Ratunya Sang Mafia

Ratunya Sang Mafia

Eps: 01

Bugh!

Suara bedebum keras terdengar, seorang gadis dengan pakaian lusuh di tarik paksa dari dalam rumah hingga tersungkur di atas lantai depan pintu rumahnya. Penampilannya sungguh menyedihkan.

"Kemasi barang- barang mu, aku tak ingin melihat mu lagi! "

Lengkingan keras berupa titah yang tak dapat di bantah itu berasal dari wanita paruh baya dengan penampilan glamour yang sangat berbanding terbalik dengan penampilan gadis itu.

"Tapi bibi aku akan tinggal di mana setelah ini? " isak tangis itu keluar berasal gadis yang memiliki nasib malang.

"Aku tidak perduli! sekarang ayahmu yang penyakitan itu sudah tiada, rumah ini pun sudah di pindah alihkan atas nama ku, kau di sini hanya akan menjadi benalu saja! "

Alana anastaya nama gadis malang itu, tak dapat menahan air matanya lagi yang turun dengan sangat menderas serupa bendungan air yang selalu ia tahan sejak dulu, kini meluap sudah.

Baru seminggu setelah kepergian ayahnya, satu- satunya harapan hidupnya setelah ibunya tiada saat ia masih kecil dulu, kini ia malah terusir dari rumahnya sendiri oleh orang yang sangat ia percayai bisa melindunginya setelah ia sebatang kara.

Bibinya yang licik telah menipu ayahnya hingga sertifikat rumah ini berhasil dia dapatkan bahkan sampai berhasil memindah alihkan atas namanya.

Tak Alana sangka, selama ini ia tinggal bersama serigala berbulu domba. Jika almarhum ayahnya mengetahui ini, beliau pasti sangat sedih.

Sejak dulu, Alana selalu mendapatkan disk*riminasi, ia di kucilkan di rumahnya sendiri, ayahnya meninggal karena penyakit diabetes yang deritanya. Sehari- hari Alana harus membantu pekerjaan rumah yang mana keluarga bibinya menumpang di rumahnya. Ia bak pembantu di rumah sendiri, yang harus melayani keluarganya bibinya.

Alana tak punya pilihan lain. Sedari kecil ia selalu di didik dengan nilai-nilai dan budi pekerti yang baik, ayahnya selalu berpesan jika ia harus bersikap baik dengan keluarga bibinya saat wanita yang berstatus sebagai adik ayahnya itu menumpang tiga tahun lalu bersama kedua anaknya setelah mereka terusir dari kontrakan karna terus menunggak.

Selain karna hati nurani, Alana pun harus kuat menahan setiap bull**yan yang datang dari para sepupunya yang tak lain adalah dua putri sang bibi, yang selalu semena- mena padanya.

Jika di pikir- pikir Alana selalu bersikap baik seperti apa yang di katakan ayahnya bahkan untuk urusan listrik dan perut ia yang selalu menanggung dengan pekerjaannya sebagai pelayan kasir di sebuah cafe yang tak seberapa, bahkan saat bibinya dengan tega mengambil uang gajiannya secara diam-diam, ia pun tak marah dan mengungkitnya tapi kenapa balasan yang harus Alana terima seperti ini?

Alana mengusap air matanya kasar, merenungi nasib pun tiada guna. Ia bangkit, rasa sakit di kulitnya karna cakaran mita dan lita dua sepupunya tadi, tak di hiraukan nya lagi.

Beberapa menit lalu, sebelum ia di tarik untuk di seret paksa keluar dari rumahnya sendiri, ia dan bibinya memang tengah berdebat perihal warisan ayahnya sebenarnya tak seberapa.

Bibinya naik pitam ketika Alana mengungkit semua jasa dan kerja kerasnya selama ini untuk menghidupi keluarga karna kedua sepupunya tak mau bekerja hingga ia yang terus keluar biaya sedangkan bibinya pun hanya ongkang angking di rumah saja.

Bibinya merasa tersinggung dan mengungkit kembali perihal uang yang tak seberapa yang dia berikan kepada ayahnya untuk pengobatan dulu, itupun di awal- awal ketika keluarga mereka mengutarakan niat untuk menumpang di rumahnya.

Hingga terjadinya keributan, mita dan lita yang ikut emosi kemudian menarik bajunya, menjambak rambutnya bahkan tak segan- segan memberikan tamparan dan cakaran di pipi dan kulitnya.

"Ingat ya, sekarang ini statusmu itu sebatang kara, jika tidak ada kami kepada siapa kau akan bergantung! "

Itu yang di katakan mita, namun Alana sama sekali tak setuju semua itu. Ini adalah rumah ayahnya, peninggalan satu- satunya yang memiliki sejuta kenangan di dalamnya. Tak akan dia biarkan jatuh ke tangan mereka.

"Ini rumah ayah Alana, bibi. Seharusnya kalian lah yang pergi dari sini karna tidak punya hak sama sekali!"

Rusni yang mendengar itu dari mulut keponakannya yang ia anggap lemah dan tak berdaya selama ini, merasa terkejut.

Wajahnya memerah tersebab kemarahan yang kembali memuncak.

Plakk! Alana di gampar hingga badannnya jatuh kembali.

"Berani sekali mulut mu itu mengatakan hal yang kurang ajar seperti itu padaku!"

"Harusnya bibi yang intropeksi diri! bibi dan dua anak bibi yang selama ini menumpang dan menjadi benalu di rumah ku sendiri! "

"Kurang ajar sekali kau! "

Suara itu datang dari mita, ia bersama adiknya lita menjam*bak dan men*cakar Alana dengan kalap seperti orang kese*tanan.

Sementara Alana mengaduh dan menjerit kesakitan.

Rusni hanya menyaksikan itu semua dengan bibir tersungging sinis. Biarlah menyiksa Alana menjadi tugas kedua anaknya, ia tak perlu repot- repot mengotori tangan.

Setelah puas menyiksa Alana dengan tak berprikemanusiaan, mita dan lita menarik diri.

Alana terisak melindungi kepala dengan sekujur tubuh di penuhi luka lebam membiru, rambut acak- acakan dan bajunya yang koyak sana- sini.

"Tadinya aku mau mengusirmu dari rumah ini dengan cara baik- baik tapi tak ku sangka kau punya keberanian sebesar itu untuk melawan ku, jadi kau lebih baik pergi dari sini tanpa membawa apapun dari rumah ini. "

Rusni mendengus dengan seringai keji.

Mita dan lita tergelak puas.

"Semua barang- barang mu termasuk kamarmu sekarang adalah milik kami. bisa pergi dari rumah ini dengan pakaian yang masih utuh saja sudah termasuk keberuntungan untuk mu. "

Alana menggeleng. Melawan mereka Alana sungguh tak mampu.

Sekarang Alana tak punya siapa- siapa untuk bergantung.

Bahkan ia di usir paksa dari rumahnya sendiri.

"Pergi! tunggu apa lagi?! "

"Ini sudah malam, kumohon bibi beri belas kasihan pada ku!"

"Tidak ada belas kasihan untuk mu. Setelah merebut ka angga, laki-laki yang ku cintai, kau masih bisa bicara soal belas kasihan?"

Angga adalah pria yang tinggal tak jauh dari lingkungan mereka. Sejak dulu Alana memang menaruh kekaguman padanya. Mita mengatakan hal itu padahal ia bahkan tak tahu apakah angga juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya.

"Pergi! " Mita mengusir dengan suara menggelegar.

"Tapi barang- barangku?"

"Sudah ku bilang kau pergi tanpa membawa apapun dari rumah ini!"

"Setidaknya ku mohon ijinkan aku membawa bingkai foto keluarga ku. " Terisak Alana memohon, ia tak meminta apa- apa, tapi yang satu ini sangat penting untuknya.

Rusni dan kedua anaknya saling memandang, ia kemudian memerintahkan lita untuk mengambilnya.

Tak berselang lama, lita kembali dengan benda yang di maksud Alana.

"Foto jelek ini yang kau maksud? iiw, ambil sana, kami pun tidak ingin ada foto ini di rumah kami! "

Dengan teganya Lita melempar bingkai foto itu hingga terjatuh ke lantai, sontak saja Alana segera mengambilnya dengan hati- hati.

Bingkai foto berisi keluarga lengkapnya, ada ayah, ibunya dan dirinya saat berusia lima tahun di foto itu, tersenyum ceria tanpa ada beban sama sekali. Saat itu betapa bahagianya ia bersama keluarga kecilnya.

Alana mengusap lembut bingkai foto yang sebagian pinggirnya telah retak karena di lempar lita tadi.

Air matanya yang menetes terjatuh di kaca bingkai tepat di wajah ayah dan ibunya yang tengah tersenyum sambil memeluk dirinya.

"Ayah, ibu maafkan aku. Aku gagal melindungi rumah ini, aku gagal mempertahankan satu- satunya peninggalan berharga dari kalian. "

Batin Alana dengan dada yang di penuhi sesak. Ia kemudian memeluk bingkai itu dengan air mata yang terus mengalir.

Rusni dan kedua putrinya sama sekali tak merasa iba melihat itu, mereka justru tersenyum mengejek.

Lalu ketiganya berbalik tanpa mempedulikan Alana lagi, kemudian masuk kedalam rumah dan menguncinya dari dalam. Meninggalkan Alana sendiri di teras rumah dengan kesakitannya.

***

Alana kemudian bangkit berdiri, untuk terakhir kalinya ia menatap seluruh penjuru rumah, tempat masa kecilnya di habiskan saat ibunya masih ada dan ayahnya belum terserang penyakit me*matikan yang telah merenggut nyawanya.

Tersaruk Alana menapaki langkah, tertatih-tatih menahan perut yang keroncongan karna dari kemarin belum di isi makanan apapun juga menahan perih karna luka ca*karan dan memar di sekujur tubuhnya.

Kini Alana tak lagi punya tujuan hidup. Mau kemana dia di tengah malam seperti ini dengan hanya bingkai foto di pelukan.

Sejak dulu Alana tak pernah bergantung pada siapapun, teman pun ia tak terlalu akrab, ponselnya berada di dalam kamarnya, kini ia tak bisa menghubungi siapapun.

Pada siapa ia akan mengadu dengan nasibnya yang menyedihkan ini?

Tuhan, jika keajaiban mu sungguh ada, tolong tunjukkan lah padaku.

Doa Alana dalam hatinya di tengah langkanya seorang diri di pinggir jalan yang sepi di malam yang dingin ini.

Siapa yang akan menolongnya?

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Rusni

Rusni

ya Allah jahat benar yg namanya rusni ap jahat y karn namaku Sm dgn Tante alana

2024-07-07

0

Yati

Yati

lanjut thor

2024-06-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!