SUN Group

Nathan keluar dari rumah menuju ke halaman lebih tepatnya ke parkiran rumah dengan menenteng tas berwarna hitam. Tas tersebut merupakan kepunyaan Papa nya karena tadi Mama nya menelpon dirinya dan meminta agar anaknya tersebut membawakan keperluan Papa nya menuju ke rumah sakit.

"Mau saya antar?" Tanya sopir yang memang di pekerjakan untuk keluarga Nathan, saat Nathan akan membuka pintu mobil sang sopir mendekat dan bertanya.

"Nggak perlu biar saya berangkat sendiri saja." Nathan masuk ke dalam mobil dan menaruh tas berwarna hitam tersebut di kursi samping.

Setelah menyalakan mesin mobil barulah kendaraan yang ditumpanginya berwarna merah tersebut meninggalkan halaman rumahnya. Dengan kecepatan di atas rata-rata Nathan mengemudikan mobilnya menyusuri jalanan yang macet di sore hari.

Bukan tanpa alasan Nathan menaiki mobil sendiri tanpa bantuan sopir, hal tersebut dia lakukan karena jika bersama sopir Nathan merasa tidak bisa bebas kemanapun. Membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit akhirnya Nathan sampai di rumah sakit yang terkenal dengan pelayanan terbaik.

Kakinya langsung membawanya menuju ke bagian bangsal VIP rumah sakit yang berada di lantai atas. Nathan membuka pintu ruangan tempat dimana Papanya di rawat.

Tampak pria paruh bayah yang sudah berusia kepala lima tengah tidur terbaring di atas bed dengan terpasang infus dan juga alat monitor jantung beserta masker oksigen. Mama yang terlihat banyak pikiran tengah duduk di sofa.

Nathan yang baru saja tiba langsung menyerahkan tas yang tadi diminta oleh Mamanya. "Ini Ma tasnya."

"Kamu kesini sama siapa?" tanya Mamanya begitu Nathan datang dan ikut duduk di samping Mamanya tersebut.

"Sendirian Ma, apa Mama mau pulang? Biar Nathan antar."

Dengan cepat Mamanya menggeleng. "Mama belum mau pulang sampai keadaan Papa kamu membaik."

Nathan melihat kembali ke arah Papanya yang tidak berdaya, biasanya sosok Papanya yang setiap hari Nathan temui dengan penuh wibawa dengan muka tegasnya kali ini tampak berbeda, terkapar tak berdaya. Sejak di derita mempunyai penyakit jantung Papanya sering bolak-balik rumah sakit.

Namun kali ini yang terparah sampai opname di rumah sakit. Padahal Papanya sosok yang selalu menjaga kesehatan dengan rajin check-up ke dokter dan rajin berolahraga namun siapa sangka gaya hidup yang dimulai dari makanan dan beban pikirannya membuat Papanya di diagnosa memiliki penyakit yang bermasalah dengan jantung tahun lalu.

"Papa tidur sudah dari tadi Ma?" Tanya Nathan saat mendekat ke arah Papanya yang pulas.

"Baru saja Papa kamu tidur." Mamanya yang sekarang tengah mengupas apel agar bisa di makan oleh sang putra.

"Mama nggak perlu khawatir Papa pasti kuat, dan Papa bisa melalui ini." Nathan yang kembali duduk di sofa mencoba menghibur Mamanya.

"Gimana Mama nggak khawatir melihat Papa kamu yang terbaring lemah seperti itu." Mamanya yang kembali menatap suaminya dengan iba.

"Kemarin Kakak menelpon dan tanya keadaan Papa." Kakak perempuan Nathan tidak tinggal di Indonesia bersama keluarganya melainkan tinggal di New York sendirian karena menempuh pendidikan di sana.

"Kakak kamu kok tahu? Siapa yang mengabari?" Mendengar apa yang ditanyakan Mamanya membuat Nathan mengambil napas besar. Bagaimana mungkin Mamanya lupa jika keluarganya selalu tersorot media apalagi jika menyangkut Papanya pasti media tak akan melewatkan kesempatan ini untuk mengeluarkan berita terbaru.

"Ma sepertinya Mama sangat lelah."

Mama Nathan yaitu Mila Almira menatap ke arah anak laki-lakinya. "Kakak kamu dapat kabar dari siapa?" tanya Mamanya sekali lagi.

Nathan dapat menangkap kantung mata Mamanya yang menghitan karena kurang tidur.

"Kakak tahu dari berita Ma." Jawab Nathan.

"Ya ampun Mama sampai lupa." Mila sampai menepuk jidatnya tatkala dia tersadar akan kekacauan pikirannya.

"Mama sebaiknya pulang dan tidur sebentar." Nathan yang masih berusaha membujuk Mamanya. "Biar Nathan yang ada di sini menjaga Papa sampai nanti malam. Kalau Mama seperti ini nanti gantian Mama yang sakit bagaimana?"

Akibat kekacauan pikirannya yang lupa jika keluarganya selalu di sorot media, membuat Mamanya kembali tersadar. Hingga akhirnya dia pun menyetujui, wanita tersebut langsung mengemas barang pribadinya.

"Kamu makan ya apelnya." Mamanya menunjuk beberapa potongan apel yang sudah dia kupas berada di atas meja.

Melihat Mamanya yang akan bersiap pulang, Nathan bangkit. "Biar Mama aku antar ke bawah dan aku bantu carikan taksi."

"Sudah tidak perlu kamu disini saja, nanti kalau Papa kamu bangun terus tidak ada siapa-siapa bagaimana."

Akhirnya laki-laki itu hanya mengantarkan Mamanya hanya sampai bangsal VIP saja setelahnya Nathan membiarkan Mamanya turun kebawah sendirian. Nathan kembali ke ruangan Papanya di rawat, dan duduk di sofa mengambil potongan apel lalu melahapnya.

***

Di rumah, Nenek tengah bergelut di kamarnya mencari barang peninggalan suaminya tersebut. Setelah lama mencari karena Nenek sudah lupa menaruh barang itu kemana akhirnya Nenek menemukan kotak tersebut.

"Akhirnya kamu ketemu." Nenek membawa kotak kayu tersebut ke sisi ranjangnya.

"Ibu sedang apa?" Mila, menantunya muncul dari balik pintu kamar.

Melihat kehadiran menantunya Nenek menjadi urung untuk membuka kotak itu dan mengalihkan atensinya kepada menantunya.

"Kamu sudah pulang? Bagaimana kabar Yusuf?" Nenek yang langsung menanyakan kabar tentang anaknya.

"Masih sama seperti kemarin Bu, namun besok masih harus di cek lagi jika hasilnya bagus maka bisa secepatnya boleh pulang. Saya pulang kembali ke rumah untuk tidur sebentar soalnya di rumah sakit saya tidak bisa tidur nyenyak, Nathan yang sekarang gantian menjaga Papanya."

Nenek mengangguk saat mendengar penjelasan dari menantunya. Lantas atensi Nenek menjadi teralih kembali pada kotak kayu yang berada di tepi ranjang.

"Oh iya sini masuklah ada yang ingin aku tunjukkan."

Dengan sisa-sisa tenaga Mila masuk ke dalam kamar ibu mertuanya dan ikut duduk di sisi ranjang. Selanjutnya Nenek membuka kotak kayu tersebut dan menunjukkan logam mulia berwarna emas berbentuk setengah love.

"Apa ini Bu?" Tanya Mila yang tak mengerti kenapa hanya terdapat satu potongan bentuk love saja di kotak itu.

"Ini kepunyaan ayah mertuamu, di dalam kotak ini juga terdapat wasiat dari Ayah mertuamu. Sebelum Ayah kamu meninggal, dia berpesan padaku agar kelak menjodohkan cucunya bersama dengan cucu dari temannya. Temannya tersebut berjasa sekali dalam membuat perusahaan kita sampai seperti ini. Melihat kursi perusahaan yang kosong karena Yusuf sakit maka aku ingin agar Nathan mulai sekarang terbiasa dengan kursi itu."

Mendengar penjelasan panjang lebar dari ibu mertuanya, Mila hanya bisa menyetujui dan tidak menolak saat putranya akan di jodohkan karena dia dulu saat bertemu dengan Yusuf suaminya juga karena perjodohan tak di sengaja. Menolak pun juga tidak akan bisa, karena di dalam wasiat Kakek siapapun yang meneruskan kursi takhta perusahaan ketiga maka dia harus di jodohkan oleh perempuan yang sudah Kakek pilihkan untuknya.

"Lalu apa ibu sudah tahu dimana keluarga teman ayah sekarang?"

"Kemarin ibu menyuruh beberapa orang kita untuk mencari tahu tentang keluarga teman ayahmu." Nenek menjeda ucapannya sekilas.

"Lalu Bu, bagaimana hasilnya?" Mila yang tak sabaran untuk segera mendapatkan informasi mengenai perempuan yang akan menjadi menantunya.

"Mungkin ini sudah takdirnya, siapa sangka kalau Nathan dan perempuan tersebut ternyata satu kampus." Nenek tersenyum memandang ke arah menantunya.

Sementara Mila dia bingung harus bereaksi apa, bagaimana jika ternyata Nathan sudah mengenal gadis itu dan tidak bersedia menikah ataupun bagaimana jika gadis itu juga menolak. Nenek yang bisa membaca raut wajah menantunya lantas wanita tua itu memegang tangan menantunya.

"Kamu tidak perlu khawatir, Ayah kamu pasti tidak akan memilih seseorang dari keluarga yang tidak baik. Perihal perempuan tersebut lama kelamaan dia pasti dapat beradaptasi dengan keluarga kita seperti kamu dulu, dan bisa menerima Yusuf."

Mendengar apa yang diucapkan mertuanya, Mila hanya kembali menganggukan kepalanya. Mila teringat dengan dirinya sendiri dulu waktu awal menikah, bagaimana dia harus menjaga sikap selain itu Mila juga tidak bebas pergi sembarangan seperti teman-temannya yang lain karena keluarga suaminya itu yang selalu di sorot oleh media.

Berkali-kali juga Mila selalu mendapatkan nasehat bahwa 'Satu perbuatan baik memang akan mendapatkan perhatian dari publik, namun satu kesalahan yang kamu lakukan akan lebih bahaya karena selalu diingat dan terus diungkit oleh publik'. Semenjak itulah Mila pernah merasa menyesal bahwasannya menikah dengan Yusuf berarti dirinya harus banyak beradaptasi, dan terikat dengan hal ini dan itu. Bahkan Mila harus menyerah dengan mimpinya yang ingin menjadi seorang penyanyi. Menikah dengan keluarga yang terpandang tak selalu enak, hal tersebut yang setelah menikah baru dia sadari.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!