05. Aku Mau Mampir (Masa Putih Abu-abu)

Mata Tara mengeliling memerhatikan setiap sudut kamar beserta isinya, namun semua tampak seperti bayangan yang membuat ia merasakan pusing di kepalanya. "Ahh..."

"Kenapa, Sayang?" Mamanya Enggar dan juga Enggar sendiri menoleh dengan perasaan khawatir yang berlebihan.

"Tara pusing, Tante..." Jawab Tara terdengar meringis.

"Kita ke rumah sakit, ya..." Ajak Enggar panik, dan dibalas anggukan kepala mamanya dengan cepat.

"Nggak perlu, Enggar... Aku cuma butuh kacamataku..." Elak Tara.

"Kacamata?" Enggar segera mengambil kacamata Tara yang ia simpan di dalam tasnya, lalu menyodorkannya kepada Tara. "Ini..."

"Terima kasih..." Tara langsung memasang kacamatanya, dan semua benar-benar terang. Ia tersenyum lega, lalu menoleh kepada mamanya Enggar.

"Tante, terima kasih... Maaf, Tara sudah merepotkan Tante..." Ucap Tara.

"Tidak, Tara... Mama sama sekali tidak merasa direpotkan. Sekarang panggil mama saja, ya... Kamu kan pacarnya Enggar... Sering-sering juga harusnya main ke rumah ini... Mama nggak kemana-mana, palingan ke kantor cuma sekali seminggu buat peninjauan..." Tutur Mamanya Enggar sembari menggenggam tangan Tara.

"Tante, Maaf... Sebenarnya-."

"Tara, kamu sudah tidak apa-apa, kan? Ayo, aku antar kamu pulang?" Potong Enggar cepat.

"Kok gitu sih, Nak? Tara belum makan, biar dia makan dulu. Mama tadi masak lebih kok..." Cegah mamanya Enggar. "Lagian kalian kalau pacaran kok manggil aku kamu sih? Nggak romantis sekali..."

"Bukan begitu, Ma... Kan orang tuanya Tara nggak tau kalau Tara di bawa kesini... Pasti orang tua Tara nyariin, kan Enggar jadi nggak enak..." Kilah Enggar.

"Bunda..." Tara terkenang bundanya. Ia segera bergegas hendak turun dari tempat tidur Enggar.

"Kenapa, Sayang?" Mama Enggar tampak khawatir melihat Tara yang begitu bergegas hendak pergi, sementara Enggar memperhatikannya dengan kebingungan.

"Tara harus pulang, Tante. Bunda Tara sedang sakit..." Jawab Tara sambil bersiap-siap.

"Sakit apa? Kok kamu panik begitu? Biar Enggar yang anterin, ya?"

"Nggak usah, Tante... Tara bisa pulang sendiri kok..." Elak Tara masih terlihat cemas. Ia mengambil tangan mamanya Enggar untuk bersalaman, lalu ia kecup punggung tangan wanita paruh baya itu.

"Nggak, Tara... Kamu aku antar..." Cegat Enggar seraya menyusul Tara.

"Tapi, Enggar..."

"Ayolah..." Enggar memaksa, membuat Tara tak bisa mengelak lagi. "Ma, Enggar anterin Tara pulang, ya... Lain kali Enggar bawa Tara main ke rumah..."

Selama dalam perjalanan pulang, Tara sama sekali tidak bersuara. Enggar pun begitu, ia bahkan belum berkata apapun untuk menjelaskan yang telah terjadi kepada Tara.

"Dimana rumah kamu?" Enggar mulai memecahkan kesunyian di antara mereka berdua.

"Jalan Cempaka, Gang Adha nomor lima..." Jawab Tara detail sembari mengeraskan suaranya ke telinga Enggar. Setelah itu mereka kembali hening.

Mereka sampai di depan rumah yang terbilang cukup besar di sana. Tampak seorang perempuan tua keluar dari rumah itu.

"Assalamualaikum, Nini..." Tara menyalami perempuan tua yang dipanggilnya Nini, lalu celingukan ke arah dalam rumah.

"Wa'alaikum salam, Neng... Kok pulang sekolahnya lama hari ini? Bunda kamu udah nungguin dari tadi..."

"Maaf, Ni, tadi ada sedikit masalah. Sekarang Bunda gimana, Ni?"

"Bunda kamu sudah sedikit tenang, Neng... Pergilah temui, Nini mau balik..." Jawab beliau sambil mengusap-usap bahu Tara. Beliau sangat tahu bagaimana cemasnya gadis itu saat ini.

"Terima kasih, Ni... Maaf selalu merepotkan Nini..." Ucap Tara dengan air mata tampak terbendung dan membuat embun di kacamatanya.

"Sudah, jangan bicara begitu... Nini melakukanya karena kalian orang baik... Apalagi almarhum ayah Neng... Ayo, cepat masuk... Jangan sampai Nini larut lagi..." Suruh Nini memaksa, lalu beliau pergi keluar pekarangan rumah.

Tara hendak masuk, namun ia berbalik menghadap ke arah Enggar yang masih berdiri menunggui dirinya di sana. "Kamu pulang saja, Enggar... Terima kasih..."

"Aku mau mampir..." Ucap Enggar.

"Lain kali saja... Situasinya tidak mendukung untuk aku menerima tamu..." Jawab Tara terdengar ketus.

"Anggap saja aku tidak ada... Aku hanya ingin memastikan orang tua kamu tidak marah karena keterlambatan kamu..." Enggar bersikukuh hendak masuk.

"Nggak perlu, Enggar... Bundaku lagi tidak enak badan... Bunda juga tidak pemarah kok..."

Enggar mengangkat bahu seolah tidak tahu menahu. Ia menyelonong masuk mendahului Tara meski Tara belum memberi izin.

.

.

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Asri

Asri

apakah bunda tara sedang dalam guncangan kejiwaan? 🤔

2024-09-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!