Pagi itu, sinar matahari mulai menembus jendela-jendela sekolah, menciptakan bayangan panjang di koridor yang mulai ramai. Celia berjalan dengan langkah mantap menuju kelas Kieran, kedua tangannya menggenggam erat dua paper bag yang dia persiapkan dengan hati-hati. Sesampainya di depan kelas Kieran, telinganya menangkap suara riuh siswa yang sedang bercanda dan berbicara dengan penuh semangat.
Celia berhenti sejenak, mengintip dari balik jendela kelas untuk memastikan keberadaan Kieran. Matanya yang tajam segera menangkap sosok Kieran yang duduk sambil tertawa bersama damian dan teman lainnya. Tanpa ragu, Celia sedikit berteriak memanggil namanya dengan semangat, "Kieran!"
Suara kelas mendadak hening, semua mata tertuju pada pintu kelas di mana Celia berdiri dengan senyum cerahnya. Kieran menoleh ke arah suara yang memanggilnya, tampak terkejut melihat Celia berdiri di sana tapi juga sedikit takut entah apa yang akan celia lakukan kali ini. Namun Dia tak pernah menyangka Celia akan muncul di kelasnya pagi-pagi begini, apalagi membawa dua paper bag dan tas ranselnya yang masih melekat di punggung nya. Celia dengan anggun melangkah masuk ke dalam kelas, menarik perhatian semua orang yang ada di sana.
Dengan senyuman penuh percaya diri, Celia meletakkan kedua paper bag tersebut di atas meja Kieran. "Apa ini?" tanya Kieran, nada suaranya penuh rasa ingin tahu. Celia menunjuk salah satu paper bag dan menjawab dengan santai, "Ini baju lo yang gue pinjem kemarin, dan ini bekal buat lo. Gue mau bilang terima kasih."
Kieran mengernyitkan dahi, mencoba mencerna kata-kata Celia. "Terima kasih? Untuk apa?" tanyanya, masih sedikit bingung. Celia hanya tersenyum dan berkata, "Anggap aja sebagai ucapan terima kasih karena lo udah nolongin gue kemarin."
Kieran merasa ada yang aneh dengan situasi ini. Dalam suasana yang biasanya penuh dengan keusilan, kieran terlihat serius. "Gue nggak yakin harus terima, lo bisa aja ngerjain gue, atau bahkan lo kasih racun di makanan ini" Kieran sungguh benar takut makanan ini ada apa apanya mengingat celia yang selalu menjahilinya. celia tercengang bisa bisanya kieran memikirkan hal semengerikan itu. tetapi Celia langsung menyela, " eh banana, enggak ya Ini serius. Gue yang masak ini sendiri tau, demi lo !! dan gue cuma mau lo terima itung itung ngehargain waktu dan tenaga gue. Udah, nggak usah mikir macem-macem." ucapnya kesal.
"stop manggil gue 'BANANA' " ucap kieran penuh penekanan pada kata banana. mendengar percakapan mereka seisi kelas mulai tertawa geli. sungguh celia dan kieran tidak akan bisa akur.
dengan sangat terpaksa Kieran mengambil paper bag yang berisi bekal dan baju tersebut, suasana kelas kembali riuh dengan candaan dari teman-teman sekelasnya. "Wih, Kieran, spesial banget nih!" teriak seorang siswa dengan nada menggoda. "Kapan lagi nih, ran, dapet bekal gratis?" tambah yang lain dengan tawa. Kieran hanya bisa tersenyum tipis, merasa canggung dan malu dengan perhatian yang tiba-tiba tertuju padanya.
Damian, yang duduk di samping Kieran, penasaran dengan kejadian ini. "Cel, bukanya kemarin lo nggak pake baju Kieran, ya?" tanyanya dengan nada bingung. Semua orang menunggu jawaban Celia, termasuk Kieran yang menatapnya dengan alis terangkat. Karena kieran lah yang paling kesal dengan itu. Celia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Kemarin gue disiram air kotor di toilet. Baju gue basah semua, dan saat gue di siram itu gue lagi pakai baju seragam kieran. jadi gue harus ganti baju. Gue pinjem olahraga elena karena nggak ada pilihan lain."
Kelas mendadak hening mendengar penjelasan Celia. Damian dan Kieran menatap Celia dengan tatapan tak percaya. "Siapa yang berani-beraninya lakuin itu ke lo?" Damian bertanya, suaranya terdengar serius. Celia menggeleng, terlihat sedikit kecewa. "Gue nggak tahu siapa pelakunya, waktu gue buka pintu nya buat liat siapa yang nyiram eh dia udah kabur dan gue nggak bisa nemuin siapa yang ngelakuin itu. Gue udah coba nyari tahu, tapi nggak ada hasil. Gue bener-bener minta maaf ya ran karena baju lo jadi kotor karena gue." ucapnya yang benar-benar menyesal dan merasa bersalah
Kieran menatap Celia beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. "Nggak masalah dan gak usah lo pikirin" ujarnya dengan nada datar, meski dalam hati dia merasa sedikit khawatir. Celia tersenyum kecil dan mengangguk sebagai tanda terima kasih.
Suasana kelas kembali ke semula, tapi dengan sedikit perubahan. Siswa-siswa di kelas masih melanjutkan canda dan tawa, namun ada rasa penasaran yang tersisa di benak mereka tentang kejadian yang baru saja diceritakan Celia. Damian, yang masih penasaran, mendekat ke Kieran dan berbisik, "Ini serius, Kieran. gue penasaran siapa yang ngelakuin ini." Kieran hanya mengangguk tanpa menjawab, sementara matanya tetap terpaku pada paper bag di depannya.
Sementara itu, Celia melangkah keluar dari kelas Kieran dengan perasaan lega. Dia telah melakukan apa yang menurutnya perlu dilakukan, dan itu sudah cukup untuk hari ini. Meski kejadian kemarin masih membekas di pikirannya, Celia tahu bahwa hal tersebut tidak akan membuatnya berhenti menjadi diri sendiri.
. . . .
Saat bel istirahat berbunyi, kelas segera dipenuhi dengan suara kursi yang digeser dan langkah kaki yang tergesa-gesa. Damian, yang duduk di samping Kieran, langsung mendekat dan menepuk bahu temannya. "Ayo, ke kantin, bro. Gue laper nih," ajaknya dengan semangat.
Kieran mengangguk setuju, lalu bangkit dari duduknya. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti saat dia ingat sesuatu—bekal yang diberikan Celia pagi tadi. Dia menoleh ke arah meja dan menatap paper bag yang masih utuh di sana. Damian, yang sudah melangkah ke pintu kelas, berhenti dan memandang Kieran dengan heran. "Kenapa lo tiba-tiba berhenti, ran?" tanyanya bingung.
Sebelum Kieran sempat menjawab, Damian tersenyum jahil dan menyadari sesuatu. "Oh iya, lo kan punya bekal dari cewek lo ya?" godanya sambil mengedipkan mata. Kieran terkejut mendengar ledekan itu dan segera memukul pelan bahu Damian. "Gila lo, Damian. Males banget punya cewek berisik kayak Celia," ucapnya sambil bergidik, mencoba menghapus bayangan tersebut dari pikirannya.
Damian tertawa kecil melihat reaksi Kieran. "Santai, bro, gue cuma bercanda. Tapi lo beneran mau makan bekal itu di sini?" tanyanya sambil melirik paper bag di atas meja Kieran. "Mau nitip minum atau nggak? Gue tahu lo pasti bakalan makan itu doang," tambah Damian, menawarkan bantuannya.
Kieran menggeleng pelan. "Nggak usah, gue ikut lo aja ke kantin. Gue makan bekalnya di sana," jawab Kieran sambil mengambil paper bag tersebut. Damian mengangkat bahu dan mengangguk setuju, lalu mereka berdua keluar kelas bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments