang kakak pertama menatap kosong pada adiknya. Seolah meragukan apa yang baru saja Dia dengar.
Dan bayi Ivy yang membuat masalah, malah tertawa paling bahagia.
Brakkk, pintu dibuka dengan kencang.
Ethan masuk diikuti Disya dibelakangnya. Pertama-tama keduanya mengecek bayi bungsu di box. Melihatnya tertawa dengan lucu, membuat mereka menghelas nafas lega.
"Ada apa ini? bukannya ayah melarang kalian kesini."
Si kembar yang tau mereka dalam masalah langsung bergerak cepat, bersembunyi di belakang kakak pertama mereka.
"Ayah, maaf ini salahku," kata Ravi menundukkan kepala.
"Kamu tahu itu salah, lalu? Apa perintah ayah tak lagi penting sekarang?!"
Ravi menggeleng ringan, "Bukan begitu."
"Ayah jangan salahkan kakak," ucap Liam takut-takut. "Kami yang memaksanya."
Diikuti Lea yang menjulurkan kepala malu-malu, "Ya benar, Liam benar sekali, kami yang memaksanya. Karena kami sangat ingin menemui adik kecil-"
"Kalian,, diam!" tegur Ravi dengan suara kecil. Dengan mantap Dia memandang ayahnya, lalu mengakui, "Ayah ini salahku, jangan dengarkan mereka. Mereka memang sempat memaksa. Tapi jika aku tak menyetujuinya, kami tak akan disini."
Ethan cemberut, jika hanya si kembar, Dia tak begitu kaget. Tapi bahkan putra tertuanya membuat kesalahan sekarang. Rasanya terlalu tak bisa dipercaya. "Terserah siapa yang salah. Tapi kalian bertiga akan ayah hukum."
Mendengar itu ketiganya menjadi sedikit was-was.
Disya yang menyaksikan dari samping menggeleng tak berdaya. Dia tak mencegah atau melarang tindakan pemberian hukuman suaminya. Selama itu tidak berlebihan Dia merasa itu hal bagus. Karena suka tidak suka hal itu berpengaruh pada tumbuh kembang anak-anak. Tanpa berniat menonton, dirinya lebih memilih menggoda bayinya.
"Selama tiga bulan uang jajan kalian akan ayah potong."
Mendengar itu mereka menjadi lega. Tak masalah jika hanya uang jajan. Uang simpanan mereka cukup banyak. Dan jika sangat ingin membeli sesuatu nanti, mereka bisa tinggal membawa bekal dari rumah untuk berhemat. Senyum tipis kelegaan terbit. Sampai sang ayah kembali bicara.
"Tak akan ada jatah mainan baru, pakaian baru, jalan-jalan di hari libur, itu termasuk ke mall, juga tak ada makanan ringan apapun. Hanya akan ada makan tiga kali sehari dan buah-buahan yang diizinkan.... Ohh, satu lagi, uang tabungan kalian juga akan ditahan. Itu semua termasuk uang tahun baru dan hari raya."
"Ayah," seru ketiganya tak percaya.
"Tak ada protes atau mau ayah tambah hukuman kalian," ancam Ethan dengan mata melotot.
Ketiganya langsung menggeleng dengan cepat. "Ayah memang kejam," batin mereka.
Ethan mengangguk puas, "Good. Sekarang kalian kembali ke kamar dan kerjakan PR masing-masing."
"Tapi kami masih ingin bermain dengan adik bungsu."
"Baiklah, boleh saja. Tapi tugas bersih-bersih sekarang akan menjadi tugas kal-"
Dukkkk dukkk dukkkkk
Dengan langkah kaki cepat, ketiganya lantas berlari meninggalkan kamar dengan terburu-buru. Mereka tahu sekali apa kelanjutan perkataan ayah mereka. Apalagi kalau bukan menambah hukuman mereka.
...----------------...
Ethan menoleh, "Sayang, gak apa-apa kan aku hukum anak-anak. Maaf aku tidak meminta pendapatmu dulu sebagai ibunya."
"Gak apa-apa, sayang. Malah bagus kamu tegas pada mereka...." Disya tersenyum dan menatap dengan hangat. "Kamu adalah ayah terbaik."
"Kamu juga ibu terbaik."
Gelembung-gelembung berbentuk hati nampak berterbangan di udara. Aroma-aroma manis tercium, menyerang tepat di hati. Cinta memang hal termanis di dunia, meski tak bisa dimakan.
[Apakah setelah ini akan ada adegan ciuman?]
Dengan wajah bayi yang tak berdosa benar-benar tak sejalan dengan pikiran hatinya.
Ethan yang mendengannya, tersedak oleh ludahnya sendiri "Uhukk-uhukk, ehemm-ehem," bahkan meski Dia memikirkan itu, tak mungkin Dia akan melakukannya di hadapan bayi mereka.
Menghadapi muka malu suaminya, Disya tertawa diam-diam, "Baby lapar kan ayo minum susu dulu," Dengan tenang Dia mulai menyusui bayinya.
Pengalihan perhatian yang cerdas dari ibu yang paling tahu anak-anaknya, karena dengan makanan di mulutnya, bayi Ivy melupakan persoalan ciuman.
Ethan menghelas nafas lega, "Sayang, apa menurutmu kita bisa percaya pada peramal Felix?" tanyanya sambil sesekali melirik pada bayi Ivy.
Kedatangan mereka kemari memang sengaja ingin mengetahui pikiran bayi mereka. Benar saja bayi Ivy langsung tertarik sepenuhnya pada topik itu.
[Peramal Felix, ahh, apa itu guru pahlawan wanita. Apa yang terjadi? Emmm, benar juga sebelum aku tidur, sepertinya samar-sama aku ingat ada Dia?]
[Ayah, beritahu Ivy ada apa dengan peramal Felix!? Apa yang bisa dipercaya. Jika itu ramalannya, maka kita harus percaya. Huum, meski konyol, ramalannya benar-benar tak pernah meleset.]
"-Meski kita membuatnya tinggal di paviliun yang jauh dari rumah utama. Tetap saja kan masih satu tempat tinggal dengan kita. Bagaimana jika Dia berniat jahat pada anak-anak," lanjut Ethan.
Tak ingin membuat putrinya curiga, Disya pun menanggapi akting suaminya. "Jangan berburuk sangka."
[Hah, aku tidak salah dengar kan, peramal Felix akan tinggal di rumah kita. Kenapa? Kenapa Dia tiba-tiba tinggal di sini??]
Sambil terus menyedot, telinganya bergerak-gerak. Melihat muka bayinya yang berusaha memasang ekspresi serius benar-benar lucu. Ethan hampir tak tahan untuk mencubitnya.
"Bagaimana aku tak berburuk sangka. Terlalu aneh, jika tiba-tiba Felix berkata tertarik dengan putri kita, Dan ingin menjadikannya seorang murid. Makanya Dia ingin tinggal di dekat putri kita. Putri kita bahkan masih bayi," katanya kembali memberikan informasi.
"Emm, yahh itu memang sedikit aneh."
"Apa sebaiknya kita mengusirnya saja?"
[Ahhh, jangan. Ayah jangan mengusirnya.]
Bayi Ivy bergerak dengan gelisah, tangannya menggapai-gapai ke arah sang ayah.
"Ada apa baby apa kamu merindukan, ayah," ucap Ethan menggoda.
Disya memutar bola mata, melihat kekonyolan suaminya. Jika tak mendengar pikiran bayinya, Dia mungkin akan percaya dengan ucapan percaya diri macam itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments