Kota yang dulunya ramai sekarang hanya menyisakan kesunyian. Gedung-gedung tinggi sekarang berubah menjadi puing-puing yang berserakan di atas tanah. Jalanan yang dulu ramai dengan kendaraan dan pejalan kaki sekarang tertutup oleh puing-puing bangunan. Langit yang seharusnya cerah sekarang tertutup oleh awan debu. Tempat yang dulunya ramai oleh manusia, sekarang berubah menjadi neraka yang sunyi, bahkan tumbuhan pun tidak terlihat di tempat itu. Kota yang sebelumnya penuh dengan kehidupan kini berubah menjadi kota mati yang sepi.
Di tengah kehancuran itu, Araka Valtor seorang remaja yang terpukul karena kehilangan orang tua dan adiknya, melangkah dengan hati-hati di jalan yang ditinggalkan. Rambutnya kusut dan matanya penuh dengan kelelahan mencerminkan kesedihan yang tak bisa digambarkan. Pakaiannya lusuh menjadi saksi perjuangannya untuk tetap bertahan hidup di kota mati ini, meskipun sendirian, tekadnya yang kuat terlihat dari mata pemuda itu. Sebuah senjata terlilit dipunggungnya sebagai bentuk pertahanan terakhir, jika ada yang menyerangnya. Dia terus berjuang, walaupun sulit, meskipun kesepian, tapi anak laki-laki itu tidak akan pernah menyerah untuk tetap hidup.
Saat Araka berjalan, siluet bayangan monster-monster meteor muncul di antara reruntuhan. Langit hampir gelap, jadi para monster yang tadinya menghilang mulai menunjukkan bayangan jahat mereka. Araka mempercepat langkahnya agar tiba lebih cepat di tempat perlindungan. Nafasnya terengah-engah setelah memasuki gedung yang dindingnya masih kokoh, mungkin dulunya ini adalah sebuah pabrik yang kini ia gunakan sebagai tempat berlindung saat malam tiba.
Remaja itu meletakkan beberapa cansed, sebuah tempat penyimpanan makanan berbentuk seperti kaleng kecil dengan teknologi modern sebagai sumber makanan untuk tetap bertahan hidup. Pedang yang selalu ia bawa dipunggungnya kini ia letakkan di sampingnya. Remaja itu mengetuk satu cansed, kaleng itu terbuka mengeluarkan sesuatu, Araka mengambil apa isi cansed tersebut untuk ia makan setelah seharian mencarinya. Araka menatap langit-langit yang sudah berlubang, sebuah kenangan terlintas di pikirannya, bahwa dia merindukan keluarganya.
4 tahun telah berlalu sejak Araka bisa menikmati makanan yang dimasak oleh ibunya. Setelah ayahnya mengajak anak berumur 14 tahun itu pergi dari rumah bersama ibu dan adiknya karena meteor jatuh, kehidupannya sekarang benar-benar berubah. Itu semua karena monster yang disebut Ephemera, monster yang berasal dari cairan hitam meteor. Cairan ini memakan apa pun yang ada di hadapan mereka mulai dari benda, tumbuhan, hewan, bahkan manusia dan membuat cairan ini bertransformasi menjadi monster dengan bentuk sesuai dengan apa yang mereka makan.
Keluarga Araka pergi meninggalkan rumah menggunakan mobil terbang. Tidak ada masalah dalam pelarian sampai sebuah monster menyerang mobil terbang yang mereka naiki. Ibu Araka menjadi orang pertama yang tewas pada serangan pertama itu. Sang Ayah dengan buru-buru mengeluarkan kedua anaknya dari dalam mobil, kemudian menarik lengan kedua anaknya agar menjauh dari makhluk menyeramkan di belakang mereka.
"Ayah, ibu masih ada di dalam sana," Araka mencoba memberitahu ayahnya, wajah anak itu bercampur cemas dan bingung, "Ayah, kenapa ayah meninggalkan ibu?" anak itu sedikit mengeraskan suaranya.
Sang Ayah tidak menjawab, pria itu menguatkan genggamannya pada kedua pergelangan tangan anak-anaknya agar tidak ada yang tertinggal. Ayah Araka tahu bahwa istrinya sudah tidak bisa diselamatkan, jadi yang pria itu lakukan sekarang adalah berusaha menyelamatkan kedua anaknya.
Araka juga tahu bahwa ibunya sudah meninggal karena tusukkan dari cakar monster yang menembus tubuhnya, tapi anak laki-laki itu tidak terima, dia berharap apa yang ia lihat tadi itu salah. Sementara si adik tidak banyak bicara, kematian ibunya tadi terlihat jelas di depan matanya, tatapan matanya yang lembut berubah menjadi kosong dan wajah riangnya sekarang berubah menjadi ekspresi yang hampa.
Di belakang mereka, sosok makhluk besar itu berjalan dengan perlahan karena makhluk itu tahu, dia bisa mengejar mangsa di depannya.
Kakinya yang besar melangkah meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang monster itu lewati. Suaranya yang mengerikan seperti tawa, menyaksikan manusia di depannya melarikan diri darinya. Di kedua tangan monster itu berbalut cakar besar dan tajam yang bisa menghancurkan mobil dalam satu pukulan. Tubuhnya berwarna merah gelap dengan bentuk humanoid, kepalanya seperti lalat dengan taring-taring tajam yang meneteskan air liur setiap kali membuka mulutnya.
"Bugh"
Lian, Adik Araka terjatuh membuat rombongan itu harus berhenti, sedangkan monster di belakang mereka semakin dekat. Sang ayah panik, dia buru-buru membantu anak perempuannya berdiri.
"Kau masih kuat, kan? Kita harus segera melarikan diri." Saat Lian berusaha berjalan, kakinya tidak kuat menahan beban karena luka akibat terjatuh.
"ARAKA!!" panggil sang ayah dengan keras.
Araka mendekat dan menunggu apa yang akan ayahnya katakan, sementara si adik terduduk karena tidak bisa berjalan.
"Ini permintaan terakhir ayahmu," Ayah Araka diam sebentar, matanya mulai berkaca-kaca ketika melihat kedua anaknya, "Bawa adikmu pergi dari sini, tetaplah hidup Araka dan tolong jaga adikmu, lindungilah dia, saat kau pergi jangan lihat ke belakang " Sang ayah mengelus kepala kedua anaknya kemudian balik kanan dengan senyuman, "Ayah bangga memiliki anak-anak seperti kalian."
Araka mencoba memikirkan apa yang ayahnya sampaikan, pikirannya masih belum dewasa tapi dia anak yang patuh. Araka pergi dengan menggendong adiknya, meninggalkan ayahnya di belakang. Ibunya dengan cepat meninggalkan anak muda itu dan sekarang ayahnya juga akan pergi meninggalkannya, tapi dia masih punya adik perempuan jadi dia harus menjaganya.
Anak laki-laki itu berusaha untuk tidak melihat ke belakang, seperti apa yang ayahnya suruh. Jika ini adalah sebuah film, hal buruk pasti akan terjadi di belakang sana.
Kaki Ayah Araka gemetar, perasaan takut jelas ada tapi demi anak-anaknya, keberanian muncul di dalam hatinya. Dia menunggu monster itu menghampirinya dan berharap bisa memberikan sedikit waktu untuk anak-anaknya kabur.
"Aku harus melindungi mereka." gumamnya, sambil memperkuat tekad. "Ini bukan kesalahan, kan?"
Sebelum monster itu mendekat, ayah Araka melihat ke belakang. Dia menghapus air mata yang akan terjatuh dengan jari-jari tangan dan mengembangkan senyum di bibirnya. "Tidak, tidak ada yang salah, sudah seharusnya seorang ayah melindungi anaknya."
Sekarang monster itu dan ayah Araka saling berhadapan, meskipun dengan kaki sedikit gemetar tapi pria itu tetap berdiri dengan tegap dan setelah beberapa saat, pria itu kehilangan nyawanya. Cepat sekali, cakar besar menembus tubuh pria itu dan monster meteor yang telah membunuh orang di depannya mulai menjilati tangannya yang penuh dengan noda darah. Lidah panjangnya keluar bersamaan dengan air liur dari mulutnya, monster itu kemudian menyantap daging manusia yang telah dia bunuh.
Sementara Araka tidak tahu apa yang terjadi, anak itu tetap fokus untuk melarikan diri.
"SIAL!!"
Araka memukul lantai dengan keras, dia menyalahkan dirinya tentang apa yang terjadi pada adiknya. Dia tidak bisa menepati janji kepada ayahnya. Araka tidak bisa melindungi adiknya sendiri. Setiap kali dia mengingat masa lalu, kesedihan, kebencian, putus asa dan hal negatif lainnya selalu membuat dirinya membenci para monster itu.
"Aku yang pernah kalian buru akan menjadi pemburu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments