Waktu istirahat telah tiba. Tentu saja tempat favorit kebanyakan siswa adalah kantin sekolah. Isya dan kedua temannya pun menghabiskan waktu istirahat mereka untuk makan siang di sana.
"Menu makan siang hari ini semuanya aku suka! Ada tumis daging sapi dengan ekstra saus mayo dan ternyata juga ada yogurt. Kalau makanannya seperti ini rasanya mau nambah lagi nih!" Naila nampak begitu senang dengan menu makan siang yang berbeda dari biasanya.
"Habiskan saja dulu yang ada di piringmu!" ucap Isya. Setelah menasehati Naila, ia menoleh ke arah Quin yang ada tepat di sampingnya. Dari tadi gadis itu nampak fokus memperhatikan apa yang ada di layar ponsel dan belum sesendok pun mencoba jatah makan siang miliknya. "Kamu tidak makan?" tanya Isya.
"Wah, Isya… kejadian di tangga tadi pagi beneran viral loh. Lihat nih kamu yang jadi tokoh utama untuk diselamatkan seorang pangeran!" Quin memperlihatkan kembali video kejadian di tangga dari salah satu postingan siswa Adinata.
"Ih apaan sih Quin?! Yang jelas itu malu-maluin tahu! Sudah matiin saja deh videonya!" Isya jadi nampak risih.
"Keren tahu seperti adegan yang ada di drama Korea, hehe..." Quin tiada henti membicarakannya.
"Glek... Iya tuh kan bener jadi viral!" Naila baru bisa berbicara setelah makanan yang tertampung penuh di mulutnya tertelan menuju kerongkongan lebih dulu.
"Sudahlah terserah kalian aku mau makan!" Isya bersikap seolah dia ngambek dan langsung memakan jatah makan siangnya dengan lahap.
"Oh ya, ngomong-ngomong siapa siswa yang menyelamatkanmu tadi?" tanya Quin kepada Isya. "Mana aku tahu? Aku kan terkena amnesia jadi nggak ingat siapa-siapa." jawab Isya ketus.
"Iya juga sih, siapa ya siswa itu? Aku juga belum pernah melihatnya." sambung Naila.
"Masa kalian berdua juga nggak tahu sih?" sekarang Isya jadi meragukan pendapat kedua temannya.
"Kemungkinan besar kalau kami tidak tahu itu karena dia adalah siswa yang biasa-biasa saja atau kalau tidak ya siswa baru." jelas Quin.
"Tapi masa sih dia siswa biasa saja? Tampangnya saja setara dengan para idol!" jawab Naa menyanggah anggapan Quin.
"Apa pentingnya dengan tampang seseorang?" mendadak Isya jadi penasaran apa jawabannya.
"Tentu saja semakin menarik penampilan seseorang maka semakin mudah orang lain untuk mengenali orang itu!" Quin begitu percaya diri dan selalu ceplas-ceplos saat membicarakan tentang penampilan.
"Yang benar saja?" raut wajah Isya berubah seolah menyepelekan hal tersebut dan kembali menyantap makanan yang tersisa.
Tak berselang lama, Haikal datang ke meja di mana tempat ketiga gadis itu makan lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Isya. "Wah wah pada bahas apa ini? Nampaknya seru sekali."
Quin dan Naila hendak menjawab namun ucapan mereka sudah dipotong Isya lebih dulu, "Bukan apa-apa!"
Mendengar hal itu Haikal mengangguk paham dan langsung menyantap makanannya. "Bagaimana kegiatanmu di kelas? Apakah tadi baik-baik saja?" tanya Haikal pada kekasihnya.
"Sampai tadi berjalan lancar sih, hanya saja banyak materi yang aku lupa." jawab Isya.
"Santai saja lama-lama pasti kamu akan ingat semuanya!"
Keberadaan Quin dan Naila nampak seperti dua ekor nyamuk di antara Isya dan Haikal. Mereka berdua pun fokus untuk menghabiskan makanannya tanpa mengusik pembicaraan sepasang kekasih itu. Sembari makan mereka pun juga mengamati situasi di sebelah yang nampak canggung dan tidak saling akrab untuk bicara satu sama lain. "Ada apa dengan mereka?" tanya Naila. "Entahlah... Sudah lanjut makan saja!"
Dari depan nampak seorang siswa melangkah menuju ke arah Isya. Saat dilihat dengan seksama rupanya siswa itu adalah orang yang menolongnya waktu jatuh dari anak tangga tadi pagi. Saat ini pandangan Isya sedang terpaku pada sosok laki-laki tampan yang hendak melewatinya.
Ketika tubuh siswa itu berada tepat di samping Isya, seketika jantungnya kembali berdetak kencang. Ia sungguh tidak mengerti dengan kondisi yang sedang dialami. Jantung berdetak kencang tanpa tahu penyebab pasti dan lama-kelamaan kian terasa sakit.
"Awh..." Isya merintih kesakitan sembari memegang dada bagian kiri.
"Ada apa?" Haikal pun dibuat terkejut dengan kondisi Isya yang mendadak berubah seperti sedang kesakitan. Namun, Isya tetap menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. "Aku tidak apa-apa!"
Quin bangkit dari duduk lalu memegang pundak Isya, "Hei Isya… kamu kenapa?" Quin juga penasaran serta sedikit khawatir dengan kondisi sahabatnya itu.
Rasa sakit di dada sebelah kiri Isya semakin menjadi-jadi bahkan sekarang ingin bernapas pun terasa begitu sesak. "Aku pergi ke toilet dulu!" Isya bergegas meninggalkan temannya.
"Ada apa dengannya?" Quin nampak bingung karena tidak mengetahui penyebab dari sikap Isya barusan. "Apa mungkin dia sedang sakit?" Naila pun ikut menebak-nebak.
Dari belakang, siswa tadi nampaknya juga terpaku memperhatikan Isya. Sepertinya dia mengenali gadis itu. Hanya saja masih ada keraguan besar yang belum tentu terbukti kebenarannya, sehingga lebih baik diam untuk sementara daripada salah orang.
***
Sesampainya di toilet, Isya segera mencuci muka guna menyegarkan diri. Perlahan ia mulai mengatur napas agar oksigen dapat masuk menuju paru-paru dengan leluasa. Sebelumnya dia merasa sangat sesak namun sekarang sudah agak baikan. "Huft... Huh, ada apa dengan diriku?" Isya pun tidak bisa memahami dirinya sendiri.
Isya kembali mengingat kejadian aneh hari ini, di mana jantungnya selalu berdebar kencang saat bertemu dengan siswa baru itu. "Sebenarnya dia itu siapa? Apakah aku pernah mengenalnya?" Isya mencoba mengingat kembali hal yang mustahil untuk diingat sekarang ini.
Di balik rasa penasaran juga muncul rasa aneh yang terus mengganggu. Dalam pencarian ingatan yang tak kunjung menemukan jawaban, tiba-tiba rasa sakit di dadanya kembali muncul dan kini terasa semakin sesak dari sebelumnya. Sampai-sampai untuk berdiri pun Isya sudah tidak mampu dan perlahan tubuhnya merendah hingga sampai posisi duduk di lantai. "Akh, aduh... Kenapa ini?"
Detak jantung yang awalnya cepat menjadi kian lambat setelah mencapai puncak detakan terbesarnya. Pandangan Isya mulai kabur dan tingkat kesadarannya semakin menurun hingga akhirnya dia pingsan di lantai toilet.
Selesai menyantap makan siang, Haikal menunggu Isya dari kejauhan karena tidak bisa masuk ke toilet wanita. Kebetulan saat itu Quin muncul, kemudian dia menanyakan tentang Isya. "Quin!" Haikal memanggil nama gadis yang tengah lewat di depannya. "Ada apa?" langkah kaki Quin terhenti sejenak untuk merespon panggilan Haikal.
"Apa kamu sudah melihat Isya keluar dari toilet?" tanya Haikal.
"Belum. Kebetulan aku mau ke toilet nanti sekalian aku periksa apa dia masih ada di sana." jawab Quin.
"Tolong ya!"
"Oke!" Quin melanjutkan langkah untuk pergi ke dalam toilet.
Sesampainya di toilet ia langsung berteriak kencang setelah mengetahui tubuh Isya tergeletak tak sadarkan diri di lantai toilet yang sangat dingin. "Kyaaa… Isya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments