BAB 11 SAUDARA

"Apa ini adik bungsu, wahh dia sangat cantik, seperti malaikat," suara yang begitu ceria terdengar.

"Kamu salah. Bukan cantik tapi imut-imut. Adik bungsu itu imut."

"Apasih kamu. Lea bilang Adik bungsu Cantik!"

"Imut kok, iyakan kakak pertama."

"Cantik!"

"Imut."

"Ihh, cantik!"

"Gak-"

"Lea Liam, diam jangan berisik nanti adik terbangun."

"Kakak pertama, Liam yang menggangguku," nada mengeluh seorang gadis kecil terdengar.

Seolah tak mau kalah suara lain menimpali, "Lea yang mulai kakak pertama."

"Liam!"

Sayup-sayup dalam tidurnya bayi Ivy mendengar suara pertengkaran. Awalnya Dia ingin mengabaikannya saja. Tapi suaranya malah makin keras. Membuatnya tak bisa kembali tidur. Sedikit demi sedikit kesadarannya terjaga. Dengan berat Dia membuka kelopak matanya. Tiga kepala berwajah bayi langsung memasuki pandangannya. Matanya berkedip-kedip dengan bingung.

[Siapa tiga bocah bayi ini?]

Sedangkan ketiga orang kecil yang tengah sibuk berdebat, sama sekali tak memperhatikan bahwa bayi yang semula tidur telah terbangun.

"Liam, sudah. Jangan mengajak saudarimu ribut terus. Kamu itu lebih tua darinya. Minta maaf."

"Emm, yaa maaf," kata bocah bernama Liam.

"Huh, aku gamau maafin."

"Lea," tegur dengan nada penuh peringatan.

"Hehe," gadis yang dipanggil Lea tertawa cengengesan.

Ravi menggelengkan kepala tak berdaya. Kedua adiknya ini memang kerap sekali bertengkar. Entah itu karena hal kecil atau hal besar. Padahal keduanya adalah saudara kembar.

"Ee, kakak sepertinya adik bungsu bangun," ujar Liam. Dengan mata penasaran Dia mendekat ke arah box bayi. Dan bersandar pada pagar pembatasnya. Sambil kembali berkata. "Lihat adik sedang melihat kita."

"Yeyy, adik bangun, kita bisa bermain dengan adik sekarang," seru Lea semangat. Dian pun mengikuti gerakan saudara kembarnya, untuk mendekat pada box bayi.

Untungnya box bayi memiliki kekuatan yang cukup kuat, untuk menahan bobot keduanya.

Ravi sempat tertegun sejenak, sampai akhirnya mengikuti kedua adiknya, melihat lebih dekat pada bayi Ivy. Sepasang mata polos memandangnya. Bulu mata panjang lentik berkedip-kedip dengan cara yang lucu. Jantungnya serasa diremas melihat tingkah imut adiknya. Kenangan pertama kali dia bertemu dengan kedua adik kembarnya tidaklah bagus. Bagaimana bisa bagus jika saat usianya baru menginjak usia dua tahun, Dia sudah harus memiliki tanggung jawab seorang kakak. Semua hak nya dibagi tanpa Dia bisa menolak, kasih sayang orang tua dibagi, mainan dibagi, makanan dibagi. Anak mana yang tak memiliki permusuhan jika hal itu yang terjadi.

Makanya Dia tak terlalu menyukai seorang adik sebelumnya. Saat Dia mulai menerimanya, keduanya telah melewati masa imutnya seorang anak, yang ada hanya kenakalan, yang membuatnya kelelahan baik fisik maupun mental. Jadi saat menghadapi adik bungsunya yang begitu imut, baru saat inilah Dia memahami senangnya menjadi seorang kakak.

Tiga pasang mata langsung menghujani bayi Ivy, yang membuatnya kewalahan. Tapi tak ada penolakan, ketiganya sangat tampan dan cantik, bagaimanapun Dia salah seorang yang menyukai ketampanan seseorang. Hanya saja dirinya masih belum mengenali ketiganya. Belum sempat dia hendak mencari ingatan dalam otaknya. Sebuah suara lembut terdengar.

"Apa kami mengganggu tidurmu adik," ucap Ravi dengan berhati-hati. Dia tahu seorang bayi tak bisa mengerti ucapannya. Tapi meski begitu dia berinisiatif menjelaskan. "Aku kakak pertama mu, Ravi. Salam kenal adik. Maaf kakak baru menemui kamu. Ini kedua saudaramu juga, mereka kembar. Kakak keduamu Liam lahir beberapa menit lebih dulu, dan saudara kembarnya yang sekaligus kakak ketiga mu Lea."

Bayi Ivy menatap kosong pada kakak pertama yang tengah memperkenalkan diri. Sebelum dia sempat berfikir apapun. Tiba-tiba sura lain datang.

"Aku-aku mau sendiri," timpal Lea dengan tak sabar. "Adik bungsu aku kakak Lea. Kakak perempuanmu yang paling cantik-"

"Karena hanya kau yang perempuan," potong Liam.

Lea cemberut kesal, "Liam, diam, huh. Adik jangan mau bermain dengannya ya. Dia itu mengesalkan. Adik main saja dengan kakak Lea, hihihi lihat adik tersenyum karena ku. Pasti adik bungsu setuju kan."

Bayi Ivy yang mendengarnya menjadi cekikikan.

Semuanya seketika terpana dengan tawa bayi Ivy yang sangat lucu. Matanya yang sipit tertutup sangking tak bisa menahan pipinya yang tembem. Giginya belum muncul tapi entah kenapa tawanya terasa begitu manis. Suaranya kecil dan imut-imut terdengar seperti lonceng yang merdu.

"Ah, tawa adik sangat lucu. Kakak pertama rasanya ada sesuatu yang menggelitik perutku," ucap Liam dengan lucu.

Ravi mengangguk membenarkan, dia juga merasakan apa yang adiknya itu rasakan.

[Hihihi, kakak pertama yang biasanya terlihat dingin, kakak kedua yang garang, dan kakak ketiga yang centil. Aku tak percaya ada masa saat mereka terlihat menggemaskan. Ah, jika saja aku bisa menyalakan ponsel, aku akan merekamnya, hehehe.]

Ketiga orang yang mendengarnya memasang raut muka ngeri.

"...??"

Sebuah suara tanpa adanya wujud, bukankah jelas itu hantu. Tapi kenapa yang mereka dengar adalah suara bayi. Mungkinkah ini hantu bayi. Inilah yang dipikirkan ketiganya.

Bayi Ivy yang fokus pada pikirannya sendiri tak memperhatikan raut aneh ketiga kakaknya. Dia terus saja bicara dengan dirinya sendiri.

[Benar saja jika dipikir-pikir, satu-satunya foto keluarga kami memang terlihat manis sekali. Awalnya kupikir itu hanya perasaanku. Huftt, rupanya benar. Plot novel memang yang paling mengerikan. Hanya untuk merubah kakak ketiga menjadi seorang antagonis. Dia harus kehilangan sosok ibu di usia muda.]

[Ayah, kakak pertama, kakak kedua,, ah tidak-tidak seluruh keluarga benar-benar berubah setelah kematian ibu.]

[Haruskah penulis benar-benar kejam pada keluarga kami. Aku bahkan jadi tak bisa merasakan kasih sayang ibu, hikkkk.]

Ditengah ratapan sedihnya, bayi Ivy tiba-tiba kembali memandangi wajah kakaknya. Dari kakak pertama, kakak kedua, dan berhenti di kakak ketiganya. Bayi Ivy tak bisa menahan kerutan di dahinya sambil berpikir.

[...?]

[Kenapa raut wajah kalian aneh begitu kak. Ivy tak heran jika kakak pertama memasang raut muka penuh kewaspadaan begini. Tapi kakak kedua dan ketiga. Kenapa ekspresi kalian seperti orang kebelet pup saja??]

Tak seperti kedua adiknya yang masih belum sadar asal suara yang mereka dengar. Ravi dengan cepat memahami apa yang terjadi.

Suara yang Dia dengar adalah suara adik bungsunya. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Yang lebih aneh bukan hanya Dia yang mendengarnya. Tapi kedua adiknya yang bodoh juga mendengarnya. Baru sekarang Dia memperhatikan kedua adiknya memasang ekspresi aneh. Seperti yang dikatakan adik bungsu. Ekspresi mereka mirip seseorang yang tengah menahan pup.

Ravi baru saja hendak menjawab pertanyaan adiknya, saat sebuah suara kembali terdengar.

[Bukankah kalian harus segera ke toilet. Kenapa masih tinggal disini. Uhh, bagaimana Ivy harus mengisyaratkan agar kakak tak menahannya karena itu bisa berakibat buruk. Ivy belum bisa bicara. Kakak juga tak bisa membaca pikiran Ivy.]

"Kakak??" panggil Lea dan Liam bersamaan.

[Ya-iya cepat katakan, jika kalian kebelet pup.]

"Kakak." (╯︵╰,) "Hantu aneh apa ini?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!