Reunian selesai, dan para undangan bubar setelah berbasa-basi satu sama lainnya. Tara berjalan beriringan dengan Anjas menuju arah parkiran. Gadis itu biasa mengobrol banyak, bahkan membahas yang rasanya tidak penting hanya untuk membuat suasana di antara mereka tidak canggung.
Langkah Tara tiba-tiba terhenti. Di hadapannya telah berdiri Enggar sambil tersenyum seakan sengaja menunggu dirinya.
"Aku dengar dia bukan pacar kamu..." Ujar Enggar tanpa basa-basi, sementara tangannya menunjuk Anjas dengan lantang.
Tara mengernyit heran, sedangkan Anjas melirik Tara seolah menunggu reaksi gadis itu.
"Ini nomor hp ku yang baru, tolong hubungi aku secepatnya, Tara..." Enggar mengambil tangan Tara, lalu menyimpan kartu namanya dalam genggaman Tara.
"Assalamualaikum..." Tanpa menunggu jawaban, Enggar berlalu meninggalkan Tara yang masih bengong di sana.
"Wa-wa'alaikum salam..."
"Siapa, Tar?" Anjas bertanya, namun Tara masih terlihat kebingungan seakan tengah berpikir keras.
"Tara?" Anjas sedikit menggoyang bahu Tara.
"Astaghfirullah, i-iya, Kak? Kenapa?"
"Siapa dia?"
"Dia? Emmm... Dia, dia teman sekelas juga dulunya, Kak... Enggar, namanya Enggar Cahyadi..." Jawab Tara gugup.
"Di dalam dia tidak menyapa. Apa mungkin paparazi?"
"Heh?" Tara mengernyit. Ia bahkan bingung harus menjawab apa kepada Anjas yang terlihat ingin tahu tentang Enggar.
"Kak Anjas ada-ada saja. Ayo kita pulang..." Ajak Tara berusaha mengelak dari pertanyaan-pertanyaan Anjas yang mungkin akan lebih banyak, dan nantinya membuat ia kebingungan sendiri.
***
Enggar membuka laci bufet minimalis bagian paling bawah di kamarnya. Ia mengeluarkan semua isi laci itu hingga menemukan sebuah benda yang membuat ia terdiam. Sebuah Scrapbook aesthetic berukuran telapak tangannya menjadi pusat perhatiannya.
Ia tersenyum kecut, sebuah penyesalan menelisik dalam hatinya. "Aku sama sekali tidak menyangka, benda ini menjadi sangat populer di tahun ini. Scrapbook? Ada-ada saja namanya. Mengapa aku tidak membuangnya dulu, sehingga aku akan lebih menyesal kini?"
"Ya Tuhan, aku baru menyadari betapa berartinya Tara bagiku..."
Enggar mulai membuka lembar demi lembar isi scrapbook. Sesekali ia tersenyum, namun ada tetesan penyesalan keluar dari kelopak matanya. "Betapa manisnya ini, Tara... Pasti kamu sangat mencintai aku saat itu, tapi aku malah menyakiti kamu terlalu dalam. Aku bahkan tidak melihat ini sebelumya, padahal telah berkali-kali aku menyusuri halaman demi halamannya..."
"Masih ingat betul kamu dapat tersenyum, meski aku mencampakkan kamu demi seseorang yang baru aku kenal. Setegar itu kah hatimu?" Gumam Enggar membatin.
Sebuah tulisan tangan Tara yang ia temukan di beberapa akhir halaman membiusnya begitu lama. Ungkapan cinta yang begitu tulus, dan berharap selamanya.
Siapa sangka yang awalnya hanya pura-pura menjadi beneran? Aku jadi menyukaimu, Enggar. Kamu tak seburuk itu. Kamu sangat menghargai yang namanya seorang perempuan, terlebih mama mu.
Caramu memandang mama dengan penuh kasih, membuat aku yakin bahwa kamu orang yang sangat tulus. Aku tidak peduli akan jadi budakmu selamanya, asal aku bersama kamu.
Aku si cupu kata mereka, tapi kamu tidak pernah memanggilku begitu. Kamu panggil aku 'Beib...', di depan mereka, padahal bukan di depan mama. Kamu tidak malu pacaran dengan si cupu Tara, siswi berkacamata yang sering diolok-olok.
Bolehkah sekarang aku bilang bahwa aku mencintai kamu?
Enggar menarik napas panjang. Penyesalan benar-benar memenuhi hatinya. Ia bertanya-tanya, masih adakah cinta itu untuknya?.
Sebuah kenangan membuatnya kembali ke masa putih abu-abu. Saat dimana ia terpaksa mengakui Tara adalah pacarnya kepada mamanya, dan kepada semua warga sekolah. Perempuan yang tidak banyak menuntut jika ia memanglah seorang pacar, dan siswi yang tidak pernah menggubris perkataan-perkataan yang mengejeknya di sekolah.
.
.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
giliran dah bening enggar terpana beneran
2024-09-18
1
Asri
cuma pacar pura2?
2024-09-04
1