Adinda

Percakapan berlanjut, namun pikiran Rani melayang jauh. Ia merasa seperti boneka, digerakkan oleh tali-tali tak terlihat. Setiap kata yang ia ucapkan, setiap senyum yang ia berikan, semua terasa palsu. Aroma parfum mahal dan champagne yang memenuhi udara terasa menyesakkan.

"Aku akan mengobrol dengan Tante Felicia," ujar Rani pelan pada Dimas.

Dimas mengangguk kaku. "Jangan lama-lama. Dan ingat..."

"Iya, aku tahu," potong Rani, berusaha tersenyum. "Aku mencintaimu, kita pasangan bahagia."

Begitu Dimas dan Gunawan pergi, Felicia langsung menarik Rani ke sudut ruangan yang lebih sepi. Suara musik jazz lembut mengalun di kejauhan.

"Oke, Adinda. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Felicia tajam. Aroma parfum mahalnya tercium kuat.

"Ma-maksud Tante?" Rani berusaha terdengar tenang, meski jantungnya berdegup kencang.

"Jangan pura-pura," Felicia menyipitkan mata. "Kau bertingkah aneh sejak tadi. Kau lupa soal butikmu, soal ibumu... Ada apa sebenarnya?"

Rani menelan ludah, tangannya gemetar memegang gelas champagne. "Saya... saya hanya sedang tidak enak badan, Tante. Mungkin kecapekan."

Felicia menatapnya lekat, matanya yang berpengalaman seolah bisa menembus kebohongan Rani. "Ini bukan hanya soal hari ini. Kau sudah aneh beberapa minggu terakhir. Apa Dimas... melakukan sesuatu padamu?"

"Tidak!" Rani menjawab cepat, terlalu cepat. "Dimas... dia suami yang baik."

"Benarkah?" Felicia memiringkan kepalanya, anting berliannya berkilau tertimpa cahaya lampu kristal. "Karena kau tahu, Adinda... kalau kau butuh bantuan, kau bisa cerita padaku. Aku tahu pernikahanmu dengan Dimas hanya sandiwara, tapi jika dia menyakitimu..."

"Tidak, Tante. Sungguh, tidak ada apa-apa," Rani berusaha tersenyum meyakinkan, meski keringat dingin mulai membasahi keningnya.

Felicia menghela napas, aroma mint tercium dari napasnya. "Baiklah. Tapi ingat, kau punya pilihan, Adinda. Jangan biarkan dirimu terjebak dalam situasi yang tidak kau inginkan."

"Maksud Tante?" tanya Rani hati-hati.

"Kau tahu maksudku," Felicia merendahkan suaranya. "Jika kau ingin keluar dari pernikahan ini, aku bisa membantumu. Aku punya koneksi yang bisa..."

Sebelum Felicia menyelesaikan kalimatnya, Dimas kembali menghampiri mereka. Senyumnya lebar, tapi tidak mencapai matanya.

"Maaf mengganggu obrolan kalian, ladies," ujarnya dengan suara berat yang dibuat-buat ramah. "Tapi sudah waktunya untuk pidato dan penyerahan sumbangan. Kau siap, sayang?"

Rani mengangguk kaku, merasakan tangan Dimas yang dingin di pinggangnya. "Tentu."

Saat berjalan menuju podium, Rani berbisik pada Dimas, "Apa yang harus kukatakan?"

"Tidak usah bicara apa-apa," jawab Dimas dingin. "Cukup tersenyum dan tandatangani ceknya. Biar aku yang urus sisanya."

Rani akhirnya menurut dan Dimas membawanya ke podium. Ini saatnya memberikan sumbangan. Rani merasakan tatapan ratusan pasang mata tertuju padanya.

"Saya dan istri tercinta, Adinda," Dimas memulai pidatonya dengan suara lantang, "dengan bangga menyumbangkan dana sebesar sepuluh miliar rupiah untuk pembangunan rumah sakit anak."

Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan. Rani melihat kilatan lampu blitz dari para fotografer.

"Kami percaya bahwa anak-anak adalah masa depan bangsa," Dimas melanjutkan. "Dan mereka berhak mendapatkan fasilitas kesehatan terbaik."

Rani maju, tangannya gemetar memegang pena untuk menandatangani cek. Jumlah uang yang tertulis di sana lebih besar dari apa yang bisa ia bayangkan. Sebagai guru TK, gajinya bahkan tak cukup untuk membayar satu malam di hotel tempat acara ini digelar.

"Silakan, Nyonya Adinda," seorang panitia menyodorkan cek padanya. "Tanda tangan Anda di sini."

Rani menatap kertas di hadapannya. Sepuluh miliar rupiah. Dengan uang sebanyak itu, ia bisa membangun puluhan TK di daerah terpencil. Ia bisa memberi makan ribuan anak jalanan. Tapi di sini, uang sebesar itu hanya untuk pencitraan semata.

"Adinda?" Dimas berbisik, nada suaranya memperingatkan.

Rani tersadar dari lamunannya. Ia cepat-cepat menandatangani cek, berusaha meniru tanda tangan Adinda yang pernah ia lihat di dokumen-dokumen di rumah.

Tepuk tangan kembali membahana saat Rani menyerahkan cek itu pada perwakilan yayasan rumah sakit. Ia memaksakan senyum, berharap tidak ada yang menyadari kegugupannya.

Setelah acara formal berakhir, para tamu mulai berbaur. Rani berdiri di sudut ruangan, segelas champagne di tangan sebagai tameng. Ia mengamati orang-orang di sekitarnya. Tawa dan obrolan mereka terdengar palsu di telinganya.

"Membosankan, bukan?"

Rani terlonjak. Felicia sudah berdiri di sampingnya, tersenyum misterius. Wanita itu memegang segelas martini, cincin berliannya berkilau di bawah cahaya lampu.

"Maaf?" Rani berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

"Semua sandiwara ini," Felicia mengedikkan bahu ke arah kerumunan. "Kau terlihat tidak nyaman. Tidak biasanya."

Rani menegang. Apakah aktingnya sebagai Adinda begitu buruk?

"Saya... hanya sedikit lelah," Rani berusaha tersenyum. "Banyak yang harus diurus akhir-akhir ini."

Felicia menatapnya lekat. "Kau berbeda, Adinda. Ada sesuatu yang berubah." Ia memiringkan kepalanya. "Apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Dimas?"

Rani merasakan jantungnya berdegup kencang. "A-apa maksud Tante?"

"Oh, ayolah," Felicia tertawa kecil. "Kita berdua tahu pernikahan kalian hanya sandiwara. Tapi akhir-akhir ini... kalian terlihat lebih canggung dari biasanya."

Sebelum Rani sempat menjawab, Dimas muncul di sampingnya. Wajahnya terlihat tegang. "Maaf, Felicia. Aku harus membawa istriku pergi. Ada urusan penting yang harus kami selesaikan."

Tanpa menunggu jawaban, Dimas menarik Rani menjauh. Cengkeramannya di lengan Rani terasa menyakitkan.

"Apa yang kau bicarakan dengan Felicia?" desis Dimas saat mereka sudah di luar gedung. Udara malam yang dingin menerpa wajah Rani.

"Tidak ada," Rani menjawab jujur. "Dia hanya..."

"Cukup!" Dimas memotong, matanya berkilat marah. "Kau hampir saja mengacaukan segalanya. Ayo pulang."

Rani menurut, tidak berani membantah. Saat mobil mereka meluncur menembus malam, ia menatap keluar jendela, memandangi kerlip lampu kota. Dalam hati, ia bertanya-tanya, akankah ia bisa menemukan jalan pulang ke kehidupannya yang dulu?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!