Teman kecil

Semenjak hari Sabtu itu, aku sering memberi pesan singkat pada Natalie, hanya untuk sekedar menyapa atau mengobrol basa basi sebentar.

Aku juga selalu mencarinya setiap sore setelah jam kantor usai di rooftop, namun keberuntungan belum berpihak kepadaku, aku hanya bisa memperhatikannya saat makan siang di kantin.

Suatu sore di hari Jumat, aku pergi ke rooftop agak telat daripada biasanya, karena aku mengobrol dengan rekan-rekan kerjaku dulu, lalu aku melihatnya sedang menelepon seseorang, aku menyapanya melambaikan tanganku, lalu pamit menjauh. Sambil merokok, aku memperhatikannya dari jauh, ia sungguh manis, aku bisa betah berjam jam hanya untuk melihatnya, lalu berpikir aku ingin mengajaknya bertemu saat weekend ini.

Ia sudah menutup teleponnya dan berjalan ke arahku, aku segera mematikan rokokku.

"Hai Van", sapa Natalie sambil melihatku membuang rokokku.

"Nat, senang melihatmu di rooftop lagi", kataku sambil tersenyum.

"Ah...iya kebetulan", jawabnya singkat.

"Van aku pulang dulu ya".

"Loh Nat baru aku mau mengobrol denganmu, kamu sudah mau pulang saja".

"Sudah mulai malam Van, kita bisa mengobrol melalui WA", jawabnya sambil tersenyum.

"Baiklah.... Nat apa besok aku boleh mentraktirmu makan siang? Aku belum mengucapkan terima kasih atas bantuanmu untuk informasi tentang program undianku".

"Terima kasih Van, tapi tidak perlu Van, lagipula memang itu sudah tugas divisiku", tolak Natalie.

"Ahh.... baiklah, apa aku boleh mengantarmu pulang?", tanyaku tidak mau menyerah begitu saja.

"Terima kasih Van, tapi aku tidak mau ada gossip Van", tolaknya lagi.

Aku mengangguk, berusaha memahaminya, lalu menyerah dan berkata,

"Hati-hati Nat".

"Sampai nanti Van".

Ya, sudah 2 kali Natalie berkata padaku kalau ia tidak mau menjadi bahan gossip. Kurasa aku butuh waktu untuk menyatakan perasaanku padanya.

"Pagi Nat, apa rencana kamu hari ini?", bunyi WA ku di hari Sabtu pagi.

Aku menunggu balasan, namun Natalie baru membalasku saat sudah sore hari.

"Hai Van, maaf baru balas, tadi aku lupa ga bawa powerbank".

"Apa kamu sudah di apartemenmu sekarang? Apa waktunya tidak tepat untuk mengobrol Nat?".

"Ya aku sudah di apartemen, sedang makan cemilan kok Van".

"Boleh aku melakukan video call?".

"Ok", jawabnya singkat.

Aku langsung melakukan panggilan video, kulihat ia baru saja mandi, rambutnya masih belum benar-benar kering, mukanya polos tanpa make up, ia juga memakai baju rumah tanpa lengan. Baru kali ini aku melihatnya menggunakan model baju seperti ini, karena biasanya aku hanya melihat penampilannya berpenampilan rapi di kantor. Meski demikian ia terlihat sangat cantik di mataku. Kepolosannya membuatnya semakin menarik.

Aku mengobrol santai dengannya, hingga ia berbalik untuk mengambil minum, aku melihat dibagian atas lengan kirinya terdapat luka bakar berukuran kecil.

"Nat apa itu bekas luka di lenganmu?".

"Oh ini...iya tapi aku juga tidak terlalu mengingat kejadiannya", katanya sambil menunjukkan bekas lukanya.

"Van tunggu ya, aku mau turun sebentar mengambil pesanan makananku".

"Nat, kamu makan saja dulu, nanti malam aku telepon lagi boleh ya?"

"Ok Van".

Setelah aku mengakhiri teleponku, aku jadi memikirkan bekas luka Natalie. Aku teringat mimpiku kurang lebih sebulan yang lalu, mimpi itu adalah kenangan masa kecilku saat berumur 12 tahun. Dulu saat aku tinggal bersama oma, aku pernah mengalami kecelakaan kecil. Aku ingin membantu oma memanaskan makanan, lalu aku tinggal bermain video game. Hingga tiba-tiba ada banyak asap keluar dari dapur. Kebetulan saat itu aku sedang sendiri di rumah. Aku berusaha memadamkan apinya namun tidak berhasil. Aku mulai merasa sesak nafas, pandanganku pun mulai kabur, hingga ada tangan kecil yang berusaha menarikku keluar ruangan. Karena ia bertubuh lebih kecil dariku, saat berusaha membantuku keluar ruangan, kami menabrak beberapa barang dapur, salah satunya melukai lengan penolongku. Beruntung letak dapur berbatasan langsung dengan taman luar dan pintu keluar dari samping. Tidak lama para tetangga datang menolong, dan pemadam kebakaran memadamkan apinya. Bagian belakang rumah oma habis terbakar karena ulahku.

Aku berusaha mengingat nama gadis kecil itu. Aku sering bermain dengannya setiap aku menginap di rumah oma. Nata....ya kalau tidak salah aku memanggilnya Nata.

Aku harus menanyakannya nanti malam.

"Malam Nat"

Namun lama tidak ada balasan dari Natalie.

"Apa kamu sudah tidur Nat?".

Sama seperti sebelumnya, tidak ada balasan dari Natalie. Kupikir aku akan mencobanya besok lagi.

Keesokan harinya aku bangun agak siang, begitu bangun aku langsung menyapa Natalie, kali ini ia langsung membalasku.

"Hai Van, maaf kemarin aku ketiduran".

"Tidak apa apa Nat, apa kamu ada acara hari ini?".

"Sebenarnya saat ini aku sedang bersiap pergi keluar Van".

"Ok baiklah, hati-hati Nat".

Pembicaraan kami terputus hingga malam tidak ada obrolan bersama Nat di hari Minggu itu.

Senin pagi aku putuskan untuk menanyakan soal Natalie ke pimpinan HRD. Aku memberinya pesan singkat menanyakan latar belakang Natalie, dan meminta beliau tidak memberitahukannya kepada papaku. Namun aku tidak mendapatkan banyak informasi, beliau hanya mengatakan Natalie hanya memiliki seorang ibu, tapi sudah lama tinggal terpisah dengan ibunya.

Aku berharap bisa menanyakan langsung kepada Natalie, begitu jam kantor usai aku langsung menuju rooftop, namun aku tidak menemukannya di rooftop beberapa hari ini.

Hingga weekend datang lagi. Namun aku juga tidak banyak mengobrol dengannya, karena weekend itu Natalie ada keperluan pribadi.

Akhirnya Minggu malam aku memberinya pesan singkat pada Natalie meminta bertemu.

"Hai Nat, apa kamu sudah pulang?".

"Ya aku sudah di rumah Van".

"Nat, ada hal penting yang harus aku tanyakan padamu, apa kita bisa bertemu langsung? hanya sebentar saja Nat, mungkin sepulang kerja kita bisa mampir ke cafe atau mungkin aku mengantarmu pulang, bagaimana Nat?"

"Mmm....hanya sebentar kan Van, bagiamana kalau di rooftop saja?".

"Terima kasih Nat, aku akan menunggumu di rooftop besok sore ya Nat".

"Ok Van".

Aku menunggunya di rooftop sore itu, saat langit mulai gelap aku melihatnya keluar dari pintu menuju rooftop, aku segera mematikan rokokku.

"Hai Van, sudah lama menunggu ya? Maaf tadi aku harus menyelesaikan beberapa hal dulu".

"Tidak apa apa Nat, aku juga baru sampai kok", kataku berbohong.

"Jadi ada hal penting apa Van?".

"Nat...mmm... maaf aku mau bertanya soal bekas luka di lenganmu", sambil menunjuk lengan Natalie.

"Ini...? Ini hanya cerita waktu aku kecil, aku juga tidak begitu ingat sih Van. Memang kenapa?".

"Apa kamu waktu kecil tinggal di daerah Serpong Utara Nat?".

"Ya, apa kamu juga tinggal disitu?", tanya Natalie kaget.

"Oma ku dulu tinggal disitu, dan aku sering menginap di rumahnya. Dulu aku pernah menyebabkan kebakaran di rumah oma, lalu ada teman kecilku yang membantuku keluar dari rumah saat kebakaran itu terjadi, aku ingat memanggilnya Nata. Apa orang itu adalah kamu Nat?".

Natalie terlihat kaget dengan pertanyaanku.

"Kamu kakak yang tinggal sama oma Rita?".

"Ya itu nama omaku".

"Ya ampun ternyata dunia ini hanya selebar daun kelor itu ada benarnya ya", kata Natalie sambil tertawa.

"Bagaimana kabar oma Rita?".

"Ia sudah meninggal saat aku SMU", jawabku.

"Ooo maaf... semoga oma Rita tenang dan damai disana ya".

"Terima kasih Nat".

"Bagimana dengan lukamu, maaf itu membekas hingga hari ini".

"Ini, anggap saja sebagai kenangan akan kenakalan masa kecil", katanya sambil tersenyum.

Kami hanya mengobrol sebentar lalu Natalie pamit pulang karena sudah malam.

Aku menawarkan mengantarnya pulang, namun ia menolakku.

Semenjak pertemuan di rooftop, aku berharap bahwa kenyataan aku adalah teman kecilnya bisa membawaku lebih dekat dengan Natalie, namun Natalie masih menjaga jarak denganku, sehingga kenyataan itu tidak membawa perubahan sedikitpun.

Sebaliknya, aku semakin menyukai Natalie, aku semakin merindukan untuk bisa mengobrol dengannya, namun di sisi yang lain jika aku memakai kartu teman kecil secara agresif, aku takut Natalie merasa terganggu dan menghindariku. Aku memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa lebih dekat dengannya.

Aku rasa kata cinta adalah kata yang tepat untuk perasaanku saat ini, ya, entah sejak kapan aku jatuh cinta padanya. Apa itu dimulai semenjak pertama aku melihatnya di rooftop? Entahlah, sebaiknya aku menyatakan perasaanku padanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!