Awal semester kelas X, Riyan yang menjabat ketua kelas di kelasnya sudah hafal betul sifat-sifat teman satu kelasnya. Termasuk Arletta yang sejak awal masuk di SMA ini sudah menjadi perhatiannya. Dan beruntunglah dia, Arletta berada satu kelas dengannya.
Satu semester berlalu, Riyan rasa ingin menjadikan Arletta sebagai kekasihnya. Namun karena dia tak pernah PDKT dengan siapapun sebelumnya, dia tidak tahu harus memulai dari mana.
“Kenapa lo? Galau?” Ucap Bagas yang kebetulan lewat di depan kelas Riyan.
“Ngga,” bantahnya. Bagas menghela nafasnya. Ia melirik ponsel di tangan Riyan. Terpampang foto candid seorang gadis yang tengah tertawa.
“Cewek tuh?” Tunjuk Bagas dengan dagunya. Riyan menoleh pada Bagas yang tengah menatap ponselnya. Ia pun langsung menyembunyikan ponselnya.
“Ngga ada,” bantahnya lagi.
“Alah ngeles aja lo, siapa cewek itu? Mau gue bantu?” Tawar Bagas. Riyan tampak berpikir mencerna ucapan Bagas.
“Ah kelamaan, mana sini lihat,” ujar Bagas, dengan enggan Riyan mengulurkan ponselnya.
“Ini? Arletta kan?” Tanya Bagas saat melihat layar ponsel Riyan. Riyan mengernyit, “Lo kenal?”
Bagas terkekeh, “Siapa sih yang ngga kenal Arletta, dia sering ke kelas gue, sahabatnya Andini tuh,” ungkap Bagas. Riyan hanya mengangguk.
“Gue balik ke kelas dulu, ya?” Pamit Bagas.
Dua hari berlalu, Riyan masih enggan mengungkapkan perasaannya, namun kali ini ia mencoba untuk memberanikan diri. Riyan menatap siswa siswi yang baru saja keluar kelas. Tak terkecuali Arletta yang baru berdiri dari bangkunya.
“Ta, boleh ngomong bentar?” Cegah Riyan, Arletta yang tengah berjalan ke luar kelas pun berhenti di samping bangku Riyan.
“Iya Yan? Kenapa? Ada tugas tambahan?” Tanya Arletta polos. Riyan tampak canggung karena masih ada Raya di samping Arletta. Raya yang merasakan adanya canggung memilih untuk keluar terlebih dulu.
Setelah kepergian Raya, Riyan bernafas lega, hanya ada dia dan Arletta sekarang.
“Ta, gue suka sama lo. Lo mau ngga jadi pacar gue?” Ucap Riyan menatapnya serius. Arletta cengo menatap Riyan di depannya. Ia tidak tahu harus menjawab apa.
Ternyata hari itu datang juga, Arletta tahu bahkan tanpa Riyan mengucapkannya. Siapa lagi yang memberitahukannya kalau bukan Bagas. Beberapa hari lalu Bagas menemuinya waktu Arletta tengah berbincang dengan Andini.
Sejak hari itu Arletta dan Bagas berteman. Selain Bagas yang tampan, Bagas juga pandai melontarkan canda, membuat siapapun nyaman di dekat Bagas, termasuk Arletta. Mereka bahkan sering becanda bersama.
“Eum, Yan. Gimana ya? Gue-“
“Kalo lo ngga bisa jawab sekarang, gue bisa nunggu kok. Ah, gue—pulang dulu ya,” ucap Riyan sebelum meninggalkan Arletta. Ia belum siap menerima penolakan Arletta.
Arletta mengerjap, menatap kepergian Riyan. Apaan ini? Kenapa Riyan yang menghindar secepat itu? Arletta masih cengo melihat pintu kosong di depannya.
Keesokan harinya, Arletta baru saja masuk di kelasnya. Tidak seperti biasanya, Riyan tampak acuh padanya. Bahkan saat Arletta ingin menyapanya, Riyan memilih untuk pergi.
Bahkan seperti tidak terjadi apapun kemarin. Dua hari, tiga hari masih sama. Lama-lama Arletta jengah. Setelah bel pulang sekolah Arletta menghampiri Riyan di bangkunya.
Riyan yang tahu Arletta mendatanginya merapikan buku dan alat tulisnya.
“Eh Ta, gue duluan ya, buru-buru,” ucapnya berdiri dari sana. Secepatnya ingin pergi dari depan Arletta.
“Lo di tungguin Bu Lina di kantor,” ucap Arletta menghentikan langkah Riyan. Riyan menoleh sekilas. “Oke gue ke kantor sekarang,” ucap Riyan meletakkan tasnya di meja sebelahnya.
Arletta mengedikkan bahunya lalu duduk di bangku dekat tas Riyan. Ia menidurkan kepalanya di samping tas Riyan. Sambil menunggu Riyan kembali. Kurang dari tiga menit terdengar suara langkah kaki yang cepat. Riyan berlari ke arahnya.
“Aihh! Lo ngerjain gue, ya? Bu Lina udah pulang,” dengus Riyan di ambang pintu kelasnya. Arletta mengangkat kepalanya. Tanpa rasa bersalah ia terkekeh membuat Riyan mengernyit.
“Sekali-kali ngerjain ketua kelas ngga masalah, kan?” Timpal Arletta tersenyum manis. Riyan tampak menahan kekesalannya. Huh untung sayang.
Riyan mendekati Arletta untuk mengambil tasnya. Arletta yang tahu Riyan akan mengambil tas itupun lebih dulu menarik tas itu. Tangan Riyan menggantung di atas meja.
“Ish! Siniin tas gue,” kesal Riyan. Arletta menggeleng.
“Ck, mau lo apa sih?” Decak Riyan menatap Arletta datar. Arletta mengernyit.
“Mau gue?” Arletta menunjuk dirinya sendiri. Heran.
“Harusnya lo tanya sama diri lo sendiri, mau lo apa?” Arletta mendengus menatap Riyan dingin. Arletta tak habis pikir, kenapa Riyan seperti memusuhinya.
“Gue mau pulang, siniin tas gue,” pinta Riyan lagi. Arletta melempar tas itu pada Riyan.
“Lo nembak gue, tapi lo ngehindar dari gue, gue jadi berpikir lo cuma spontan aja bilang suka sama gue,” cibir Arletta.
Riyan terdiam, dia bukan menghindar, dia hanya malu pada Arletta. Harusnya dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya sebelumnya. Itu hanya membuatnya canggung di dekat Arletta dan memilih untuk pergi dari depan Arletta.
Melihat Riyan yang masih saja terdiam membuat Arletta semakin kesal. “Ternyata bener apa yang gue bilang,” ungkap Arletta. Ia sengaja memancing kekesalan Riyan. Namun Riyan masih tetap diam di sana. Ia menghela nafas kasar. Bukan itu, namun ia tidak bisa menjelaskannya.
“Gue balik duluan,” ucap Riyan setelah diam begitu lama. Baru ia sampai di ambang pintu, Arletta berteriak.
“Gue bukan ngga suka sama lo." Arletta kembali mengatur nafasnya. Ia begitu kesal, entah apa yang membuatnya kesal.
“Gue cuma ngga mau ada rasa canggung di antara kita, apa lagi lo ketua kelas di kelas ini. Gue lebih nyaman jadi temen lo. Gue mohon tetap jadi temen gue ya,” sambungnya lirih. Ia menunduk, lega. Mungkin itu yang sedari tadi mengganjal di hatinya.
Jawaban itu memang masuk akal, namun belum terdengar puas di telinga Riyan. Itu alasan umum anak ABG labil untuk menolak seseorang kan?
Riyan masih terdiam di sana, ia membalikkan tubuhnya kembali menatap Arletta. Ia tengah menunduk.
“Apa ada alasan lain untuk nolak gue?” Tanya Riyan menatap Arletta datar.
Arletta mendongak membuat mereka saling tatap dalam diam. Riyan menatap ke dalam manik mata Arletta, mata itu tampak sayu, sedetik kemudian jawaban itu terucap dari bibir mungil Arletta.
“Gue suka orang lain,” ungkapnya.
***
Plak...
Tangan jail itu mendarat mulus di lengan Riyan. “Sial!” Umpat Riyan.
“Ngelamunin apa sih lo?” Tanya Adit yang sudah selesai memakan baksonya begitupun Bagas. Riyan menggeleng.
Satu tahun lalu, dia pikir itu sudah lama, namun rasa itu masih ada. Di sisi lain Riyan dan Arletta justru berteman dekat sampai sekarang, meski tak lagi di kelas yang sama.
“Bentar lagi bel, ke kelas yuk!” Ajak Bagas masih mengunyah kacang bawang di tangannya.
Riyan menatap nanar Bagas dan kacang itu. Mereka kembali ke kelas, tak lupa Riyan tersenyum manis saat matanya tepat menatap mata Arletta.
Lanjut nih??
Kok sepi ya??
Jangan lupa vote yaa yang udah mampir✨✨
Biar aku lebih semangat up nya huhu ㅠㅠ😣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Rita Riau
mungkin menghindar lebih baik Yan 🤔🤭
2024-08-26
0