"Hah, be-besok?" tanya Inara dan pria itu secara bersamaan membuat bibi seketika merasa heran.
"Kenapa kalian kaget kayak gitu sih? Seharusnya kalian seneng mau dikawinin? Emangnya kalian mau kumpul kebo selamanya?" tanya bibi menatap wajah kedua orang itu secara bergantian. "Pokoknya bibi gak mau tau, ya. Kalau kamu mau bebas dari Juragan Rusli, kamu harus nikah secepatnya. Lagian, bibi udah bilang sama dia kalau kamu masih perawan, eh ... ternyata kamu--" bibi seketika menahan ucapannya dengan perasaan kesal. "Akh, sudahlah. Bibi balik dulu."
Bi Ida segera berbalik lalu berjalan meninggalkan kamar dengan perasaan kesal. Sementara pria asing itu nampak menatap wajah Inara tajam, bahkan sangat tajam membuat wanita itu seketika merasa tidak nyaman seraya tersenyum cengengesan.
"Saya yakin kamu bohong, nama saya Johan. Iya, 'kan?" tanyanya sinis. "Saya ngerasa gak nyaman dengan nama itu. Nama Johan terlalu kampungan buat saya."
"Eu ... maaf, nama itu terlintas begitu aja di otak aku, hehehe!" jawab Inara tersenyum cengengesan.
"Satu lagi, saya gak akan menikahi sama kamu. Enak aja sembarang ngaku-ngaku pacar saya," decak Johan. "Lagian, kapan kita ngelakuin hal gituan, hah?"
Inara berjalan mendekat lalu duduk di tepi ranjang dengan kepala menunduk. "Emangnya kamu gak kasihan sama aku? Aku mau dijadiin istri ketiga lho."
"Saya gak peduli dan itu bukan urusan saya," jawab Johan dingin dan datar.
Inara seketika menoleh dan menatap wajah tampan seorang Johan. "Aku mohon tolongin aku, Johan. please!"
"Nama saya bukan Johan."
"Aku tau, tapi apa kamu ingat siapa nama kamu?"
Johan diam seribu bahasa dengan wajah datar.
"Sebelum ingatan kamu bener-bener balik, nama kamu tetep Johan, oke?"
Johan hanya menghela napas panjang. Hatinya benar-benar merasa tidak nyaman dengan nama itu. Pria itu pun yakin, bahwa dirinya bukan orang sembarangan karena perasaannya benar-benar merasa tidak nyaman berada di kamar sempit dengan ranjang besi yang sudah berkarat. Ia merasa sudah terbiasa menikmati kemewahan, meskipun ia sendiri bingung dengan perasaannya sendiri di mana hati, otak dan pikirannya benar-benar terasa kosong. Tidak ada secuil pun ingatan tentang masa lalunya tersisa di sana.
"Aku mohon nikahi aku, ya. please!" pinta Inara memelas dan memohon.
"Tidak!"
"Eu ... gini deh, anggap aja ini cuma nikah boongan sampe ingatan kamu balik. Setelah semua ingatan kamu kembali, kamu boleh ko cerein aku," sahut Inara berusaha untuk membujuk. "Lagian, kalau gak tinggal di sini kamu mau ke mana? Bukannya kamu gak punya tempat tujuan?"
Johan kembali bergeming. Benar apa yang baru saja diucapkan oleh wanita berpenampilan biasa saja ini, ia tidak tahu harus ke mana jika dirinya tidak tinggal di sana.Namun,apa ia harus benar-benar menikahi wanita itu? Johan seketika menghela napas panjang seraya mengusap wajahnya kasar.
"Gimana, kamu mau, 'kan?" tanya Inara, menatap wajah Johan dengan tatapan mata berbinar. "Cuma sampe ingatan kamu balik, Johan."
Johan masih diam seribu bahasa merasa berada di ambang dilema. Apa dirinya akan menerima permintaan wanita itu? Kalau ia menolak, ke mana lagi dirinya harus pergi sementara ia sama sekali tidak memiliki tujuan dan tidak tahu jalan pulang.
"Oke, deal, ya," seru Inara. "Diamnya kamu aku anggap setuju."
"Tapi kita cuma pura-pura menikah, 'kan?" tanya Johan datar.
"Tentu saja, anggap kita cuma lagi main kawin-kawinan. Lagian, aku juga gak mau nikah beneran sama orang yang gak aku kenal."
"Oke, deal. Cuma sampe ingatan saya balik, setelah itu saya akan pergi dari sini."
Inara menatap lekat wajah tampan seorang Johan seraya tersenyum lebar, wanita itu pun mengulurkan telapak tangannya sebagai tanda sepakat. Johan menerima uluran tangan wanita itu dengan ragu-ragu dan perasaan tidak nyaman.
"Oke, deal," sahut Inara seraya berjabatan tangan.
***
Keesokan harinya tepat pukul 09.30, suara pintu yang diketuk kasar seketika mengejutkan Inara yang tengah mencuci piring. Wanita itu menahan gerakan tangannya lalu memutar kran kemudian berbalik dan hendak melangkah. Namun, langkah seorang Inara seketika terhenti saat mendengar suara seorang laki-laki terdengar lantang menyerukan namanya.
"Inara!" sahut pria paruh baya di luar sana.
"Juragan Rusli?" gumam Inara seketika memejamkan kedua matanya sejenak. "Sial, kenapa pagi-pagi begini dia udah datang ke sini? Nyebelin banget sih jadi orang."
Inara melanjutkan langkahnya dengan perasaan kesal. Wanita itu pun bergegas membuka pintu utama lalu menatap wajah pria berusia 45 tahun itu seraya tersenyum cengengesan.
"Eh, Juragan," sapa-nya ramah. "Eu ... ada apa Juragan pagi-pagi udah datang ke sini?"
Juragan Rusli melangkah memasuki rumah dengan wajah santai seraya menatap sekeliling lalu menoleh dan menatap wajah Inara. "Kamu gak lupa 'kan kalau saya akan menjadikan kamu istri ketiga saya?"
"Hah?" Inara menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Apa Bi Ida gak bilang sama Juragan kalau aku udah punya pacar?"
"Pacar?" Sang Juragan mengerutkan kening. "Mana ada laki-laki yang mau sama perawan tua seperti kamu, Inara?" decaknya tersenyum sinis.
"A-ada ko, Juragan. Dia ada di sini lho."
Juragan Rusli menatap tajam wajah cantik tanpa polesan make up seorang Inara. Kedua kakinya perlahan berjalan mendekat lalu berhenti tepat di depan wanita itu. Sang Juragan mendekatkan wajahnya membuat Inara sontak memundurkan kepalanya merasa tidak nyaman.
"Apa kamu sengaja berbohong biar saya gak jadi ngawinin kamu, Inara?" tanyanya setengah berbisik. "Seharusnya kamu bersyukur karena saya, Juragan terkaya di kampung ini bersedia menikahi perawan tua seperti kamu."
Inara sontak memundurkan langkahnya dengan perasaan kesal. "Sa-saya gak bohong ko, Juragan. Sumpah!" ujarnya seraya mengangkat dua jarinya sendiri. "Apa Juragan mau ketemu sama calon suami saya?"
"Gak usah, kamu pasti berhalusinasi punya seorang pacar ganteng, kaya dan sangat mencintai kamu, 'kan?" Sang Juragan seketika tersenyum menyeringai. "Saya harap kamu segera bangun dari mimpi kamu, Inara. Takkan ada laki-laki seperti itu di dunia nyata yang mau sama kamu, perawan tua."
"Siapa bilang?" sahut Johan, berjalan keluar dari dalam kamar dengan penuh rasa percaya diri.
Wajah seorang Johan bahkan nampak bersinar, ketampanan yang dimiliki oleh pria itu terlihat begitu memukau membuat sang juragan seketika tertegun dengan perasaan tidak percaya. Sementara Inara, kedua matanya nampak menatap lekat wajah Johan seakan terpesona dengan ketampanan yang terpancar bahkan terlihat bercahaya bak matahari yang baru saja terbit dari ufuk timur.
"Siapa bilang tak ada laki-laki tampan yang mau saya Inara?" tanya Johan berdiri tepat di samping Inara. Telapak tangannya bahkan melingkar mesra di pinggang wanita itu membuat Inara seketika merasa gugup.
"Si-siapa kamu?" tanya Juragan Rusli terbata-bata juga terlihat bodoh.
"Perkenalkan, saya Johan. Laki-laki tampan yang akan segera menikahi Inara."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Los Dol TV
mengesankan, Thor. aku tunggu kunjungan baliknya
2024-09-19
0
Jar Waty
lanjut kak
2024-08-14
2
Mmh Azka_Adzkiya
next
2024-08-14
1