"Zean?"
Zean sedikit terkejut ketika mendapati seorang gadis memakai pakaian serba hitam dengan hijab pashmina di kepalanya, itu Nayla, gadis itu terlihat sangat cantik meski tanpa polesan make up sekalipun.
Dua duanya diam dengan pikiran mereka masing-masing.
"Kamu kenapa bisa ada di sini?" Tanya Zean menghampiri Nayla, niatnya ingin mencari udara di taman, tapi ia malah mendapat kejutan melihat Nayla ada di hadapannya.
Nayla gelagapan, "Gue eungg.. " Nayla tampak berpikir, "Gue turut berduka cita atas meninggalnya bokap lo, lo yang sabar yah? gue yakin, tuhan pasti punya rencana yang lebih indah." Ucap Nayla menatap manik Zean.
Zean tertegun, ia tersenyum tipis. "Terimakasih, Nayla." Ujarnya yang langsung di angguki oleh Nayla yang seperti sedang keheranan. Kenapa yah mukanya kaya ngga ada sedih sedihnya, tetep aja datar kaya triplek batin Nayla.
"Tapi Almarhum bukan Ayah saya, beliau adalah salah satu pegawai di rumah saya."
Deg
Informasinya salah, batin Nayla agak kesal karna Usi salah memberinya informasi.
"Aaaaa gue kira bokap lo, sorry yahh, Zean. Gue nggak bermaksud doain bokap lo yang nggak nggak, sumpah deh!" Ujar Nayla panik membuat Zean terkekeh.
"Meski begitu, terimakasih karna telah datang ke rumah saya." Ucap Zean tersenyum tulus membuat Nayla tertegun. "Kamu kesini bersama siapa, Nayla?" Tanya Zean sedikit khawatir karna hari sudah malam. Tangan Zean menarik pelan tangan Nayla, menggiringnya untuk duduk di kursi panjang yang tersedia disana.
"Gue kesini naik ojek sih." Jawab Nayla pelan tapi masih dapat terdengar oleh Zean, Zean mengangguk paham. "Btw kalo boleh tau di makaminnya kapan?" Tanya Nayla hati-hati.
"Besok siang, karna masih ada keluarga beliau dari kampung yang ingin melihat beliau untuk terakhir kalinya." Jawab Zean, membuat Nayla mengangguk kecil, Zean mengamati wajah Nayla.
"Kamu cantik dengan hijab itu, Nayla."
Blush
Wajah Nayla memerah seperti udang rebus, meski cahaya yang temaram tapi Zean dapat melihatnya, lucu sekali. "Ahaha! jadi gue nggak cantik kalo nggak pake hijab, gitu?" Pertanyaan Nayla sukses membuat Zean gelagapan, kepala Zean menggeleng ribut, terlihat lucu dimata Nayla.
"Bukan seperti itu, kamu tanpa hijab pun cantik, Nayla. Tapi jika kamu pakai hijab, cantiknya menjadi berkali-kali lipat."
Deg deg deg
aih sial, jantung gue. Batin Nayla menjerit
"Wah, ternyata lo bisa gombal juga yah? fiks sih cewek-cewek di sekolah harus tau." Nayla menggeleng takjub.
"Saya seperti ini hanya sama kamu, Nayla." Ujar Zean membuat Nayla menoleh. Mata Zean menelisik wajah cantik Nayla, ketika tak sengaja melihat helaian rambut, tangannya refleks terangkat membenarkan hijab milik Nayla.
"Rambutnya, terlihat."
Tubuh Nayla mematung, lagi-lagi benteng yang sudah ia bangun untuk tidak di dekati oleh laki-laki kini sudah roboh. Hanya Zean, hanya ialah yang berhasil merobohkannya.
"Plis jangan kaya gini.. " Nayla segera menjauhkan tubuhnya, membuat Zean mengeryit heran.
"Apa saya membuat kamu tidak nyaman? maap karna telah lancang." Ujar Zean ini membuat Nayla menggeleng.
"Ahh udahlah! gue mau pulang dulu." Nayla hendak pergi, tapi Zean menahannya. "Saya antar kamu pulang, bahaya jika naik ojek." Tawar Zean, Nayla hendak menolak tetapi Zean sudah lebih dulu menyimpan jarinya di depan bibir Nayla.
"Saya tidak menerima bantahan."
Anjirlah brondong edan.
Didalam perjalanan Nayla terus mengoceh, membuat Zean gemas ingin mengkokop bibirnya yang terkadang monyong monyong seperti donal bebek. Entahlah, Nayla terlihat rileks ketika bersama Zean, jiwa barbarnya seketika menguar tanpa bisa di cegah.
"Btw, kenapa lo ngasih gue roti sama susu kemarin? padahal gue nggak kenal sama lo, kaget banget gue."
Zean meluruskan pandangannya kedepan, ia melirik Nayla sekilas, "Dan kamu memberikan susu itu kepada orang lain, Nayla." Ujar Zean kembali meluruskan pandangannya ke depan. Nayla tertohok, kenapa bisa tau?
"Lo ko tau sih?" Tanya Nayla melotot lucu, "Lo nguntit gue yah? resek banget sih." Tuduh Nayla, ia terlihat mendekap tangannya di dada, seolah sedang marah.
Zean berdecak, ia menatap Nayla seperti anak kecil ngambek tidak di belikan es krim. "Kenapa jadi kamu yang marah, hem? bukankah seharusnya saya yang marah, karna kamu tidak menghargai pemberian saya?" Tanya Zean penuh sindiran membuat Nayla meliriknya sinis.
"Kan gue nggak kenal lo." Jawab Nayla cepat, "Lagian kenapa lo sok kenal banget waktu itu? terus, lo tau nama gue dari mana?" Tanya Nayla beruntun.
"Saya tahu nama kamu dari mimpi." Jawab Zean terdengar asal-asalan, tapi memang seperti itu kenyataannya.
"Lo bercanda? garing banget sumpah!"
Zean menggelengkan kepalanya, "Saya tidak bercanda, Nayla. Saya sering bermimpi bertemu dengan seorang perempuan bernama Nayla. Saat itu saya berpikir itu cuma mimpi biasa, tapi ternyata saya salah, mimpi itu terus datang membuat saya penasaran. Sampai akhirnya, saya tidak sengaja mendengar nama kamu di sebut oleh tetangga sebelah saya. Saya kaget! lalu ketika saya melihat kamu, saya mulai mencari tahu tentang kamu." Ujar Zean menjelaskan dan Nayla senantiasa mendengarkan dengan keningnya yang terus berkerut.
"Ternyata selama saya mencari tahu tentang kamu, membuat saya jatuh dalam pesona kamu, Nayla. Kamu adalah gadis yang baik, saya suka sama kamu. Setiap melihat kamu, ada rasa di dalam diri saya yang meronta ronta ingin keluar, yaitu rasa ingin melindungi kamu. Saya selalu ingin bersama kamu, dan saya tidak rela ketika ada orang lain menyakiti kamu." Zean menoleh menatap Nayla yang sepertinya sedang mencerna apa yang ia katakan. "Kamu pasti bertanya-tanya, apa ini masuk akal? Faktanya memang seperti itu, sepertinya semesta ingin saya tahu bahwa kamu adalah perempuan yang akan berjodoh dengan saya nanti, Nayla."
Lidah Nayla terasa kelu, ia bingung harus berkata apa?
"Jadi izinkan saya berjuang untuk mendapatkan hati kamu, Nayla." Ucap Zean bersungguh sungguh. Nayla gelagapan, ia menegakkan badannya, lalu berdehem.
"Kita beda usia, gue lebih tua dari lo, Zean." Jawab Nayla tersenyum mengejek.
"Tidak masalah, umur hanyalah angka. Saya tidak peduli, Nayla." Jawab Zean tidak mau kalah.
"Gue nggak cantik."
"Kamu sudah cantik dimata saya."
"Gue nggak pinter."
"Saya pintar. Kamu ingin saya ajari apa?"
"Gue matre."
"Saya kaya, kamu boleh meminta apapun akan saya turuti."
"Gue mau beli Mobil Civic."
"Sure."
"Gila!"
"Karna kamu, Nayla."
Dahlah!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments