“Tuan Arka Winston, apakah Anda bersedia menjadikan Nona Amey Agatha sebagai istri sah Anda, baik dalam keadaan kaya ataupun miskin, sehat maupun sakit, setia menemaninya, dan senantiasa mencintainya sampai akhir hayat?”
Arsen terdiam saat Pendeta mulai bertanya. Lagi-lagi Amey menyenggol lengannya. Arsen tersadar dari lamunannya. “Aku bersedia,” ucapnya ragu.
Pertanyaan pun beralih pada pengantin mempelai wanita. “Nona Amey Agatha, apakah Anda bersedia menjadikan Tuan Arka Winston sebagai suami sah Anda, baik dalam keadaan kaya ataupun miskin, sehat maupun sakit, setia menemaninya, dan senantiasa mencintainya sampai akhir hayat?”
“Aku bersedia,” ketus Amey dengan suara yang bergetar menahan tangis haru.
Keduanya mulai bertukar cincin. Setelahnya mereka diarahkan Pendeta untuk berlutut menerima tumpangan tangan sambil Pendeta mengucapkan berkat.
Keduanya kembali berdiri dan saling menghadap. Pendeta kembali mengarahkan keduanya untuk saling memberikan ciuman tanda kasih sayang. “Tuan Winston dan Nyonya Winston, sekarang kalian telah sah menjadi keluarga. Jemaat sebagai saksi pernikahan kalian. Silahkan Tuan Winston memberikan ciuman tulus untuk istri Anda.”
Wajah tanpa ekspresi Arsen menatap wajah Amey yang tersenyum bahagia dengan cairan kecil yang berjatuhan di pipi Amey. Arsen memaut dagu Amey dan mulai menancapkan ciuman di bibir tipis itu. Hanya beberapa detik saja Arsen langsung menarik wajahnya menjauh dari wajah Amey. Ia mengusap bibirnya dan kembali memasang raut datar.
Amey yang menerima ciuman kasar dari Arsen kini mencibir. Ia memasang raut kecewa karena tidak biasanya lelaki itu melakukan ciuman yang tidak lemah lembut.
Kini pria yang telah sah menjadi suaminya, bukanlah pria yang dikenal Amey. Wajahnya saja yang terlihat mirip tapi sifatnya jauh berbeda. Arsen bukanlah Arka yang hangat. Tapi lelaki yang teramat dingin dan cuek.
Ketika ciuman itu berakhir, semuanya bertepuk tangan dengan bahagia. Arsen dan Amey kini menatap para khalayak yang sedang bertepuk tangan ikut turut bergembira atas pernikahan pasangan itu.
Arsen merasa kaku dan jengkel saat Amey kembali menyentuhnya dengan sesuka hati. Karena yang Amey tahu pria yang digandengnya adalah pria yang sangat mencintai Amey. Jadi ia bebas dan sesuka hati menyentuh Arsen yang dikiranya Arka.
“Arka aku sangat bahagia. Akhirnya kita sah menjadi suami istri,” memeluk Arsen erat.
Arsen melemparkan tubuh mungil Amey, “Acaranya telah usai. Aku harus pergi,” ucap Arsen dingin.
Amey yang menerima perlakuan kasar Arsen mengerutkan kening dengan perasaan kecewa. “Apa maksudmu, Arka? Kau mau pergi ke mana?” tanya Amey menaikan nada.
Arsen tak menggubris dan pergi meninggalkan Amey di altar sendirian.
“Arka!” teriak Amey.
Helen dan Michael menghalangi langkah Arsen saat hendak keluar dari Gereja itu, “Arsen, mama mohon, bersikap baiklah pada istrimu,” ringis Helen.
“Dia bukan istriku!” celutuk Arsen, geram.
“Mama mohon sayang, hanya hari ini,” ucap Helen dengan bibir gemetar. “Hari ini saja, Arsen. Apa kau tidak kasihan melihat wanita itu yang tidak tahu apa-apa?” ucap Helen kembali.
Arsen terdiam. Ia mengepalkan tangan dengan erat.
Dengan setengah berlari Amey mengangkat gaun mewah berwarna putih yang tengah menyapu lantai dan menghampiri Arsen. “Arka! Kau sangat kasar padaku,” ketus Amey.
Arsen menarik nafas panjang sembari memejamkan matanya. “Maaf,” ucapnya datar.
Helen yang memperhatikan tingkah Arsen yang dingin pun berinisiatif untuk mencairkan suasana. “Selamat ya Sayang. Selamat datang di keluarga Winston,” memeluk Amey dengan hangat.
“Terima kasih Mama,” ucap Amey membalas pelukan Helen.
“Selamat datang di keluarga Winston,” sambung Michael memberi selamat. Amey pun memeluk Michael. “Trima kasih Papa.”
Amey sangatlah dekat dengan keluarga Winston. Helen dan Michael sangat menyayangi Amey, karena wanita itu mampu membuat Arka bahagia di hari-hari terkahir Arka.
Arsen yang melihat kedekatan wanita itu dengan kedua orangtuanya hanya melirik dan melangkahkan kakinya beranjak dari tempat itu. Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat tepat di bokong Arsen.
Plakkkk!
Arsen melonjak kaget. Ia memandangi wanita tua yang berani menyentuhnya. Arsen menaikan alis setengahnya, tanda tak senang. “Apa yang kau lakukan!” pekiknya.
“Hey Anak Muda! Selamat atas pernikahanmu,” ucap seorang nenek.
Arsen mengepalkan tanganya. Tiba-tiba Amey menghampiri Arsen yang sedang beradu pandang dengan neneknya. “Nenek!” panggil Amey sembari memeluknya hangat.
“Banyak selamat cucuku. Akhirnya kau melepas lajangmu,” ucap Soffy yang merupakan nenek Amey.
“Trima kasih banyak Nenek. Aku akan sangat merindukan Nenek,” mencium pipi Soffy.
“Nenek juga akan merindukanmu. Jangan lupa untuk selalu mampir di rumah Nenek.”
“Pasti Nek,” ketus Amey.
“Hey Anak Muda, awas jika kau menyakiti cucu kesayanganku! Aku botakin pala kau!” ancam Soffy melebarkan mata.
Amey terbahak melihat tingkah Soffy. Sedangkan Arsen menatap Nenek itu dengan tatapan dingin. Nyali juga Nenek ini! ketus batin Arsen.
Soffy mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. “Ayo Amey, ajak juga suamimu. Mari kita mengabadikan momen. Kita selpiii ehh ralat, maksud Nenek grupiii,” ajak Nenek yang tak kalah narsis dengan generasi micin.
Amey mendengus, “ahhh Nenek, jangan malu-maluin Amey dong. Apa Nenek tidak puas berfoto denganku tadi?”
“Dasar cucu luckknutt! Nurut dikit napee?” cibir Soffy.
“Baiklah,” mengangguk malas.
Amey menarik lengan Arsen dan menggandengnya. Tubuh laki-laki itu sontak tertarik mendekati Amey.
“Cisssss,” ucap Soffy sembari mengeluarkan senyum termanisnya.
Amey dan soffy tersenyum lebar, sedangkan raut Arsen tampak kaku dan tegang. Soffy yang melihat gambar diri mereka di ponselnya mengerucutkan bibir. “Heh Anak Muda! Kiapa ngana pe muka nyanda tre dang?” (Hey Anak Muda, kenapa wajahmu tidak lurus?) tanya Soffy menggunakan bahasa Manado. Karena Soffy memanglah asli Manado.
Arsen tak menggubris dan menepis tangan Amey yang menggandengnya. “Aku tak punya waktu berlama-lama di sini! Aku memiliki urusan yang lebih penting.” tegas Arsen.
Plakkk!
“Awww.” Arsen memekik.
Lagi-lagi sebuah pukulan mendarat di bokong Arsen. “Dasar tidak sopan! Apa begitu sikapmu terhadap mertuamu, hah?” teriak Soffy naik pitam.
“Nenek, berhentilah memukulnya! Kau menyakiti suamiku yang tampan,” bela Amey. “Kamu lagi!” mengalihkan pandangannya ke wajah Arsen. “Kenapa sih kamu ngebet banget mau pergi? Memangnya ada urusan mendesak apa yang lebih penting dari pernikahan kita?” tukas Amey.
Helen dan Michael yang menyaksikan perdebatan singkat mereka pun menengahi. “Maafkan anak saya Nek. Arka sudah tidak sabar menuju gedung pusat tempat resepsi Amey dan Arka. Jadi maklumi sifatnya yang dingin tak sabaran,” jelas Helen bersandiwara.
“Benar Nek. Arka sudah tidak sabar. Benarkan Sayang?” tanya Michael dengan penuh harap bahwa Arsen akan mengiyakannya.
Beberapa detik kemudian tak ada jawaban dari Arsen. Ia melihat wajah kedua orangtuanya menatap ia dengan penuh harapan. Arsen pun mengangguk kaku sembari memutar bola matanya dengan malas.
“Baiklah kalo bagitu, marijo torang pigi ka gedung tampa resepsi.” (Baiklah kalau begitu mari kita menuju gedung tempat resepsi) ajak Soffy tak sabar.
To be continued …
LIKE, KOMEN, VOTE 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Ayu Lestari
love sama cerita ini...
2022-03-28
0
Diane Tumundo Terok
orang Manado wona ini Author kang 😀😀😍
2022-03-15
1
Mistin Mistin
Amey ga ada getaran gitu pas liat arsen
2022-03-13
0