Hari telah berganti dan Mentari yang sudah terbiasa bangun pagi, kini sedang berada diarea dapur, setelah tadi selesai dengan kewajiban dipagi harinya.
Tujuan mentari berada didapur tentu saja untuk membuat sarapan, untuk dirinya juga sang Om saja, karena Bayu sudah pulang kemarin sore.
Sementara itu, Tian yang baru bangun, langsung keluar kamar, untuk kekamar mandi yang kebetulan ada diarea dapur.
Tian yang belum sepenuhnya menguasai kesadarannya, beberapa kali mengerjapkan matanya, memastikan apa yang dia lihat sekarang nyata, bukan halusinasinya saja.
Dia merasa berhalusinasi, karena melihat Mentari yang dia pikir manja, kini sedang memasak didapur, mungkin saking tidak percayanya, dia sampai berpikir seperti itu.
"Om, ngapain diam disitu, ntar subuhnya keburu abis" ucap Mentari yang tahu jika Omnya terdiam cukup lama setelah masuk area dapur.
Bukannya langsung menuju kamar mandi, Tian justru menghampiri Mentari "Tari, kamu masak?" sebuah pertanyaan yang membuat dahi Mentari mengkerut, karena bingung kenapa omnya bertanya seperti itu, padahal sudah jelas bukan, jika dia sedang memasak.
"Maksud om, kamu bisa masak?" ucap Tian memperjelas pertanyaannya tadi.
"Oh, tentu saja bisa om, gini-gini aku sudah belajar cara bertahan hidup mandiri dari ibu, jadi selama aku tinggal disini, sarapan aku yang buat, namun untuk makan siang dan malam, Tari tidak bisa janji,"
Jujur Tian kaget dengan apa yang diucapkan Tari, pasalnya dia masih saja pikir jika gadis yang ada dihadapannya itu, adalah gadis manja yang ini, itu, pasti selalu dilayani pembantu, secara Mentari adalah anak perempuan satu-satunya dari Juna dan Anyelir, yang kebetulan orang berada.
"Om, malah bengong, cepetan itu subuhnya sudah mau habis" ucap Mentari sambil melihat jam yang kebetulan ada disudut dapur.
Tian yang sudah melihat jam langsung bergegas, tanpa berkata apa-apa lagi, karena waktu subuh memang sudah hampir habis, dan sungguh rasanya aneh saat ada yang mengingatkannya tentang waktu salat, karena biasanya dia tidak perlu diingatkan dan tanpa disadari Bibir tian menipis.
Selesai menunaikan ibadah pagi, Tian langsung menuju dapur, entahlah penasaran sekali dengan sarapan yang dibuat Mentari, apakah enak atau tidak.
"Tari!!" ucap Tian saat akan duduk dikursi yang menghadap Mentari.
"Ya om" ucap Mentari sambil menatap Tian.
"Itu ponsel kamu disimpan dulu, jangan sarapan sambil main ponsel."
"Iya maaf om, habis om lama jadi aku sarapan sambil main Hp, niatnya agar bisa sarapan sama om, maklum, kalau aku gak main Hp, mungkin kita gak bakalan bisa sarapan bareng." jawab Mentari sambil tersenyum.
"Kenapa seperti itu?"
Mentari sebenarnya enggan menjawab pertanyaan omnya itu, tapi setelah dipikir toh besok atau lusa pun omnya pasti tahu, jika dia adalah tipe orang yang makan dengan cepat, "Aku tipe orang yang makan dengan cepat"
Tian hanya mangut-mangut, pertanda mengerti maksud ucapan Mentari, dan Mentari yang penasaran akan komentar Tian, atas masakannya kini menatap sang Om yang akan menyuapkan makanan yang dia buat.
Tian yang sadar akan tatapan Mentari tidak jadi memakan makanannya dan dia malah kembali menaruhnya dipiring, sambil berkata "Kamu kenapa?"
"Is kenapa ga jadi dimakan sih Om, padahal dari tadi aku tuh pingin denger komentar Om, tentang masakan aku" kesal Mentari karena harus lebih lama menunggu komentar dari sang Om.
"Oh" kini Tian sudah paham arti tatapan Mentari, dan tanpa menunggu lama dia langsung menyuapkan makanan yang tadi sempat dia simpan lagi.
"Bagai mana Om??" ucap Mentari setelah sang Om menelan makanannya.
"Em," ucap Tian berpura-pura berpikir, lalu dia menyuapkan makanannya lagi, seolah ada yang membuatnya tak yakin akan rasa masakan Mentari dan hal itu membuat Mentari kesal.
"Om!!!!"
"Sabar!! ini Om lagi rasain, apa yang kurang dan apa yang berlebih," padahal sebenarnya saat suapan pertama Tian sudah tahu apa yang berlebih dari masakan Mentari, namun karena ingin membuat Mentari penasaran jadilah Tian bersikap seperti itu.
Dan hal itu membuat Mentari sampai berdecak beberapa kali, saking kesalnya menunggu.
"Ini tuh keasinan." Akhirnya komentar itu keluar juga dari mulut Tian.
"Oh..., berarti lidah om tidak terbiasa dengan rasa asin yah, em padahal dirumah semua orang suka dengan masakanku, Ya walau teman-teman selalu berkomentar keasinan."
"Ya terasa asin, tapi tidak asin banget, jadi masakan kamu masih bisa om makan, namun alangkah lebih baik besok-besok, garamnya sedikit dikurangi."
"Siap, Om." ucap Mentari dan setelah tahu lidah omnya seperti apa, Mentari langsung melanjutkan sarapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments