Kedua insan yang satu tertidur akibat demam, yang satu lagi tertidur akibat menjadi suster dadakan di malam hari. Tertidur pulas tak terasa matahari membangunkan keduanya.
Garis mata satu sama lain terbuka dengan tatapan kosong menyelimuti. Entah mimpi yang mengarungi atau, keduanya mendelik bak kesurupan. Teriakan keduanya menggema sampai.
Brak!
"Isssssh... Aw...," teriak kedua insan beda usia dan jenis kelamin itu sesat terjatuh dari atas ranjang sembari memegang bokong masing-masing. Kedua insan itu juga secara tiba-tiba melirik satu sama lain sembari menunjuk.
Pertanda menyatakan kenapa bisa mereka berdua ada di dalam kamar secara berduaan dengan tidur pun, Manto melirik tubuhnya. "Aaaa...," teriak Manto mengambil selimut menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan celana dalam.
Kain di atas kepalanya yang masih menempel itu saja terjatuh sesaat Manto bergerak menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajahnya saja.
Sedangkan Irma telah sadar duluan sesaat mengingat kejadian malam yang mengenaskan hidupnya.
Manto melirik lingkungan sekitar dengan adanya wadah berukuran sedang berwarna abu-abu tua didekatnya. Serta kain itu, Manto mengingat kejadian semalam sembari melihat ke Irma lagi.
Irma ternyata menunduk dan meneteskan air mata. Wajah cantik serta hijab langsungan yang digunakan Irma terlihat basah oleh air mata yang tampaknya menetes sangat deras.
Manto sekejap saja mendekati Irma dengan posisinya yang tertutup. "Ir, maafkan gue." Manto memang telah melakukan kesalahan.
"Mau bagaimana lagi Akang, eh Teteh. Duh maaf, buk Sayuti yang ngomong bahwa aku di suruh panggil dengan sebutan Akang," balas Irma melirih, suara segugukkannya saja terdengar menyayat hati Manto.
"Iya, panggil aja gue kayak begitu. Lagian, gue sebenarnya juga sudah mau tobat kok." Manto berat hati untuk berkata demikian. Posisinya tidak begitu tepat jika berbicara hal ini dengan perempuan di hadapannya itu.
Irma menghapus air matanya sembari perlahan melihat ke Manto. "Apa Akang sekarang sudah sembuh?" Irma ingin berbicara terus terang ke Manto jika lelaki di hadapannya itu telah sembuh dari penyakitnya.
"Umh, udah." anggguk Manto. "Terima kasih Elo sudah mengurus gue semalam. Dan, soal pernikahan ini, kita harus mencari solusinya. Kita enggak bisa kayak begini juga. Posisinya pernikahan bukanlah jalan yang terbaik," jelas Manto yang tak ingin melanjutkan pernikahan itu.
"Lantas, apakah kita akan bercerai Akang, sedangkan kedua orang tua kita enggak boleh kita bercerai?" tanya Irma yang menyampaikan perkataan Muna semalam.
"Iya jelas dong kita bercerai. Kita ini dipaksa menikah. Mereka mau melarang untuk apa coba? Sudahlah enggak baik juga kalau kita terus berpura-pura. Kalau bisa kita bercerai hari ini juga. Gue talak Elo!"
Irma terperanjat atas perkataan Manto yang secara tiba-tiba menalaknya. Mulut Irma tercekat seketika, Manto begitu mudahnya berbicara demikian.
"Elo kenapa diam? Gue akan menalak Elo sekarang dengan talak satu, setelah kita berdua mandi talak dua, dan bertemu dengan kedua orang tua kita talak tiga. Pas dan cukup pertanda kita berpisah. Gue yang akan menghadapi mereka semua jika Elo takut." Manto yang memulai, maka dia yang akan menyelesaikannya. Dia tentu tidak mau menikah secara paksa. Apalagi tanpa cinta, oh tidak semudah itu.
Dia saja rela menyamar menjadi transgender agar bisa mendapatkan perempuan idamannya. Bukan sedikit semua biaya itu. Tapi sayang dia tidak menemukan perempuan yang mencintai apa adanya. Cacian serta makian malahan harus di terima Manto secara paksa. Manto tidak mau pernikahan sekali seumur hidup harus dijalankan dengan orang yang salah dan mengakibatkan perceraian.
Lama-lama muak dan memutuskan untuk hijrah saja. Jodoh tak akan kemana-mana juga. Jika waktunya belum menikah ya sudahlah buat apalagi. Tapi, Manto melirik ke Irma, sepertinya perempuan di hadapannya ini boleh juga untuk di jadikan sampingan.
Manto menggeleng pelan, Irma sudah banyak membantunya. Niat baik perempuan di hadapannya itu, tidak ingin di jadikan Manto sebagai permainan saja.
Walau Manto ingin menikah sekali seumur hidup tanpa perceraian, tapi demi kehidupannya dan Irma, terpaksa Manto merubah haluannya itu. 'Menikah untuk kedua kalinya tidaklah masalah.'
"Apapun keputusan Akang aku ikut aja," balas Irma mengikuti keinginan Manto. Dia tidak mau saja Muna nantinya memarahinya.
"Eh, gue perhatikan kayaknya Elo pasrah aja dengan kehidupan. Elo pasti malu dan jijikkan sama kelakukan gue? Jangan di paksa Ir, entar elo yang menderita. Gue aja kagak mau." Manto terang-terangan berkata agar Irma menyadari jalan pikirannya itu. 'Mana ada yang mau menerima gue apa adanya.' Manto sudah yakin itu.
"Kalau aku sih ikut aja Akang. Aku juga ngerti dengan kondisi Akang yang kayaknya kebanyakan kromosom X dari pada Y. Aku selalu mendukung Akang kok. Tapi maaf Akang bukan aku mau sok menasehati. Akangkan lelaki dan sekarang mau tobat. Kenapa enggak kita jalani aja dulu? Aku yakin entar lama-lama Akang berubah menjadi lelaki sesungguhnya. Anggap aja aku ini teman Akang. Aku akan support Akang. Nanti suatu saat kalau Akang menemukan cinta sejati, Akang boleh kok menceraikan aku." Irma sebenarnya kasihan dengan Manto.
Manusia yang tidak mudah menjalankan kehidupan dengan kelainan pada dirinya.
Manto tertawa meremeh. "Sok yakin loh menerima dan support gue. Ujung-ujungnya sama kayak perempuan lain. Muak gue! Sudahlah sekarang lebih baik kita mandi dan temui keluarga dulu." Manto mengelak untuk mempercayai perkataan Irma.
Gadis muda di hadapannya itu mana bisa dipercaya. 'Masih main-main dan belum tau kerasnya dunia.' Manto berdiri dengan bergaya layaknya ibu-ibu kurang me time. Cuek dan masa bodoh dengan lingkungannya.
"Tapi sudah itu aku langsung kerja ya Akang. Aku enggak enakkan kalau tiba-tiba libur. Untung aku jadwalnya masuk siang," jelas Irma yang masih ada untungnya. Dia bukan tak kepikiran dengan perkataan kedua orang tua mereka yang sudah Irma tebak dengan kata tolak dan ancaman.
"Terserah di Elo. Pokoknya gue hanya berpesan, jangan sampai Elo menceritakan ini semua." Manto menunjuk kulit yang berbentuk setengah tubuh perempuan. Seperti, Irma merinding membayangkan sesuatu sembari mengangguk pelan.
"Awas aja," Manto tak segan-segan melakukan sesuatu jika Irma memberitahukan kepada orang lain. Apalagi kedua orang tuanya. "Dimana kamar mandi, gue duluan?"
"Di luar Akang. Tapi aku lihat dulu ada enggak airnya, aku takutnya habis. Akang gunakan baju aku dulu. Ambil aja di lemari. Aku permisi keluar dulu Akang." Irma berdiri dengan tubuhnya terasa lemas. Dibalik Sabrina yang centil dan bertingkah lemah lembut setiap harinya, ternyata ada wajah sangar tertutupi.
"Iya, jangan pakek acara lama. Gue gerah banget."
"Iya Akang," balas Irma berlarian kecil keluar kamar.
Manto sekilas saja tersenyum tipis. 'Lumayan.' entah apa yang dipikirannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
DianWulanDari
lah loh jangan buat Irma Jd janda kak
2024-06-21
0
Ekha, S
Kasihan banget Irma langsung di talak kayak begituan emang si manto ini enggak mikir panjang dulu gitu
2024-06-21
0
kaylla salsabella
ealah Manto bin Sabrina udah ngomong talak ... talak ya
2024-06-19
0