"Tumben, Lo nelpon kita berdua jauh lebih awal, Ren. Apa semuanya baik baik saja-?" tanya Zeina di telpon.
"Tidak-.."
"Apa-! Lo tidak baik baik saja-? Lo kenapa, Ren-!" ucap Bryant sontak kaget.
"Bisa gak sih Lo jangan heboh-! dengerin dulu apa yang mau di ucapkan Rena-! Bentar bentar heboh ae lo-!" ucap Zeina ngomel di telpon
"Wlee, untung jauh wkwk-" akhirnya Bryant bisa menertawai Zeina lewat telepon.
"Awas Lo, gue pitek tubuh lo-!" ancam Zeina dari telepon.
Rena hanya tersenyum mendengar pertengkaran persahabatan nya itu, terdengar suara cekikian dari Bryant di telpon.
"Yaudah, Ren. Lo mau bicara apa-? Tumben tumben sih Lo menghubungi kita duluan-" ucap Zeina diiringi suara tulisan.
"Iya, Ren. Bilang ajah kalo mau butuh sesuatu-" Ucap Bryant
"Gue enggak butuh sesuatu, cuman gue mau pergi ke Singapura-" ucap Rena
"Apa-!" kaget mereka kompak.
Sontak Rena tertawa, untung saja telponnya jauh dari telinga nya. Ia letakan telponnya di ranjang sambil membereskan koper nya.
"Kok mendadak sih Ren? sombong Lo, habis punya duit langsung ke Singapura-" ucap Bryant.
"Gue bukannya sombong bry. Gue tadi pas ngajak ibu gue jalan jalan gue tengkar sama anak berandalan. Gue kasihan sama korban yang telah di bully oleh mereka, yaudah sih ya. Pas korban udah pergi, mereka meminta jaminan ke gue-"
"Jaminan nya apa Ren?" tanya Bryant memotong pembicaraan Rena.
"Bacot lu asw-" ucap Zeina menyindir Bryant
"Bodo amat, gue yang bacot kok Lo yang sewot sih-!" ucap Bryant.
"Ya kan gue nggak tenang soalnya gue penasaran banget apa alasan Rena ke Singapura mendadak-" ucap Zeina.
Tuut
Bryant mematikan teleponnya mungkin kesal dengan ucapan Zeina.
"Eh sapa yang mati.. Owh Bryant, baperan huuu-" sindir Zeina
Rena hanya tersenyum, kemudian Rena kembali menelpon Bryant agar bergabung di telpon mereka.
"Udah gue plester mulut gue, puas lo-" ucap Bryant
"Y-" jawab singkat Zeina
"Lanjutin, Ren-" ucap Zeina
"Ya pada akhirnya dia minta gue untuk mengganti posisi pria tadi. Gue sih mau terima terima saja sih ya, gegara dia maksa sambil megang tangan gue ya sudah akhirnya kita tengkar dah. Tangan gue lecet, terus ketahuan deh sama ayah. pas ayah tau gue udah matahin tangan dan kaki berandalan tadi. Ayah gue pasti mikir, gak mungkin mereka enggak lapor ke polisi. Di rooftop rumah gue tadi dia bilang ke gue, gue harus ke luar negeri supaya jauh dari polisi sini. Gue juga enggak sampai kepikiran kalo tindakan gue berlebihan-" ucap Rena diam diam sedih. Karena ayahnya yang harus menanggung semuanya.
"Menurut gue sih apa yang Lo lakuin enggak salah Ren. Yang salah tuh mereka, tindakan Lo baik kok. Lagian Lo tadi enggak sengaja kan matahin tangan dan kaki mereka-?" ucap Zeina
"Gue sih, spontan Zen-" ucap Rena
"Nah iya, apa yang Lo lakuin enggak salah. Seharusnya Lo jangan takut kalo Lo di laporin polisi, Lo bisa mutar fakta soal perihal mereka-" ucap Zeina
"Mutar fakta gimana Zen? Gue gak punya bukti nya, lagian pria yang gue tolong tadi pasti udah pergi jadi gue gak bisa bantu apa apa-" sedih Rena
"Bry, Lo ngomong deh, gak usah Lo plester. Mulut Lo masih berguna buat Rena-" ucap Zeina
Bryant diam.
"BRYANTT!!!-" teriak Zeina
Ia pun tetap diam.
"Ya sudah sih Ren, gua kesana Sama Bryant-" ucap Zeina
"Gue dalam perjalanan ke bandara guys. Sebaiknya tidak usah-" ucap Rena
"Ah bacot Lo yaudah matiin, sampai ketemu nanti-" ucap Zeina mematikan teleponnya.
"Gue matiin ya bry-" ucap Rena.
"Iya-" jawabnya
Rena tersenyum tipis lalu mematikan teleponnya. Mendorong kursi roda ibunya ke mobil menuju bandara.
Perbincangan itu di lakukan sebelum Rena sampai di bandara. Kembali ke posisi Rena yang telah menatap kedua sahabat nya itu menuju dirinya dengan ngos-ngosan.
"Nak Bryant dan nak Zeina kok kesini-? Bawa koper lagi, mau kemana-?" tanya ayahnya Rena menatap Bryant dan Zeina.
"Iya om, kita mau menemani Rena ke Singapura. Hidup kita sama sama sendirian om di kota ini, kalo kita enggak ikut sama Rena. Kayak ada yang kurang om-" ucap Bryant
"Iya om, kalo boleh kita mau mengikuti Rena-" ucap Zeina
"Ayah, mereka tidak punya orang tua. Orang tua mereka sibuk bersenang-senang sendirian-" ucap Rena menjelaskan ke ayah. Takutnya, ayah menanyakan perihal soal orang tua mereka ke Zeina dan Bryant.
"Tapi kalian yakin mau tinggal sama Rena-?" nampak ayah tidak yakin dengan mereka berdua.
"Kami yakin om, kita telah berteman semenjak 2 tahun. Kebaikan Rena membuat hubungan kami semakin erat, selama ini orang tua kami selalu sibuk sendiri. Soal uang, mereka mengirim ke kita setiap bulannya, jadi om tidak perlu khawatir akan makanan keseharian kita-" ucap Bryant.
"Baiklah kalo begitu, om tidak mempunyai apa apa untuk memisahkan kalian. Amanat om hanya satu, kalian bekerja sama lah untuk melindungi diri kalian tersendiri. Ada istri Om ikut dengan Rena, nomer hape om ada di Rena. Kalo mau apa apa tinggal minta saja nomer om ke Rena. Hubungi om secepatnya-" ucap ayahnya Rena tampak Khawatir.
"Justru kita yang khawatir om, om tidak apa apa kita tinggal-?" tanya Bryant
"Tidak apa apa, berangkat lah 10 menit lagi pesawat akan lepas landas-" ucap ayahnya.
"Baik om, dah omm-!" Lambai Bryant
"Dah ayah-" ucap Rena melambaikan tangannya.
Sedangkan Zeina hanya tersenyum untuk berpamitan dengan ayah Rena. Ketika ia hendak menaiki eskalator seseorang tengah berteriak terhadap mereka.
"Tunggu-!!" teriak nya menghadap ke mereka berlima.
Satu dari mereka sama sekali tidak mengenal bocah remaja yang berada di depan Rena. Sama sekali bimbang, berani sekali dia menghentikan penerbangan Rena ke Singapura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments