Pak Sugeng Menolak Tegas Permintaan Ayu

"Sebenarnya ada masalah apa Pak? Sehingga kalian berdua memutuskan untuk bercerai, kalau memang Ayu ada salah. Tolong di maafkan Pak. Ayu masih sangat muda dan polos, saya harap Bapak memakluminya," pinta Pak Sugeng, saat Herman mengutarakan niatnya mengembalikan Ayu kepada keluarganya.

"Mohon maaf, Pak. Saya benar-benar sudah nggak bisa melanjutkan pernikahan ini."

Ayu hanya menunduk tak bersuara, persis seperti saat dirinya sedang diminta Herman dari keluarganya, dulu.

"Pikirkan dulu matang-matang, pasti ada cara lain selain bercerai. Ingat Pak, pernikahan itu bukan seperti orang pacaran yang ketika bosan bisa putus seenaknya. Bapak sudah berikrar sama Allah, untuk menjaga dan menerima Ayu, sampai maut memisahkan."

Bu Salma sudah sibuk mengusap bulir bening di pipi. Sebagai sesama wanita, hatinya ikut teriris saat mendengar kata talak dari menantunya.

Sementara Ayu sudah mati rasa, memang itu keinginannya.

Bagi Ayu, saat ini ia ingin segera lepas dari laki-laki pilihan kedua orang tuanya. Ayu sudah siap menghadapi kemungkinan buruk yang akan terjadi, meski dirinya dan suaminya sudah sepakat untuk tidak menceritakan mengenai kehamilannya. Ayu tidak ingin gegabah, tapi lambat laun, Ayu akan ungkap semuanya.

"Saya tidak setuju kalian berpisah!" ucap Pak Sugeng tegas.

"Tapi, Ayah ...." protes Ayu.

"Ayah tidak mau lagi denger alasan apapun dari kamu! Semua rumah tangga pasti punya masalah, dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Kalian hanya terburu-buru mengambil keputusan."

"Ayu sud-"

"Cukup! Ayah minta kalian pulang dan coba renungkan lagi semua ini!"

Kini Herman membeku. Bagaimana pun hatinya sudah patah berkeping-keping, rasanya enggan baginya kembali menyerahkan raga dan hatinya untuk seorang gadis yang sudah menghempasnya jauh ke dasar bumi.

Tapi karena titah ibunya, Herman harus menyelamatkan rumah tangganya.

Tapi meski Herman berusaha mempertahankan rumah tangganya yang sudah rapuh ini. Tapi keinginan Ayu tidak bisa di cegah, Ayu tetap ingin bercerai.

Pagi itu, niat Ayu meminta cerai pada Herman di gagalkan ayahnya.

Herman menarik nafas dalam- dalam, sesuai permintaan ibunya, dia harus mempertahankan rumah tangganya meski keadaan istrinya tengah hamil anak orang lain.

Herman begitu berbesar hati mau merawat anak itu, meskipun bukan darah dagingnya. Tapi Ayu menolak keras ketulusan Herman, Ayu bersikukuh ingin lepas dari ikatan pernikahannya dengan Herman karena dia begitu tersiksa hidup seatap dengan suami yang sama sekali tidak ia cintai.

"Ayah beri kalian waktu satu Minggu untuk memikirkan masalah ini, pulanglah. Renungkan dahulu keinginan kalian berdua. Dan kau Ayu! Mau nyari lelaki bagaimana lagi, kamu kira jadi janda itu enak, hah? Di luar sana banyak wanita bernasib buruk karena bersuamikan lelaki jahat! Kamu harusnya bersyukur mempunyai suami baik seperti Pak Herman, dia begitu menyayangimu," terang Pak Sugeng panjang lebar.

Rahmat dan Ayu sama- sama membisu mendengar wejangan Pak Sugeng.

"Sebenarnya yang ingin bercerai itu siapa? Ayu atau Pak Rahmat!" Bu Salma tiba- tiba mengatakan sesuatu yang sulit di jawab.

Herman langsung melirik wajah Ayu.

Bu Salma menarik nafas panjang. Dari tatapan menantunya, Bu Salma bisa menebak, kalau putrinya lah yang menginginkan perpisahan ini, karena sejak awal. Ayu bersikeras tidak mau menikah dengan Herman, tapi karena ancaman suaminya. Ayu akhirnya menyetujui pernikahan ini.

****

Bu Hera begitu antusias menyambut kedatangan Nabila, setelah putra sulungnya Devan mengatakan kalau Nabila Putri dari atasannya Pak Bowo.

"Ayo Neng, di makan kuenya," tawar Bu Hera, di atas meja tamu, Bu hera menyajikan aneka rasa kue buatannya sendiri, dari kue keju, kue lapis dan ku kacang Bu Hera suguhkan pada Nabila.

Nabila begitu senang mendapat sambutan hangat dari ibunda Devan.

"Terima kasih Bu. Ibu kenapa repot- repot," jawab Nabila sungkan.

"Gak apa- apa Neng, ibu senang Neng mau datang ke sini," ucap Bu Hera, wajahnya begitu semringah mendapati gadis kaya raya mau singgah ke rumahnya.

Di dapur, diam- diam Devan menghubungi Pak Bowo.

"Pagi Pak," sapa Devan.

"Pagi Pak, bagaimana? Nabila sudah sampai belum ke rumah bapak, barusan saya kasih alamat Bapak." Jawaban Pak Bowo sontak membuat Devan sedikit kaget.

Rupanya Pak Bowo sendiri yang memberi alamat rumahnya pada Nabila.

"Maaf Pak, kalau boleh saya tahu. Ada keperluan apa putri Bapak datang ke rumah saya," tanya Devan tanpa basa basi.

"Ohhh ...itu Pak, Nabila katanya pengen di temani jalan- jalan," jawab Pak Bowo.

"Sepagi ini?" Sentak Devan.

"Justru bagus Pak, biar kalian bisa lebih dekat."

Devan menelan ludah susah payah.

"M- maksud Bapak?"

"Begini saja Pak, sebaiknya Bapak anterin saja putri saya kemana dia mau jalan- jalan."

"T- tapi Pak, saya kan hari ini harus ke kantor!"

"Bapak tenang saja, hari ini Bapak boleh libur."

"Libur?"

"Iya, bapak boleh libur hari ini. Tapi besok Bapak masuk lagi ya? Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak."

Hening

Devan tak langsung menjawab, masih bingung dengan sikap bosnya. Mendadak dirinya di liburkan demi menemani putrinya jalan- jalan, sedang Devan sebenarnya masih muak dengan prilaku lancang gadis itu.

"Bagaimana Pak? Bapak mau kan menemani putri saya jalan- jalan. Bapak jangan cemas, nanti saya kasih uang jalan," kata Pak Bowo.

"Uang jalan?"

Devan semakin bingung, sebenarnya apa tujuan Pak Bowo?

Sepertinya lelaki berkepala plontos itu ingin mendekatkan putrinya dengannya.

"Bapak butuh berapa, saya akan kasih. Asal Bapak mau menemani putriku hehe..."

Tawa kecil Pak Bowo dari seberang sana, membuat bulu kuduk Devan meremang.

Devan tidak habis pikir dengan sikap Pak Bowo. Bisa- bisanya menawarkan dirinya materi demi menemani putrinya. Apa di luar sana, Nabila tidak punya seseorang untuk di ajak jalan- jalan.

Devan mulai curiga.

"I-iya Pak, baiklah!" Terpaksa Devan mengiyakan permintaan atasannya.

Sekali lagi, Devan tidak mau mengecewakan bosnya.

Percakapan pun selesai, Devan langsung memutus sambungan telponnya. Gegas dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Nabila masih di temani Bu Hera, mereka berdua langsung akrab satu sama lain.

Devan membuang napas panjang, melihat tingkah ibunya yang begitu bersemangat mengajak Nabila ngobrol.

Selesai mandi, Devan mengenakan baju ala kadarnya, kaos oblong dan celana jeans. Tapi tidak mengurangi wajah tampannya, justru penampilannya membuat Nabila semakin gemas.

"Mau kemana kalian berdua?" Tanya Bu Hera saat Devan keluar dari kamar.

"Mau cari angin!" Jawab Devan acuh.

Nabila tersenyum kecil sambil menggigit bibir bawahnya, tenggelam dengan pesona Devan.

"Oh." Bu Hera menjawab singkat.

Nabila langsung berdiri.

"Bu, Nabila pamit dulu ya?" Ucap Nabila sambil mengecup punggung wanita itu.

"Hati- hati yang Neng cantik," puji Bu Hera yang langsung ditanggapi Devan dengan senyum seringai.

Baru kali ini, ibunya bersikap berlebihan pada seorang gadis. Biasanya kalau ada cewek yang datang menemui Devan, ibunya bersikap biasa saja. Tidak pernah di menyuguhkan kue, hanya air putih saja, tapi berbeda pada Nabila. Semua kue dari dalam lemari di keluarin semua, kayak ada tamu satu RT.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!