Byur!
"Maksud lo apa?!" bentak Lova. Ia berdiri dari duduknya dan menatap Riya dengan tatapan marah.
"Ini gak seberapa, Lova. Lo udah hancurin keluarga gue!" balas Riya tak kalah membentak.
"Oh, jadi lo mau balas dendam karena bokap lo udah dipecat?" sinis Lova. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Meski bajunya basah, tapi dia tidak gentar.
"Itu akibatnya karena lo udah bikin nama gue buruk di telinga semua orang. Inget, lo yang mulai duluan, gak usah playing victim. Basi tau gak!" lanjut gadis cantik itu.
Mendengar ucapan Lova, makin panas pula telinga Riya. Dia sangat tidak suka dengan Lova, gadis itu terlalu sombong dan mengandalkan kekuasaan, seperti apa yang telah Lova lakukan pada keluarganya.
"Harusnya lo malu, Ri. Lova bukan lawan lo," celetuk salah satu siswi di sana. Seketika yang lain menyahut mengiyakan. Dari penampilan saja, Riya dan Lova sangat berbeda. Lova lebih berkelas tentunya.
Merasa kalah telak, Riya pun pergi dari sana dengan dendam yang semakin besar. Lagi-lagi Lova yang menang.
Lova menghela nafas. Dia menatap buku-bukunya yang ikut basah juga.
Jam pelajaran pertama kelas mereka jam kosong, jadi Lova memilih belajar saja, namun, Riya tiba-tiba datang dan mengacaukan semuanya.
"Baju lo kenapa bisa basah?" Venus tiba-tiba datang.
Venus berbeda kelas dengan Lova, tapi temannya ada di kelas Lova.
"Habis berenang!" ketus Lova. Dia mengambil tisu dan berusaha mengeringkan bajunya.
"Ketus amat!" ucap Venus. "Mana bisa kering, Va. Ganti aja sono."
"Gue gak bawa baju ganti," jawab Lova.
"Gue ada. Kalau lo mau, gue ambilin sekarang," ujar Venus.
"Bajunya di mana emang?"
"Di loker. Mau kagak?"
"Mau deh kalau lo maksa," jawab Lova.
Bibir Venus mencebik mendengar jawaban gadis di depannya ini. "Kalau maksa" adalah kata-kata andalan Lova, padahal gadis itu juga membutuhkannya.
"Lo tunggu di toilet, biar gue ambilin," ucap Venus. Setelahnya dia segera pergi menuju loker para murid.
****
"Kira-kira, tuh cewek dendam sama lo gak, ya?"
"Lo nanya?"
Venus memutar bola matanya malas. "Menurut lo?!" kesalnya.
"Gue yakin, si Riya Riya itu gak bakal diam aja. Tapi tenang aja, Va. Kalau lo butuh bantuan, Babang Venus siap buat lindungi Neng Lova!" lanjut Venus dengan bangganya.
"Dih! Gak jelas lo!" Lova menyemprotkan parfum ke baju milik Venus yang dia pakai.
"Gue serius, anjir. Tampang gue emang begini, tapi hati gue selembut kapas," balas Venus percaya diri.
"Kapas itu masih termasuk kasar," ucap Lova.
"Ya udah, selembut kulit lo!"
"Ngaco!"
"Udah, ah! Gue mau ke kantin!" lanjut Lova seraya melangkah lebih dulu menuju kantin.
"Ketus amat calon bini gue." Venus menghela nafas.
"Neng, tungguin Abang!" seru cowok itu sambil berlari mengejar Lova.
Tanpa keduanya sadari, sepasang mata tajam menatap keduanya dari kejauhan. Tatapan yang sulit dijelaskan.
****
"Lova!"
Lova mendongak, menatap seorang gadis cantik yang menjabat sebagai sekertaris kelasnya, namanya Qyra.
"Nih, nilai ulangan harian kemarin udah keluar!" Dia menyerahkan selembar kertas yang berisi nilai milik Lova.
"Thanks," ucap Lova sembari tersenyum tipis. Qyra tersenyum membalas ucapan Lova, setelahnya dia segera pergi.
Lova meletakkan pulpen yang dia pegang dan melihat nilai di atas selembar kertas tersebut. Seketika dia meneguk ludahnya.
"85? Kok bisa?" bisiknya. Dadanya bergemuruh. Takut, khawatir semuanya bercampur aduk. Sebelumnya dia tak pernah mendapatkan nilai sejelek ini. Biasanya paling rendah 90 saja.
Buru-buru Lova menghitung ulang soal yang salah. Tangannya sampai bergetar lantaran tak siap menerima hadiah dari papanya nanti.
Ternyata benar, dia salah. Dari 10 soal beranak, Lova salah 2 soal. Ini salah nya yang tak teliti. Padahal hanya salah rumus. Harusnya sebelum mengumpulkan tugas, dia cek lebih dulu.
Nasi sudah menjadi bubur. Lova pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti di rumah.
"Lova." Suara berat yang begitu familiar itu membuat lamunan Lova buyar.
"Bapak?"
Aksara menggeser kursi yang ada di depan Lova dan langsung mendudukinya.
"Ada perubahan jadwal belajar les kamu," ucapnya to the point.
"Apa?"
"Tadi papa kamu telpon saya, kata beliau les kamu akan dilakukan setiap hari dan durasi belajarnya jadi 3 jam. Sehabis pulang sekolah langsung les di apartemen saya," jelas Aksa.
Sebelumnya, durasi belajar les Lova hanya 2 jam, namun saat mendapat telepon dari wali kelas Lova, Vincent pun mengubahnya tanpa persetujuan anaknya.
Lova menghela nafas, "Itu semua papa yang minta?" tanya Lova.
Tanpa ragu, Aksa mengangguk.
"Kamu gak keberatan, kan?" tanya Aksa.
"Kalaupun saya keberatan, saya gak akan bisa protes, Pak," jawab Lova pasrah. Memang benar, kalaupun dia keberatan, dia tidak akan bisa protes pada papanya.
Aksa mengangguk paham, "Sepertinya, kamu memang harus jadi dokter nanti, supaya keluarga kalian semakin sempurna."
"Ada perubahan lagi?" Lova bertanya.
"Nggak ada," jawab Aksa.
"Itu, kamu lagi mengerjakan apa?" lanjut Aksa balik bertanya.
"Enggak. Ini cuma ngulang soal sebelumnya," jawab Lova seadanya.
Aksa mengangguk, "Kalau begitu, saya keluar. Jangan terlalu dipaksa kalau kamu udah capek," ucap pria itu sebelum benar-benar pergi dari perpustakaan.
Ucapan Aksa terdengar penuh makna. Sayangnya Lova tak menggubris karena dia lebih mementingkan ambisi.
Tapi, entah kenapa akhir-akhir ini Lova merasa Aksa terlihat berbeda. Terlihat seperti lebih dekat dan akrab dengannya. Atau ini hanya perasaannya saja?
Terserah apapun itu, yang penting tidak membuatnya rugi, kan?
Lagi pula, selama belajar les, Aksa baik padanya, tidak macam-macam.
Namun, waktu itu terus berputar. Kita tidak akan tau apa yang akan terjadi nantinya. Apakah Aksa akan tetap baik, atau akan berubah, Lova tidak tau. Dia hanya mengikuti alur saja.
***
...Dealova...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Yhunie Andrianie
bisa setres sih jdi lova klo dituntut harus sempurna knak bpk ny, udh mendekati depresi, sukur" lova mampu mengendalikn diri ny!!!
2024-10-10
0