Gosip

Malam harinya, bel rumah terdengar berbunyi beberapa kali. Alea yang tengah ada di kamarnya, dengan langkah cepat ia segera pergi untuk membukakan pintu rumahnya itu.

"Kak Nando," ucap Alea, sesaat setelah membuka pintu rumahnya.

"Oh, hai," sapa Nando, melebarkan senyumannya. Alea pun mengajak Nando untuk duduk di kursi yang ada di teras rumahnya.

"Di rumah sendirian?" tanya Nando celingak-celinguk karena suasana rumah Alea yang begitu sepi. Alea mengangguk mengiyakan, memang sudah satu minggu ini, ia tinggal di rumah sendirian. Karena papanya harus menjaga mamanya yang tengah dirawat di rumah sakit.

Tanpa basa-basi Nando pun menyerahkan satu amplop coklat berukuran besar. Yang isinya tak lain ialah uang dari Rey.

"Hitung dulu, siapa tahu lebih," ucap Nando, terkekeh.

"Haha Kak Nando, bisa aja." Alea ikut terkekeh, sambil membuka amplop itu.

"Eh Lea, aku langsung pulang ya, masih ada urusan soalnya." Nando pun berpamitan dengan sedikit terburu-buru. Lea mengiyakan, sambil melihat kepergian teman kerjanya itu yang sudah pergi menjauh menggunakan mobilnya.

^

Kini Alea menjatuhkan tubuhnya tepat di atas tempat tidur. Pikirannya masih belum tenang, apalagi ketika ia membayangkan jika mulai malam Minggu depan, ia harus dinner bersama Rey, orang yang selama ini paling dihindarinya.

"Argh... ya ampun bagaimana ini," rengeknya, bergulang-guling tak karuan di atas tempat tidur.

Sejenak pikirannya seakan menerawang, membayangkan bagaimana nanti ia menemani bosnya itu makan malam. Pikirannya bahkan sudah melayang ke arah yang tak karuan.

"Stop Alea, jangan terus memikirkan hal itu, tenanglah, tenanglah, dia bukan Rey yang seperti dulu. Sekarang dia sudah dewasa tentunya sudah berubah," gumamnya, menenangkan diri sendiri.

Kini ia terdiam. "Tenanglah Alea, hanya satu tahun. Demi mama, apa pun harus aku lakukan." Ia menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya. "Iya benar, hanya satu tahun. Tidak akan lama."

^^^

Sementara itu, di kediaman keluarga Denillson. Reyhan beserta adik dan kakeknya sedang makan malam bersama. Suasana diantara mereka semua begitu hening, hanya suara sendok garpu yang beradu dengan piringlah yang terdengar.

Selesai makan malam, sang Kakek meminta Rey untuk berbicara dengannya di ruang kerja. Rey pun menghampiri Kakeknya yang sedang duduk di kursi keagungannya, di ruang kerja.

"Kakek," panggil Rey sambil mendudukkan tubuhnya di sofa yang tersedia di sana.

"Butuh berapa lama lagi Rey?" tanya sang Kakek, sambil termenung, duduk memegang tongkatnya.

"Berapa lama apanya Kek?" Reyhan mengernyit, masih tak mengerti.

"Sudah satu tahun Kakek menunggu, tapi kamu tak kunjung juga memperkenalkan calon istrimu itu pada Kakek," tutur sang Kakek, dengan suaranya yang pelan.

Rey sejenak terdiam, mendengar kalimat yang di ucapkan Kakeknya. Karena tepat, satu tahun yang lalu ia sempat, akan dijodohkan oleh sang Kakek dengan seorang wanita, anak temannya Kakek. Namun Rey menolak dan meminta waktu kepada sang Kakek, agar ia memilih calonnya sendiri, namun hingga saat ini, Rey belum bisa mendapatkannya.

"Kamu masih suka wanita kan Rey?" Sang Kakek menatapnya begitu dalam.

Mata Rey terbelalak, begitu mendengar kalimat yang dilontarkan Kakeknya. "Ya jelas suka wanita lah Kek, aku juga normal," timpal Rey, sambil sedikit menggerutu tak jelas di ujung ucapannya.

"Kakek bertanya seperti itu, karena gosip di luaran sana yang membuat Kakek takut .... Lalu kenapa sampai saat ini kamu masih melajang?" tanya Kakek. Rey hanya diam terpaku, tak bisa menjawabnya.

Perasaan waswas di hati sang Kakek akan kebahagiaan cucunya, kian semakin membesar. Sang Kakek tak ingin jika di akhir hayatnya nanti, ia masih melihat cucunya itu hidup sendiri tanpa keluarga. Karena selain dirinya, Rey tidak mempunyai keluarga yang begitu peduli, kecuali Kakek dan Adiknya Tio.

"Sudahlah, dua minggu lagi, Kakek akan mengajakmu untuk menemui seorang wanita. Kau jangan menolak! Ingat umurmu, dan ingat pula umur Kakek yang sudah bau tanah ini!"

"Kakek juga ingin melihat terlebih dahulu, cucu-cucu Kakek menikah dan memiliki keluarga yang bahagia. Terlebih Kakek tak ingin terus mendengar kabar tak mengenakan mengenai dirimu Rey," sambung Kakek. Rey hanya diam menunduk. Tak mampu menimpali ucapan Kakeknya itu.

^^^

Mentari pagi sudah terlihat jelas, menyinari setiap sudut belahan bumi. Dengan langkah cepat, sambil menikmati sepotong sandwich, Lea terburu-buru untuk pergi ke rumah sakit. Menemui papa dan mamanya. Sekaligus untuk menyerahkan uang tambahan untuk biaya operasi jantung mamanya itu.

Ia masih berdiri di tempat pemberhentian busway. Sambil menunggu busway datang Alea hendak menelepon papanya untuk memberitahu kabar uang tambahannya itu. Namun ketika Alea sibuk mencari kontak papanya, tiba-tiba dari samping seseorang menyenggol lengannya. Membuat ponsel yang di pegangnya jatuh berhamburan.

"Ish kalau jalan hati-hati dong!" gerutu Alea sambil memunguti baterai dan ponselnya yang tercecer.

Seorang lelaki yang tak sengaja menabraknya tadi, ia berbalik dan meminta maaf kepada Alea. Alea masih merengut, sambil memasangkan kembali baterai ponselnya itu.

"Tunggu dulu, jangan pergi! Kalau ponselku rusak kau harus bertanggung jawab," ujar Alea kepada orang itu.

Setelah beberapa saat.

"Bagaimana apa ponselnya baik-baik saja?" tanya lelaki itu. Alea mengangguk sambil mengusap layar ponselnya.

"Sudah tidak apa-apa. Lain kali kalau jalan lihat-lihat jangan main terobos aja!" ujar Alea sambil menatap tajam ke orang itu. Lelaki itu pun hanya meringis, sambil sedikit melebarkan senyumannya secara paksa dan kembali meminta maaf kepada Alea sebelum ia benar-benar pergi

Tak lama busway yang di tunggunya pun tiba. Alea bergegas masuk ke dalam busway itu. Sambil melihat jam di pergelangan tangan kirinya. Sudah menunjukkan pukul 07.12 WIB.

"Baiklah masih ada waktu 48 menit lagi,” gumamnya.

Kini Alea berjalan di koridor rumah sakit, ia segera mencari ruangan dimana mamanya di rawat.

"Pa," panggil Alea saat dirinya baru memasuki ruangan. Namun pandangannya teralihkan kepada lelaki tua yang duduk di kursi sebrang papanya itu.

"Alea, kau kenapa kemari?" tanya Papa Deri sambil berdiri dari duduknya. Alea pun menyalami terlebih dahulu Papanya dan Kakek William yang ada di sana.

"Pagi Kakek Will," sapa Alea begitu ramah, dan kembali mendapat sapaan hangat dari Kakek Will.

"Oh ya Pa, Lea sudah mendapatkan uang tambahannya, ini." Alea menyodorkan satu amplop coklat yang di dalamnya berisi uang 80juta.

Deri sejenak melirik ke arah Tuan Will yang tak lain ialah atasannya.

"Kamu dapat dari mana uangnya?" tanya Deri.

"Kemarin sore, pinjam dari teman Pa," jawabnya.

Deri sejenak menarik nafasnya panjang. Dan mengintip sedikit uang dalam amplop itu Kemudian mengajak Alea untuk duduk di sampingnya.

"Kenapa Pa? Apa uangnya kurang? Atau ada tambahan biaya lainnya?" tanya Alea menatap serius.

"Tidak, tidak ada yang kurang. Alea ... jadi sebenarnya, kemarin sore uang untuk biaya operasi mamamu sudah dilunasi semua, termasuk untuk biaya rawat inapnya juga," ujar Deri.

"Sudah lunas?" Alea membulatkan kedua matanya dengan sempurna. Deri mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari putrinya itu.

"Iya, jadi besok siang mama akan menjalani proses operasinya," tutur Deri. Alea hanya mengangguk sambil memikirkan siapa orang yang sudah membantu keluarganya kali ini.

.

.

.

Bersambung.

Penasaran gak siapa orang yang sudah membantu keluarga Alea? Yang mau tahu, lanjut baca aja dulu ya hehe.

Jangan lupa tinggalkan like, komen dan votenya ya.

Klik love favoritenya juga ya. ❤️

Terpopuler

Comments

Reiva Momi

Reiva Momi

kakek will kyak nya

2023-01-04

0

Andriyani Al Ibtisam

Andriyani Al Ibtisam

penazaran

2022-11-21

0

Enisensi Klara

Enisensi Klara

kyknya kakek Willi kakek Rey,dan dijodohkan

2020-12-18

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!