Dengan amat berat hati Nevan akhirnya memperbolehkan Arthan untuk ikut, ketiga orang itu sudah berada didalam mobil. Nevan duduk di kursi pengemudi, sementara Arthan malah enak-enakan duduk di belakang bersama dengan Nazma.
"Ngapain lo duduk disitu?" Nevan menatap Nazma kesal sekaligus tidak terima.
"Aku ...." Nazma menunjuk Arthan yang sedang tersenyum lebar. "Nemenin Arthan."
"Nggak ada! Lo pindah ke depan!" Nevan dalam mode galak sekarang.
"Heh Mas Yul!" Arthan menunjuk Nevan.
Nevan melotot galak. "Apa Tuyul?!"
"Kak nanas itu milik Althan." Arthan merangkul erat lengan Nazma.
"Lo kata dia permen!" Nevan masih tidak bisa santai. "Cepet pindah ke depan Nanaz!"
Karena tidak ingin terkena amukan Nevan yang seperti tarzan sedang kelaparan, Nazma akhirnya hendak membuka pintu mobil dan turun.
"Ndak boleh! Kak nanas halus duduk disini sama Althan." Arthan tak kalah keras kepalanya jika dibandingkan dengan Nevan.
"Gini aja, gimana kalau Arthan aja yang duduk didepan?" Nazma mengeluarkan ide terbaiknya.
"Ogah! Nggak sudi!" Nevan terlihat begitu sensi.
"Emang Abang pikil Althan mau? ya nggak lah. Dasal Mas Yul!"
Terjadi perdebatan kecil-kecilan antara Tuyul dan Mas Yul, Nazma yang tidak ikut-ikutan saja sudah merasa pusing. Dikeadaannya yang seperti ini mana bisa Nazma melerai tarzan dan bayi singa. Salah dikit kena semprot, tapi kalau tidak dilerai mereka tidak akan berhenti.
"Heh Tuyul, lo itu harusnya duduk di bagasi."
"Mas Yul mau Althan bilangin Ayah? Bial dibakal mobilnya sama Ayah."
"Gemes banget lo Yul, pengen gue panah ginjal lo."
"Althan juga gemes sama Mas, pengen nyunat lagi." Ucapan Arthan langsung membuat mata Nevan semakin melotot.
"Udah ya jangan berantem, aku punya ide bagus." Nazma tersenyum dibalik cadarnya.
Beberapa detik telah berlalu, Nevan menatap datar Nazma yang kini sudah berada disampingnya. Ternyata ide Nazma membuat hati Nevan semakin panas.
"Kenapa lo harus mangku dia?" Nevan menatap sinis Arthan yang tersenyum penuh kemenangan.
Nazma terdiam sejenak. "Adil kan? Aku duduk didepan sambil nemenin Arthan."
"Betul betul betul." Arthan menirukan ucapan Ipin.
"Betul ginjal lo bengkok, lo ya Yul---"
Ucapan Nevan berhenti kala ponselnya tiba-tiba berdering, setelah ia lihat ternyata Aylin lah yang meneleponnya. Nevan melirik Arthan kesal, kemudian segera mengangkat telepon tersebut.
"Assalamu'alaikum Nevan."
"Iya Kak, Wa'alaikumsalam. Nevan mau otw nih."
"Kakak kira kamu udah di jalan." Di seberang sana Aylin sedang menemani Ale bermain.
"Belum Kak, si Tuyul nih daritadi drama mulu."
"Olang Mas Yul yang libet, malah nyalahin Althan," sahut Arthan.
"Akel." Terdengar suara Ale yang memanggil Nevan dengan sebutan uncle, namun bicaranya masih saja sangat belepotan.
"Ale!" Seru Nevan. "Tungguin uncle ya, nanti uncle ke sana bawain mainan buat Ale."
Nazma bisa melihat Nevan yang begitu bersemangat saat mengobrol dengan Ale, lelaki itu memang selalu bersikap lembut pada Ale. Arthan juga melihat Nevan dengan tatapan yang serius, mulai dari saat melihat Nevan senyum, sampai saat lelaki itu mengobrol dengan riang.
"Hei, Arthan kenapa?" Nazma memegang pipi Arthan.
Arthan menggeleng, namun Nazma tahu jika Arthan terlihat sedikit berubah.
"Oh iya, Arthan kelas berapa?" Nazma mengajak Arthan mengobrol.
"Tk b." Arthan tidak begitu bersemangat seperti biasanya, anak itu menatap datar Nevan. "Cepet dong katanya mau ke lumah Kak Aylin, ngomong mulu."
Setelah mengucapkan salam Nevan mematikan panggilan tersebut. "Komen mulu lo Yul!"
Arthan hanya diam dan tidak meladeni Nevan, hal itu tentu saja membuat Nevan heran.
"Kenapa diem lo Yul? Tumben amat."
Arthan tidak menjawab dan malah melengos menatap jendela.
"Dih." Nevan menatap Arthan tak habis pikir.
***
Nevan sampai di rumah keluarga kecil Aylin, rumah itu tampak begitu minimalis dan samasekali tidak mirip rumahnya yang begitu besar. Setelah menikah, Aylin dan suaminya memang memutuskan untuk membeli rumah kecil-kecilan.
Kedatangan Nevan, Nazma, dan Arthan disambut baik oleh Aylin dan suaminya, Nevan juga menyampaikan salam dari Ajwa dan Altair. Arthan menyalimi tangan Aylin dan suaminya, setelah itu Arthan langsung berjalan cepat menghampiri Ale yang sedang bermain mobil-mobilan.
"Hai Bocil!" Arthan melambaikan kedua tangannya.
"Om ecil." Kedua mata Ale terlihat berbinar.
"Heh, jangan panggil Althan Om kecil, panggil Kakak." Arthan menepuk dadanya. "Althan kan masih gemesin."
"Ata Mama Om ecil itu om nya Ale." Ale mengerjapkan matanya.
Nevan datang-datang langsung mengusap kasar wajah Arthan. "Udah lah Yul, terima nasib aja. Lo itu emang udah jadi Om-om."
Bukannya membalas Arthan malah pergi dan duduk di samping suami Aylin.
"Dih, dicuekin lagi gue. Kenapa dah tuh bocah? Asem banget." Nevan tidak terlalu banyak berpikir dan duduk didekat Ale.
Nevan memberikan mainan yang ia bawa tadi pada Arthan, mainan itu telah Nevan beli jauh-jauh hari. Ale tentu saja merasa senang, anak kecil itu juga tidak lupa mengucapkan terima kasih. Berbeda dengan Nazma yang kini masih berdiri, seperti Nevan tidak sengaja melupakan gadis itu.
"Sini duduk." Aylin menepuk sofa yang ada disampingnya.
Nazma perlahan mendekat ke arah Aylin lalu duduk di sampingnya. "Iya, nama Kakak, Kak Aylin ya?"
"Iya, kalau kamu Nazma kan?" Aylin tersenyum lebar dan menggengam tangan Nazma. "Kamu pasti cantik banget deh."
"Ya cantik, kan betina." Suami Aylin selalu saja jail.
"Dia mah jelek, mukanya banyak lukisannya." Yang dimaksud lukisan oleh Nevan adalah lebam.
"Ngaco aja kamu, kamu kira buku gambar." Aylin kembali menatap Nazma. "Jangan diambil hati, Nevan emang julit."
Nazma mengangguk kaku. "Iya Kak."
Arthan hanya duduk melipat kedua tangannya di depan dada, tanpa Arthan sadar suami Aylin terus memperhatikan Arthan yang kini sedang menatap Ale. Suami Aylin juga merasa aneh, karena Arthan lebih banyak diam dan tidak seperti biasanya.
"Kok nggak main sama Ale?" Suami Aylin merangkul Arthan.
"Males," balas Arthan.
"Main sama Ale yuk," ajak suami Aylin. "Sama Abang juga."
Arthan berpikir cukup lama. "Ya udah."
***
Sementara Nazma mengobrol dengan Aylin, Arthan kini hanya memperhatikan Ale yang sedang bermain mobil-mobilan dengan Nevan. Ale dipangku oleh Nevan, lelaki itu mengajari Ale cara bermain mobil remote. Ditambah lagi Nevan terlihat begitu sabar, tidak seperti biasanya yang dalam mode tarzan.
"Belok ke kanan." Nevan menggerakkan tangan Ale yang memegang tuas remote kontrol.
"Obil nya isa alan endili." Ale tertawa pelan.
"Namanya juga mobil canggih, bocil mana tahu." Arthan terlihat sangat jutek.
Ale menoleh. "Om ecil mau injem?"
Ale mengulurkan remote kontrol yang ada ditangannya, namun tangan Ale langsung ditarik pelan oleh Nevan.
"Jangan, kita kan belum selesai main. Dia itu cocoknya main ikan di got, Ale nggak usah urusin dia." Nevan masih kesal dengan Arthan yang tadi sempat mengacuhkannya dua kali.
"Adek jangan gitu sama Arthan," tegur Aylin.
"Udah gapapa." Suami Aylin mencoba untuk menghibur Arthan. "Arthan main game di hp Abang aja gimana?"
Terjadilah hal yang tak terduga, Arthan merebut begitu saja remote kontrol yang ada ditangan Ale membuat Ale seketika terkejut. Semua juga tampak terkejut, apalagi Nevan yang sudah mau berubah dalam mode tarzan.
"Tangan Ale gapapa?" Nevan memegang lembut tangan Ale.
Ale mengangguk. "Gapapa."
Aylin menatap Arthan. "Arthan kalau mau minjem bilang baik-baik ya."
"Tau lo! Siapa yang ngajarin lo kayak tadi? Lo pikir lo keren?!" Nevan terlihat marah.
"Nevan, udah jangan dimarahin." Suami Aylin memegang tangan Arthan. "Lain kali nggak boleh gitu ya."
Arthan menepis tangan suami Aylin, anak laki-laki itu juga membanting remote kontrol yang ada ditangannya. Ale yang tidak mengerti apapun kini langsung menangis.
"Ale jangan nangis." Nevan berusaha menenangkan Ale, lelaki itu berganti menatap galak Nevan. "Lo apa-apaan sih Yul?!"
Bukannya menjawab Arthan langsung berlari keluar rumah. Hal itu membuat Aylin dan Nazma langsung berdiri.
"Biar Nevan aja Bang yang nyusul." Nevan memberikan Ale pada suami Aylin.
***
Nevan mencari Arthan yang tidak tahu pergi kemana, lelaki itu tidak sendiri melainkan ditemani oleh Nazma. Sepanjang perjalanan Nevan terus saja menggerutu, tidak habis pikir dengan sikap Arthan yang mendadak berubah seperti ini.
"Kenapa dah tuh bocah? Ngrepotin aja idupnya." Disaat seperti ini Nevan masih sempat-sempatnya julit.
"Nevan kamu sadar nggak? Arthan itu cemburu." Nazma menatap Nevan.
Tentu saja Nevan tampak bingung. "Cemburu sama siapa Nanaz? Ngaco lo."
"Cemburu ngelihat Ale, kamu perhatian banget sama Ale. Perlakuan kamu ke Ale sama Arthan itu beda Nevan," jelas Nazma.
Nevan terdiam sejenak. "Tapi kan gue biasanya emang julit sama dia, dia juga fine-fine aja."
"Tapi hati orang nggak ada yang tahu kan?" Karena terbawa suasana Nazma menggengam tangan Nevan. "Gapapa, kita cari Arthan bareng-bareng."
"Iya paham." Nevan melihat tangannya yang digenggam oleh Nazma. "Tapi nggak usah ngegandeng juga, mau modus lo?"
Nazma reflek melepaskan tangan Nevan, ia benar-benar tidak sadar telah menggengam tangan Nevan. Tapi yang terjadi selanjutnya Nevan justru menautkan jari-jemarinya pada jari-jemari Nazma.
"Jadi cewek itu yang mahal, jangan mau genggam tangan cowok duluan. Jadi, biar gue yang genggam tangan lo dulu."
***
Arthan kini berjalan sendirian, ia kesal pada orang-orang yang selalu membela Ale. Padahal kenyataannya tidak seperti yang Arthan pikirkan, semua orang memperlakukan Arthan dan Ale sama namun dengan cara yang berbeda. Namanya juga anak kecil, pasti tidak akan mengerti.
"Hai adek." Seorang pemuda berpakaian serba hitam, dengan topi yang dibalut dengan tutup hoodie tiba-tiba menghampiri Arthan.
Arthan berjalan mundur. "Om siapa?"
Pemuda itu tersenyum, lebih tepatnya senyum palsu. "Kamu kenal Kak Nazma nggak? Dia temennya Kakak."
Arthan tampak berpikir. "Kak nanas? Dia kakaknya Althan sekalang."
Pemuda itu menyeringai. 'Gue bisa manfaatin anak ini, gue bisa tuker anak ini sama Nazma.'
Pemuda itu adalah pemuda yang pernah menemui Nazma dan berhasil membuat Nazma takut, sepertinya pemuda itu mempunyai rencana buruk.
"Kamu kayaknya lagi sedih, mau nggak Kakak ajak jalan-jalan?"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments