Tidak pernah membayangkan kalau dirinya akan berurusan dengan jenazah meskipun semua manusia akan menjadi jenazah, tapi yang dilakukan olehnya termasuk salah. Deru nafas Yuda tidak beraturan, takut dengan sosok di atas lubang yang ia gali juga sosok yang ada di hadapannya.
‘Kamu berani sampai sini artinya sudah menggadaikan hidup dan keyakinan kamu, tapi sama kuntilanak dan pocong aja pingsan.’
Ucapan Mbah Kiyut seakan terngiang di telinganya. Rencana yang ia akan lakukan lebih menyeramkan dibanding sosok yang dia hadapi. Bagaimana tidak menyeramkan kalau dia sudah menantang Tuhan dengan menggadaikan keyakinan dan kepercayaannya.
“Jangan ganggu aku,masing-masing saja. Dunia kita sudah berbeda.”
Yuda pun perlahan menarik jenazah yang akan dia curi, meski dengan tangan yang bergetar. sudah membopong dan berdiri, menengadah ke atas. Tidak ada apapun hanya gelap dan sinar yang ada pun berasal dari ponselnya.
Dengan susah payah mengeluarkan jenazah lalu kembali menutup lubang kuburan yang ia gali. Yuda meninggalkan pemakaman dan membawa jenazah di atas gerobak dorong ditutupi oleh kayu dan pakan ternak yang ia cari tadi siang.
Berharap tidak bertemu dengan siapapun, mengingat sudah malam. Namun, semesta tidak mendukung karena ia berpapasan dengan motor padahal sudah berada di kampungnya dan tidak lama lagi berbelok ke arah rumah.
“Mas Yuda, ngapain malam-malam begini?” tanya pria pengendara motor yang merupakan tukang ojek.
“Tadi siang cari kayu dan pakan ternak, malah ketiduran,” jawab Yuda. Beruntung dia bawa salin baju dan berganti, kalau tidak orang pasti akan curiga dengan penampilannya yang kotor dengan tanah kuburan.
“Oalah, sampai segitunya. Ya sudah, saya duluan.”
Yuda mengangguk pelan lalu sama-sama melanjutkan perjalanan mereka. sampai di rumah, tidak tanda-tanda Asih dan Gita terjaga. Yuda tenang, karena tidak akan disaksikan bagaimana dia membawa jenazah ke dalam rumah.
Tidak mudah, karena selama perjalanan dari pemakaman ia merasa diikuti dan diawasi. Berusaha untuk tetap tenang meski ketakutan tetap ada.
“Ya Tuhan, ampuni aku,” gumam Yuda saat membaringkan jenazah ke atas dipan yang sudah disiapkan.
Segala macam alat ritual dan pernak perniknya di tata rapi di atas meja persembahan. Yuda menarik nafas sebelum memulai ritualnya lalu memejamkan mata.
“Duhai raga yang sudah mati, bukan jiwamu tapi ragamu. Aku sembahkan pada pemberi kekayaan dari alam gaib.” Pria itu kembali membuka matanya lalu memulai ritual dengan sesaji yang sudah disiapkan, mulutnya komat kamit membaca mantra yang diberikan oleh Mbah Kiyut.
Terdengar ketukan pintu ruangan tiga kali. Yuda sempat menoleh, teringat pesan dari dukun yang ia percayai.
“Selama ritual, jangan tergoda. Pastikan kamu tetap dalam ruangan sampai ritual selesai. Gangguan bisa macam-macam. Kalau gagal, yang kamu temui akan lebih menyeramkan dari jenazah yang ada di hadapanmu.”
Yuda kembali menekuni sesajen di hadapannya. Telinganya menangkap suara ketukan lagi, kali ini diiringi dengan panggilan dari Asih.
“Mas, Mas Yuda. Buka pintunya, mas.”
Kepala Yuda menggeleng pelan, meyakinkan diri kalau yang ia dengar barusan adalah halusinasi.
“Mas Yuda.” Suara Asih yang lirih dan manja. “YUDA BUKA PINTUNYAAAA.” Kali ini suara itu berubah kencang dan mirip teriakan.
Mantra terus dilantunkan. Mendadak meja persembahan dan dipan di mana jenazah berbaring, bergetar dan bergoyang seperti terkena getaran gempa bumi. Yuda sempat menghentikan mantranya, apalagi lampu ruangan yang memang temaram terlihat berkedip kedip.
Yang membuat Yuda mundur dari duduknya, saat menoleh ke arah jenazah. Sosok yang sudah tidak bernyawa itu terlihat matanya terbelalak. Hampir saja Yuda ingin berlari, ia baru ingat untuk menutup kedua mata si jenazah dengan daun sirih lalu kembali membakar kemenyan dan memotong leher ayam cemani dan menampung darahnya ke dalam gelas.
Sambil terus mengucapkan mantra Yuda mengangkat gelas berisi darah ayam, sempat menelan saliva sebelum mendekatkan pinggiran gelas ke mulutnya. Beberapa teguk ia minum dan menahan rasa mual lalu meminumkan sisa darah ke mulut jenazah.
...***...
“Mas, mas, bangun!”
Yuda mengerjapkan matanya, Asih menepuk pelan wajah dan menggoyangkan lengannya. Rasanya ingin marah karena masih didera kantuk dan lelah. Ia baru selesai dengan urusan ritualnya lewat tengah malam dan tidak bisa langsung terlelap. Gangguan bagian dari godaan ritual masih berlangsung sampai ia akhirnya tertidur.
Rasanya ingin menyerah karena bukan hanya pintu ruangan yang terus diketuk, saat ritual sudah selesai, pintu depan dan jendela kamar pun tidak luput dari serangan ketukan. Tentu saja Yuda tidak berani mengintip apalagi melihat apa yang menyebabkan ketukan, sudah pasti bukan manusia.
“Asih, aku tuh ngantuk, capek. Kamu kenapa bangunin aku?”
“Mas ini dari mana dan habis ngapain? Di luar ramai katanya pemakaman kampung sebelah ada yang bongkar.”
Yuda hanya berdecak da menggaruk kepalanya.
“Mas nggak ada hubungannya dengan berita itu ‘kan?”
“Kamu kok bisa mikir aku yang ….”
“Gerobak di depan rodanya penuh tanah merah, tanah kuburan dan baju mas juga. Terus ini darah apa mas? Kamu lakukan apa sih?”
“Sudahlah Sih, kamu jangan banyak tanya. Tinggal tunggu dua puluh empat jam, kita bisa makan enak.” Yuda menguap lalu kembali merebahkan diri, mengabaikan ocehan dari Asih. “Jangan masuk ke kamar belakang tanpa seijinku.” Asih mendengus kesal, ia tahu kalau Yuda melakukan hal yang mungkin saja dilarang agama.
Sampai siang, Yuda belum bangun. Asih masih bertanya-tanya apa sang suami ada hubungannya dengan pembongkaran makam, apalagi banyak jejak tanah merah di pekarangan rumahnya termasuk sandal Yuda. Meski langsung dibersihkan oleh Asih, tidak ingin ada yang melihat hal itu.
Bolak-balik ke dapur, pandangannya tertuju pada kamar belakang yang digembok dan ia dilarang untuk masuk. Naluri manusia, semakin dilarang semakin penasaran. Sudah berjongkok di lubang kunci, ternyata tidak kelihatan apapun. Sepertinya lubang kunci ditutup dari dalam. Tidak habis akal, ukuran pintu yang titip menutup kusen dengan sempurna. Ada celah di bawah pintu dan di atas pintu. Asih pun berbaring mengintip dari celah bawah, tapi tidak bisa melihat apapun.
“Mas Yuda sembunyikan apa, pake digembok segala,” gumam Asih.
Berjinjit di atas kursi kayu, Asih mengintip di celah pintu bagian atas. Meski tidak terlalu jelas, ia melihat meja dengan sesajen. Ia pun mengernyitkan dahi memikirkan ritual apa yang dilakukan oleh Yuda. Pandanganya bergeser ke arah dipan dan melihat sosok … pocong.
Dengan tangan gemetar ia mengucek kedua mata memastikan kalau pandangannya tidak salah. Kembali ia memandang ke atas dipan, ternyata … kosong.
“Perasaan tadi lihat … pocong tiduran.”
Karena penasaran ia kembali menatap ke arah dalam dan terkejut bukan main karena sosok yang tadi ia lihat di atas dipan sudah melompat lompat ke arah pintu bahkan sudah ikut mengintip di celah pintu, artinya ia saling tatap dengan … pocong.
“Aaaaaa.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
maya ummu ihsan
baru ingat sama Tuhan
2024-11-04
0
🥰Siti Hindun
tatap-tatapan sama poci? siapa berani🤣🤣
2024-09-23
0
Zuhril Witanto
kaget dong🤣
2024-07-13
0