Nisa Si Janda Kembang

Nisa Si Janda Kembang

Bab.1 Awal Mula

Nisa Juliana seorang gadis cantik di desanya. Bahkan bisa dibilang dia adalah kembang desa di desanya tersebut. Pemuda mana yang tak mengenal dirinya. Gadis yang selalu pergi ke sawah membantu ayahnya tersebut pun tak malu melakukan kegiatan sehari-harinya tersebut.

Pagi itu, Nisa pun pergi ke sawah setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Maklum ibu tirinya enggan melakukannya dan selalu malas-malasan di depan ponsel pintarnya bersama anak gadisnya.

"Bu, Nisa pergi ke sawah ya.." ucap Nisa berpamitan.

"Hmm.." jawabnya malas.

"Pergilah kak, tugasmu sudah selesai semua kan?? Kami mau makan dulu." ucap Mariana adiknya.

"Baiklah." jawab Nisa sebal melihat kedua orang tersebut.

Mariana adalah adik tirinya yang usianya terpaut 2 tahun lebih muda darinya. Ibunya meninggal saat melahirkan Nisa dan ayahnya menikah setahun setelah kepergian sang ibu agar Nisa memiliki sosok ibu yang merawatnya. Apalagi ayahnya harus mencari nafkah dan neneknya sudah terlalu renta untuk merawat seorang bayi.

Hingga lahirlah Mariana 2 tahun kemudian, dan anak perempuan kedua itu menjadi tuan putri selama ini. Sementara Nisa menjadi upik abu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah termasuk membantu ayahnya bekerja di sawah.

Nisa pun sudah lelah menghadapi ibu tiri dan adiknya yang suka seenaknya. Bahkan setelah lulus SMA pun Nisa dilarang bekerja di kota dengan dalih harus membantu orangtua. Nisa sebagai anak berbakti pun menurutinya dan menjalani aktivitasnya seperti saat ini.

Dirinya menaiki sepeda ontel yang ia kendarai dari rumahnya menuju ke sawah. Dengan membawa beberapa perbekalan untuk ayahnya yang telah lebih dulu berangkat sejak pagi buta.

Kring..kring..

Nisa pun bersepeda santai menikmati udara pedesaan yang sejuk dan damai. Meski hidupnya sulit tapi dirinya masih memiliki kebebasan kecil untuk keluar rumah dan bekerja di sawah, serta memiliki kekasih di kampungnya.

Baginya pergi ke sawah sudah seperti 'healing' tempatnya melepas penat karena pemandangan desa dan udaranya sangat indah dan sejuk. Setibanya di pinggir sawah, Nisa pun menepikan sepedanya dan menaruhnya di pinggir gubuk tempat mereka beristirahat.

"Pak.. Aku datang.." ucap Nisa.

"Oh, iya nak.. Bapak sebentar lagi selesai." jawab Supri ayahnya Nisa.

Tak lama setelahnya Supri pun mencuci tangan dan kakinya lalu menuju ke gubuk tempat Nisa berada. Dirinya pun, tersenyum senang melihat putri sulungnya begitu perhatian padanya bahkan istrinya sendiri pun enggan menengoknya ke sawah untuk sekedar membawakan makanan.

"Sini pak, Nisa masak banyak.." ucap Nisa.

"Wah, masakanmu terlihat enak Nis.." ucap Supri melihat Nisa sudah menyajikan makanan sederhana mereka.

Keduanya pun makan di gubuk tersebut, sederhana tapi sangat nikmat karena mereka selalu bersyukur. Kadang Supri merasa kasihan pada Nisa yang harusnya bisa bekerja dengan layak malah harus seperti pembantu dan pesuruh di rumah. Sampai-sampai Supri harus memintanya membantunya di sawah agar bisa terbebas dari istrinya yang suka bersikap seenaknya itu pada Nisa.

Kadang Nisa hanya disuruh duduk di gubuk menunggu ayahnya bekerja saja, tapi Nisa tak mau berdiam diri dan memilih membantu ayahnya. Padahal Supri hanya tak ingin Nisa kelelahan berada di rumahnya.

"Pasti sesak ya nak di rumah.?" tanya Supri.

"Ah.. Bapak ini ngomong apa sih,? Itu kan rumah kita masa Nisa merasa begitu." ujar Nisa.

"Maaf ya nak, ibumu itu suka seenaknya. Dan hanya menyayangi Mariana." ucap Supri.

"Tak apa pak, kan masih ada bapak." ucap Nisa.

"Ya.. Tapi kamu jangan keseringan turun ke sawah, nanti kulitmu hitam kayak bapak.. Nanti siapa yang mau nikahin kamu kalo kamu jelek." ucap Supri.

"Biarin aja, kalau dia serius pasti Nikahin Nisa." ucap Nisa tersenyum.

"Kabar Anton gimana nak?" tanya Supri (Anton pacar Nisa sejak SMA).

"Dia baik pak, katanya akhir bulan mau pulang karena kuliahnya sedang libur." ucap Nisa.

"Pasti orang tuanya tidak mau ya nikahin anaknya yang belum selesai kuliah.." ucap Supri.

"Pak jodoh sudah ada yang atur.. Bapak tenang aja, lagipula sekarang sudah jaman modern, jangan ngikutin adat kampung yang tamat sekolah terus nikah." ucap Nisa.

"Kadang bapak lupa, jaman sudah berubah..hahaha." ucap Supri.

Padahal jauh di dalam hatinya, Supri ingin menyelamatkan Nisa dari Sinta ibu tirinya. Supri sangat berharap Anton menjadi sukses dan mampu membahagiakan putrinya.

Setelah obrolan panjang itu, mereka pun kembali bekerja dan Nisa tetap turun ke sawah meski sudah dilarang oleh ayahnya. Mereka pun bekerja hingga sore hari.

Di perjalanan pulang, mereka pun mengendarai sepeda ontel masing-masing menyusuri jalan desa. Dan di tengah jalan ada sebuah mobil mewah, yang hampir menutupi jalanan. Hingga mereka harus berhati-hati ketika melewatinya.

Lalu Pak Subur, ketua RT setempat pun menyapa Supri dan Nisa.

"Pak Supri.. Mbak Nisa baru pulang ya.." ucap Subur.

"Iya pak.." jawab Supri tersenyum diikuti Nisa lalu mereka langsung berlalu setelah melambaikan tangan.

Di samping pak Subur, seorang pria tua menatap Nisa intens.

"Siapa gadis itu pak?" tanya pria tua itu.

"Itu anaknya pak Supri tuan, namanya Nisa. Dia adalah kembang desa kami. Sudah cantik, baik, berbakti pula pada orang tua." ucap Subur.

"Sepertinya aku ingin berkenalan dengannya." ucap pria tua itu.

"Tapi dia sudah punya pacar, namanya Mas Anton anak pak kades.." ucap Subur.

"Cuma kenal saja tak masalah kan pak." balas pria tua itu tersenyum licik.

"I-iya sih tuan." ucap Subur mencium bau-bau tak enak dari kakek tua itu.

Dalam hatinya, dirinya tak akan tega jika harus menjadi jembatan dalam perkenalan kakek tua itu. Apalagi usianya sudah sangat sepuh yang harusnya lebih banyak mengingat mati dari pada memikirkan kenikmatan dunia.

"Kalau pak Supri tau bisa gawat.. tapi tuan ini orang kaya yang mampu membeli apapun dengan uangnya.. Habislah aku, maju kena mundur juga kena.." gumam Subur dalam hati.

Keesokan harinya, Supri pun menyuruh Nisa diam di dalam rumah karena siang nanti harus pergi ke rumah neneknya di desa sebelah. Nisa pun tak mengerti dengan perintah ayahnya tapi tetap mengikutinya. Subur pun malam itu langsung mengabari Supri dan membuat Supri emosi. Maka dari itu, Nisa harus di sembunyikan di rumah neneknya.

Siang itupun Nisa pergi ke desa tetangga untuk mengunjungi neneknya. Dan dirinya akan menginap selama beberapa hari.

Rencana Supri pun berhasil dan Subur tak tahu akan rencananya. Sepulang dari sawah, mobil mewah yang kemarin pun parkir di depan rumahnya. Istrinya Sinta pun tersenyum lebar mencium bau-bau uang apalagi pria tua itu terus menanyakan anak gadis mereka.

"Assalamu'alaikum.." ucap Supri.

"Wa'alaikumsalam.. Bapak sudah pulang.. " ucap Sinta tersenyum lebar dan Supri pun mengerti.

"Siapa ini bu yang datang?" tanya Supri basa-basi.

"Dia tuan Doni, pemilik pabrik beras itu pak.. Dia menanyakan Nisa terus.." ucap Sinta.

"Ada apa ya pak??" tanya Supri langsung.

"Jadi bapak, ayah dari Nisa ya? Apa Nisanya ada di rumah?" tanya si kakek tua bernama Doni tersebut.

"Maaf pak, putri kami sedang ke kota mengunjungi saudara yang sakit." ucap Supri.

"Ke kota??" ucap Sinta bingung.

"Iya, aku memintanya ke kota mengunjungi pamanku." ucap Supri dengan sorot mata tajam.

"Jadi begitu ya.. Bolehkah kita bicara empat mata pak..?" tanya Doni.

"Silahkan." ucap Supri lalu mengusir Sinta.

Setelah berbincang panjang, Doni pun menyampaikan maksud baiknya ingin memperistri Nisa. Tapi dengan tegas Supri menolaknya, dirinya juga berkata kalau Nisa tak ingin cepat menikah. Pembicaraan pun berjalan alot karena Supri begitu melindungi Nisa.

Hingga Doni pun menyerah dan pulang dengan sopirnya. Pria yang bahkan harus berjalan dengan tongkatnya itu nampak tak suka dengan keputusan Supri. Di matanya tersimpan dendam dan amarah, meski begitu Supri tidak takut sama sekali.

Setelah Doni pulang, Sinta pun menghampiri suaminya.

"Gimana pak? Kapan Nisa akan menikah dengan tuan Doni.?" tanya Sinta.

"Menikah?? Jangan mimpi, apa maksudmu menikahkan Nisa dengan tua bangka itu?? Berapa uang yang pria itu tawarkan sampai kau sebahagia ini??" tanya Supri kesal.

"Pak, Nisa juga bisa hidup enak, tak perlu lagi ke sawah, tak perlu lagi mengurus rumah. Bahkan Nisa tak perlu lagi bekerja keras seumur hidupnya.. Nisa hanya perlu menjadi istri yang baik dan melahirkan anak, lalu hidup dengan nyaman." ucap Sinta.

"Tutup mulutmu, bagaimana bisa aku menikahkan Nisa dengan pria yang lebih tua dariku? Kalau kau tak suka kau saja yang menikah dengannya." ucap Supri kesal.

"Pak?? Apa bapak sudah gila??" tanya Sinta marah tapi Supri mendiamkannya.

"Gimana bu? Jadi kak Nisa nikah?" tanya Mariana.

"Gak tau tuh bapakmu malah nolak.. Padahal kan kita juga bisa hidup enak, hitung-hitung si Nisa balas budi orang tua.." ucap Sinta.

"Ck.. Kakak memang ga bisa diandalkan.." ucap Mariana kesal.

Mariana sudah memimpikan memiliki mobil dan hidup di kota dengan rumah yang bagus Seketika hayalannya sirna.

"Mariana..!! Apa yang kamu pikirkan?? Sekolah tak mau, ini mau sok-sok menjodohkan kakakmu.. Kenapa tidak kamu saja yang menikahi pria itu..!" ucap Supri.

"Ogah.. Masa aku sama kakek tua.." jawab Mariana.

"Tuh denger anak kesayanganmu saja menolak.." ucap Supri pada Sinta.

Keadaan pun menjadi perang dingin di rumah tersebut, hingga Nisa kembali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!