Tiga hari berlalu,
Bertha yang nampak uring-uringan membuat Edward tak bisa meninggalkan wanita itu dengan bebas.
"Tenanglah honey! aku disini! aku selalu ada bersama mu! apa yang kau rasakan? apa perut mu mengalami kram?"
"Entahlah Edward, tapi ini sungguh menyakitkan!" Bertha berbicara dengan mata berkaca-kaca.
"Haruskah kita ke dokter? atau mungkin vitamin juga tablet pereda nyeri milik mu telah habis?"
"Aku telah meminum obat itu Ed! tapi kenapa rasanya masih sesakit ini?"
Bertha merintih ia terus memegangi area perutnya dalam dekapan sang suami.
Apa yang harus kulakukan? Hana ..., apa kau baik-baik saja?
Ada apa dengan diriku? kenapa semakin lama diriku semakin enggan untuk meninggalkan apartemen itu? kenyamanan yang kudapat dari Hana, rasanya sungguh membuatku tak ingin kembali dengan segala kerumitan di rumah ini,
tapi aku tak mungkin tega untuk meninggalkan Bertha, astaga Edward! apa yang telah kau lakukan?
Edward memejamkan mata, bayangan dari paras manis Hana seketika membuatnya lupa bahwa sang istri tengah merintih dalam dekapannya.
*****
"Bagaimana keadaannya dokter? apa ada sesuatu yang buruk terjadi pada menantu ku?"
Sang dokter tersenyum, ia beralih menuju kursi meja kerjanya dan seketika berhadapan dengan Edward.
"Apa yang terjadi dokter? bagaimana keadaan istri saya?"
"Semua tampak normal, mungkin karena over thinking yang dialami oleh istri Anda, hal itu yang menyebabkan stress hingga rasa sakit yang ia alami menjadi jauh lebih keruh."
"Stress?"
"Wanita yang memasuki hari pertama masa menstruasi memang cenderung rentan mengalami stress, perubahan hormon dalam tubuh yang begitu signifikan, itulah yang menjadi pemicu segala ketidak nyamanan yang istri Anda alami,"
"Jadi saran saya! akan lebih baik jika Nyonya Bertha lebih banyak diajak berkegiatan di luar, entah olahraga atau semacamnya."
"Baiklah, saya mengerti."
"Saya sudah meresepkan vitamin penambah darah juga tablet pereda nyeri, Anda bisa menebus nya di bagian apotek."
Edward mengangguk pertanda ia memahami segala informasi juga instruksi yang diberikan oleh sang dokter.
"Sayang! aku akan menebus vitamin juga obat milikmu terlebih dahulu! akan lebih baik jika kau menungguku disini bersama ibu,"
Bertha hanya mengangguk, ia tampak melepas belenggu tangannya pada lengan Edward dan seketika terduduk di kursi ruang tunggu.
"Apa kau masih tak menginginkan kehadiran seorang bayi sekarang?"
"Ibu ..., aku masih belum bisa menangani diriku sendiri dengan baik! bagaimana bisa aku melayani Edward jika ditambah dengan kehadiran seorang bayi? kami masih belum membahas tentang hal itu ibu!"
"Tapi aku ingin segera memiliki seorang cucu dari putra tertua ku, Bertha! diriku ini sudah semakin tua! sudah sewajarnya kalian memberikan cucu padaku! seharusnya sebagai seorang wanita kau itu tahu diri! sudah berapa tahun kalian berumah tangga? tapi kenapa kau belum hamil juga?" Nyonya Samantha kembali berbicara dengan wajah masam.
Astaga wanita tua ini! kenapa dia cerewet sekali? aaaaaaggghhhh! andai saja diriku tidak sedang lemah sudah ku pastikan aku membalas perkataannya dengan tak kalah tajam.
Bertha mendengus kesal, namun ia tak mampu kembali bersuara karena rasa kram di perutnya yang masih belum juga reda.
*****
"Hana? benarkah itu dia?" Edward seketika berputar arah dan mencoba memastikan akan keberadaan seseorang.
Benar, dia kemari? apa terjadi sesuatu padanya?
"Hana!"
Langkah kaki Edward semakin melebar, ia berusaha untuk meraih atensi dari sang pemilik nama tapi sayang, Hana berlalu begitu saja dan berakhir masuk pada sebuah kendaraan.
"Sial! aaaaaaggghhhh! ada apa denganmu Hana? apa kau sedang tak baik-baik saja?" Edward membuang nafas kasar, pria itu juga nampak gusar karena kekhawatiran yang melanda kalbu nya.
Kembali menghampiri istri juga ibunya dengan wajah lesu, Nyonya Samantha seketika beranjak dan memeriksa raut wajah sang putra
"Edward! ada apa denganmu Nak?"
"Tak apa ibu! kita harus segera kembali ke rumah! aku sungguh lelah!"
"Honey! apa kau baik-baik saja? kenapa dirimu tampak lunglai seperti ini? apa kau juga merasa tidak enak badan? lebih baik kita-,"
"Tidak! aku hanya ingin segera pulang sekarang! cepatlah!"
Perkataan Edward yang begitu ketus dengan wajah datar seketika membuat Bertha juga Nyonya Samantha saling beradu pandang, mereka akhirnya mengikuti langkah Edward untuk meninggalkan rumah sakit.
******
Memasuki apartemen,
Hana nampak melepas dan seketika menggantung coat hitam yang sempat ia kenakan, tubuhnya yang nampak menggigil membuat gadis itu melangkah terburu-buru dan mencari heat pack.
Gadis itu mondar-mandir meracik minuman sebelum akhirnya terduduk di sofa, menyalakan tv dan mencoba menikmati hiburan.
"Kenapa jadi sering hujan akhir-akhir ini? semoga saja bengkak pipi yang ku alami tak semakin memburuk." Hana bergumam, ia membenahi syal berwarna cream yang kini melekat pada leher dan membuatnya merasa hangat, secangkir teh herbal pun tampak kembali ia nikmati untuk menemani malam sunyi nya.
Atensi gadis itu seketika teralihkan saat getar dari gawai miliknya menampilkan sebuah panggilan.
Tuan Edward? kenapa dia menghubungiku? tidak biasanya dia melakukan hal ini
Hana terdiam sendu, ia meletakkan cangkir sebelum akhirnya kembali memperhatikan ponsel nya yang masih terus bergetar dan menimbulkan suara.
'Layani dia sebaik mungkin! dan pastikan kau bisa membantu nya dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh suamiku, Hana! hanya dirimu yang bisa ku percaya!'
Ingatan pertemuan dengan sang sahabat kembali melintas nyata di dalam pikiran Hana,
"Bagaimana jika diriku terbawa suasana dan justru jatuh hati pada Tuan Edward? apa itu semua salahku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments